49. Kesempatan

24 3 0
                                    

"Setiap malam tiba hanya kamu yang berada di pikiranku!"

🌞🌞🌞

"Keadaan Langit tidak begitu baik, ibu sarankan dia untuk pulang hari ini. Langit juga bilang dia tidak mau pergi ke rumah sakit, ibu juga tidak bisa paksa dia. Nanti, kamu pergi temani ibu ke rumah Langit. Kamu tetangganya kan?" Tanya Bu Jinan keluar dari UKS.

"Iya, tapi Langit baik-baik aja kan, Bu?"

"Dia baik, kamu bisa masuk sekalian nanti tolong bawa barang Langit di kelas."

"Iya."

"Ibu siap-siap dulu!" Bu Jinan menepuk pundak Mentari dan pergi mengurus hal lainnya.

Mentari masuk dan melihat Langit yang telah terbangun. Langit duduk dengan napas yang masih berat. Langit sedang tidak baik-baik saja.

"Lo minum obat nggak sebelum sekolah?"

"Hmm... Udah."

"Jaga kesehatan, Lang! Istirahat yang cukup, makan yang banyak, lo itu harus perhatiin diri lo."

"Iya."

"Gue bawain tas lo dulu."

Langit hanya diam saja tanpa mau menanggapi Mentari. Mentari pergi menuju kelasnya untuk mengambil barang-barang Langit.

"Tar, Langit kenapa?" Tanya Faisal.

"Sakit."

"Sakit? Tuh anak bisa sakit juga?"

"Namanya juga manusia, pasti bisa sakit. Barang Langit cuma ini kan?" Tanya Mentari membawa tas Langit.

"Coba di laci."

Mentari mengintip laci Langit dan menemukan sesuatu disana. Handphone Langit.

"Gue duluan, Sal."

"Yoi!"

"Bin, gue pergi antar Langit dulu buat pulang." Mentari mendekati Bintang.

"Iya, hati-hati Tar."

"Hmm... Nanti kalau ada apa-apa kabari. Gue pergi dulu!" Mentari bergegas ke tempat Langit kembali.

Bu Jinan mungkin sudah menunggunya, Mentari mencoba memeriksa jam di layar handphone Langit dan menemukan sesuatu yang membuat jalannya berhenti. Di layar muncul sosok perempuan yang sedang tersenyum. Perempuan itu memakai pakaian hitam putih dengan rambut yang selalu di kucir kuda. Mentari menahan napasnya sesaat. Ini fotonya saat dia dan Langit pergi menonton film bersama.

Untuk apa Langit memasang wajahnya?

🌞🌞🌞

"Bu, kayaknya Langit dibawa ke rumah sakit aja." Mentari mengusap wajah Langit yang penuh dengan keringat dingin.

Langit seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat. Mentari tidak bisa melihatnya seperti ini. Laki-laki ini harus menerima perawatan di rumah sakit.

"Ibu, kabari orangtuanya dulu." Bu Jinan menelpon orangtua Langit segera.

"Lang! Lo denger gue nggak?" Tanya Mentari mencoba membangunkan Langit.

"Hmm?"

"Ke rumah sakit aja, ya! Gue temenin ya?"

"Hmm..." Langit mengangguk kecil.

Mentari melihat Bu Jinan yang menyuruh Pak Mail berputar arah menuju rumah sakit. Mereka segera pergi ke rumah sakit. Keadaan Langit begitu mengkhawatirkan semua orang. Mentari menatap wajah Langit dan menggenggam tangan Langit yang dingin. Dia tidak ingin Langit merasakan rasa sakit ini lagi. Dia tidak mau.

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang