"Biar ada 1000 laki-laki didekatin kamu, cuma aku yang ada buat kamu!"
🌞🌞🌞
Mentari duduk bersama Langit dan Bintang. Mereka bertiga hanya diam memperhatikan Raka yang bermain mobil-mobilannya kesana-kemari tanpa henti. Mereka sudah sangat kenyang memakan masakan Sinta sampai tidak memiliki tenaga untuk bermain bersama Raka. Langit bahkan tidak sanggup untuk berdiri lagi. Dia memakan banyak makanan sampai perutnya membuncit.
"Gue kenyang banget! Tapi masakan mama lo enak banget." Puji Langit.
"Gue yang bantuin, enak nggak perkedelnya?" Tanya Mentari ingin tahu.
"Kamu yang buat?" Tanya Bintang disebelahnya.
"Iya, tangan gue capek buatnya. Harusnya gue istirahat aja tapi mama suruh bantuin. Cepak banget!" Keluh Mentari.
"Maaf, Tar. Saya jadi repotin kamu."
"Nggak apa-apa, Bin. Nanti bawain buat mama lo juga. Gue sama mama bikin banyakan. Emang mama mau kasih buat mama lo juga."
"Terima kasih, mama saya pasti suka masakan buatan kamu sama mama kamu."
"Buah Abah sama Emak mana?" Pinta Langit tidak mau kalah.
Dia juga ikut andil besar setelah membawa banyak seserahan untuk mama Mentari. Dari minyak, sayuran, telur, dan banyak lagi walau semuanya diganti dengan uang yang dia terima. Bisnis adalah bisnis!
"Udah di anter sama mama. Ada tuh tadi ayam kecap buat khusus buat abah. Abah nggak suka makanan keras, tadi gue bikin yang bisa abah makan. Raka juga suka ayam kecap."
"Hemm... Tahu banget kesukaan calon mertua! Udah siap?" Tanya Langit mengangkat kedua alisnya bersamaan.
"Apaan, sih! Siap buat pukul, lo!" Mentari memukul tubuh Langit.
"Auh... Sakit tahu! Kalau salting bilang aja!" Langit bangun dan mencoba menyentuh pipi Mentari untuk mencubitnya tapi dengan sigap Bintang mencengkram tangan Langit di udara.
Mentari melihat kedua tangan yang menggantung dan menatap kedua temannya bergantian.
"Oh, kok Raka nggak diajak main? Main ular tangga tuh harus banyak orang. Kak Tari di belakang Raka di depan! Kayak gini!" Raka berjalan dan duduk di depan Mentari.
Mereka berempat terlihat seperti memainkan permainan anak kecil. Mentari menahan tawa yang akan meledak. Dia tidak kuat melihat wajah Langit dan Bintang yang terdiam. Malam ini mungkin malam yang tidak akan pernah Mentari lupakan.
🌞🌞🌞
"Pfttt... Hahaha... Seru, Lang. Mau coba lagi nggak?" Tanya Mentari berjalan bersama Langit.
"Nggak deh, males."
Langit tidak akan pernah mengulanginya lagi terutama karena dia harus memegang tangan Bintang dalam waktu cukup lama. Dia tidak pernah melakukannya lagi! Semalam mereka harus bermain ular tangga sampai Raka kelelahan dan tertidur. Sampai saat itu dia terus memegangi tangan Bintang.
"Arghttt..."
"Udah nggak apa-apa, Raka seneng banget. Main lagi sama anak-anak di taman juga boleh. Kadang gue harus jadi pesuruh mereka. Main ini itu sendirian, kalau lo ada. Kayaknya gue nggak bakalan stress!" Mentari menyikut perut Langit.
"Kapan ke taman?"
"Tiap sore, gue harus jagain Raka. Raka mana mau main sama mama yang ada dia nggak bisa main sama teman-temannya paling disuruh makan."
Apalagi dengan bedak putih yang bertebaran menutupi wajahnya. Anak-anak itu lebih mirip hantu kecil yang menggemaskan.
"Nanti sore gue ke rumah lo!"
"Hmm..."
"Tar!"
"Apa?"
"Kalau gue ajak lo pergi, mau nggak?"
Mentari melihat Langit yang mengusap tengkuknya. Tidak biasanya langit meminta pendapatannya lebih dulu. Biasanya mereka pergi begitu saja walau diawali dengan pertikaian.
"Kemana?"
"Itu... Apa? Apa namanya?"
"Apa?"
"Hmm... Tempat itu! Buat nonton!"
"Oh, bioskop? Lo mau ajak gue ke bioskop? Mau nonton apa?" Tanya Mentari.
"Apa aja yang ada! Kalau mau, gue jemput sore ini. Ajak Raka juga nggak apa-apa."
"Boleh deh, nonton buat anak-anak aja ya?"
"Hmm..." Langit mengangguk kaku. Pertamakali baginya begitu gugup untuk mengajak Mentari untuk pergi.
"Ajak Afika nggak?"
"Nggak usah! Lo, gue, Raka aja! Nggak usah ajak atau kasih tahu dia!"
"Oh, oke. Tapi ada acara apa sih? Lo ulang tahun? Tapi ulang tahun lo masih lama. Ada apa sih?"
Mentari tidak tahu kenapa Langit tiba-tiba mengajaknya pergi menonton di bioskop. Mereka juga tidak pernah pergi ke tempat lain selain toko buku dan toko lainnya. Kali ini Langit meminta ke tempat yang Mentari juga jarang pergi jika bukan Afika yang memintanya.
"Lo bilang stress jadi buat refreshing otak aja. Mumpung belum ujian juga."
"Oh, oke deh. Nanti jemput ke rumah! Gue juga akan cari tontonan buat anak-anak apa."
"Hmm, nanti jangan lupa!"
"Jangan lupa apa?"
"Dandan yang cantik! Soalnya gue juga akan berusaha ganteng biar lo nggak malu jalan sama gue. Jangan lupa!" Langit mengacak rambut Mentari dan berlari lebih dulu menuju kelas.
"Apaan sih!" Mentari menyentuh rambutnya dan terkekeh geli sendiri.
Dia mulai terbiasa akan perilaku aneh Langit. Dari sikap, perkataan, apapun itu. Mungkin karena Langit belum meminum obatnya sampai otaknya menjadi sangat geser.
🌞🌞🌞
Salam ThunderCalp!🤗
Maju terus Langit!
Jangan lupa like, komen, dan share!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Kaca ( END )
Roman pour AdolescentsIni sebuah kisah tentang sebuah pendewasaan diri dari seorang anak yang memahami apa arti sebuah cinta.