CHAPTER 23 | ADA APA DENGAN DEWA?

843 52 2
                                    

Budayakan vote sebelum membaca. Jangan jadi silent reader yaaa!
(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

•••

Tak seperti biasanya yang bercuaca cerah, siang menjelang sore hari ini langit Jakarta Selatan dihiasi oleh rintik gerimis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak seperti biasanya yang bercuaca cerah, siang menjelang sore hari ini langit Jakarta Selatan dihiasi oleh rintik gerimis. Mengurungkan niat para siswa SMA Galaksi yang harusnya pulang sekolah dengan tepat waktu menjadi terlambat. Para siswa memilih untuk tinggal di kelas lebih lama sembari mengobrol dengan yang lain, tak terkecuali dengan Daisy Pamela.

Awalnya, cewek itu berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu adiknya di halte. Namun harus kembali masuk ke gedung sekolah karena tiba-tiba langit menurunkan tangisannya. Daisy memilih untuk meneduh di gedung student centre karena letaknya tak jauh dari gerbang sekolah. Ada beberapa siswa yang ada di gedung itu, mereka sedang berkegiatan di sekretariat ekskul masing-masing.

Ngomong-ngomong soal ekskul, Daisy sudah lama tidak menginjakkan kaki di gedung itu. Sejak ia kecelakaan beberapa bulan silam dan berakhir tangan kirinya dibebat kain biru. Daisy menatap nanar tangan kirinya, weekend besok ia akan menjalani kontrol di rumah sakit. Jika hasil pemeriksaan bagus, maka ia tak perlu menggunakan kain biru itu lagi. Ia akan ke sekolah dengan normal.

Diam-diam, ia membawa langkahnya untuk masuk dalam gedung SC. Gedung itu terdiri dari empat lantai yang menaungi 50 ekstra kurikuler di SMA Galaksi. Daisy naik ke lantai tiga, tempat sekretariat ekskul panahan berada. Di koridor lantai tiga lumayan sepi, tak banyak siswa berlalu-lalang, membuat Daisy semakin yakin untuk menginjakkan kaki kembali ke sekretariat.

"Sepi ya?"

Dilihat dari jendela, ruang sekretariat sedang tak berpenghuni. Daisy memutuskan untuk membuka pintu ruangan. Ruangan itu masih sama dengan terakhir kali ia berada di sana. Ada karpet tempat biasa anak-anak rebahan dan berbincang ringan, ada meja dan kursi yang berisi komputer, sebuah AC menggantung di sisi kiri tembok, satu lemari penyimpan arsip data, dan piala berjejeran di atasnya. Piala itu diraih oleh anak-anak ekskul, lengkap dengan jejeran sertifikat yang menghiasi dinding.

Di depan sana ada alat-alat panahan yang berjajar rapi. Daisy mendekat, menyentuh busur panah miliknya yang tersimpan rapi di sana. Busur itu memang miliknya, ia tak pernah menyentuh busur itu lagi sejak kecelakaan menimpanya. Busur itu berbeda dengan punya siswa lain, ia memesan busur itu khusus setelah memenangkan perlombaan di Kalimantan. Uangnya ia gunakan untuk membuat busur yang baru.

"Gue kangen bisa main lagi," ujar gadis itu lirih.

Permata bening melapisi bola matanya yang bulat, siap terjun melintasi pipi. Daisy benar-benar merindukan panahan. Separuh jiwanya hidup dan tumbuh dalam anak panah dan busurnya.

Tanpa pikir panjang Daisy melepas kain yang mengikat leher dan lengan kirinya. Ia membuang kain itu ke sembarang arah. Lantas mengambil busur panah miliknya yang belum sempat ia gunakan untuk seleksi ke tingkat nasional. Tangan kirinya masih terlalu lemah untuk mengangkat alat berat, tetapi Daisy memaksakan diri untuk mengangkat busur panah itu tinggi-tinggi.

FLEUR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang