NEVARA
Nara mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam kamarnya, sudah berapa lama dia tertidur, dan kenapa tubuhnya masih tidak menggunakan apa pun saat ini.
"Darling? Kamu sudah bangun?" tanya Max.
Dia masuk ke dalam kamar tak lupa mengunci kembali pintu kamar mereka, berjalan mendekat pada Nara lalu duduk di tepi tempat tidur.
Tangan besarnya bergerak menyingkap selimut yang Nara gunakan, dengan hati-hati Max menyentuh area sensitive Nara dan mengoleskan salep pada sekitar area yang terlihat sedikit membengkak itu. Nara hanya meringis kala jari-jari Max dengan sengaja menekan bengkak itu dan sedikit bermain di area sensitifnya.
"M-max, hentikan aku ingin mandi." ucap Nara sebelum Max melakukan hal lebih padanya, dan Max langsung menghentikan aksinya lalu naik ke atas tempat tidur dan mendekap Nara dengan erat.
Tubuhnya benar-benar lelah dan area sensitifnya masih sakit karena Max melakukan hal itu setiap hari padanya, dan kekasihnya itu juga melakukannya dengan kasar.
Nara tahu jika itu adalah bentuk Max dalam mencari kepuasan dalam dirinya, tapi tetap saja dia belum terbiasa, apa lagi Max tidak pernah membiarkannya beristirahat kala melakukan itu.
Suasana pagi yang sedikit tenang membuat perasaan Nara sedikit membaik, tapi tidak lama karena setelah dia mengingat apa yang terjadi pada ayahnya, air matanya kembali menggenang dan siap untuk terjun kembali.
Netra cokelat itu menatap Max yang sedang memejamkan matanya, "Max? Ayahku baik-baik saja kan?" tanya Nara.
Mata yang semula terpejam itu kini terbuka kembali menampilkan netra biru gelap bak lautan dalam tak berdasar, "Tentu saja keadaan ayah mertua baik-baik saja, setidaknya dia harus menyaksikan pernikahan kita bukan?" ucap Max dengan senyum lebarnya, tangan Max mulai mengelus surai cokelat Nara dengan pelan dan menciuminya sesekali.
"Bebaskan mereka, lakukan apa pun padaku tapi kumohon jangan libatkan mereka Max." mohon Nara, dia menggenggam erat baju yang Max kenakan dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang kekasihnya itu.
Tidak ada balasan dari laki-laki di depannya membuat Nara takut, gadis itu sangat tahu jika diamnya seorang Max adalah hal yang perlu di hindari dalam beberapa situasi seperti saat ini misalnya. Keterdiaman Max menjawab semuanya dan Nara tahu jawaban dari permintaannya adalah tidak.
Tangan kecil Nara mencoba untuk menggenggam tangan Max, gadis itu menatap iris biru Max dengan lekat dan penuh keyakinan. Saat ini yang Nara butuhkan hanyalah keberanian dan kemurahan hati Max, semoga saja kali ini Max mau menuruti kemauannya.
Nara rela jika setelah ini Max akan benar-benar mengurungnya atau apa pun itu yang penting keluarganya selamat dan tidak berkurang satu orang pun, karena dia bisa pergi dari sisi Max kapan pun tapi untuk keluarganya? Dia tidak yakin Max akan membebaskan mereka begitu saja.
"Max? Aku akan menuruti semua kemauanmu asalkan kamu membebaskan mereka semua." ucap Nara penuh keyakinan.
Dia harus berani, setidaknya untuk saat ini. Orang tua dan kakaknya saat ini berada dalam bahaya dan hanya dia yang dapat menyelamatkan mereka, dia harus terlihat lemah saat ini agar laki-laki itu percaya jika dia benar-benar menyerah dan putus asa.
"You know what, cariño? Aku bukan mengurung mereka hanya memberi mereka sedikit hadiah jadi jangan mengatakan apa pun lagi seolah aku adalah orang yang jahat," balas Max sambil melepaskan genggaman tangan Nara lalu mengelus perut rata Nara dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevara Obsessive Boyfriend
Roman pour Adolescents(17+) WARNING!!! (CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN, PEMBUNUHAN, OBSESI, NARKOBA, DAN KONTEN SENSITIF! BAGI YANG BELUM CUKUP UMUR BALIK LAGI NANTI PAS UMUR KALIAN UDAH CUKUP YA) *** Dia Maximillan, lelaki dengan netra biru yang selalu berkilat...