39. Masa-Masa Sulit

23 4 0
                                    

"Rasa sakit itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang mengalaminya."

🌞🌞🌞

"Pasti nilai gue jelek!" Afika menatap lapangan yang sepi.

Semua orang tengah berjuang mati-matian untuk hidup dan mati mereka. Mentari juga tidak tahu apakah nilainya akan memuaskan atau tidak. Dia sudah belajar banyak hal dari Bintang, setidaknya dia tidak ingin remedial dan bisa hidup bebas setelah ujian akhir ini. Mentari menatap seseorang yang mendatangi mereka.

"Kalian sudah selesai?"

"Udah, Bin. Makasih banyak buat ajarin kita berdua, tapi kayaknya gue nggak bisa keluarin ajaran lo. Nanti kalau uang jajan gue dipotong gimana? Gue nggak bisa lagi beli album! Gue juga nggak bisa nabung nonton konser!" Afika menjerit seakan dunianya akan runtuh.

"Lo gimana? Lancar?" Tanya Mentari.

"Ya lancarlah! Otaknya aja encer!" Jawab Afika tidak suka pada orang seperti Bintang juga Sadam.

"Kalian mau pergi setelah ini? Saya mau ajak kalian pergi kalau bisa."

"Dimana?" Tanya Afika.

"Liburan ke villa Oma saya."

Mentari dan Afika saling pandang! Mereka tidak menyangka Bintang memiliki villa juga meski milik Omanya. Tapi tetap saja Bintang memiliki kelas berbeda dengan mereka.

"Kapan? Gue siap sama Mentari! Siapa yang akan ikut?" Tanya Afika merangkul lengan Mentari.

"Saya, Mentari, kamu!"

"Cuma kita bertiga Bin? Mama kamu?" Mentari sangat sungkan untuk pergi jika hanya bertiga. Terutama entah mamanya akan mengizinkan mereka atau tidak. Mentari menatap kakinya dan menggoyang-goyangkannya. Dia belum pernah pergi jauh dan menginap. Tidak mungkin mereka menghabiskan satu hari di Villa.

"Mama saya di rumah. Kalau kurang, kalian bisa ajak Langit atau teman kalian yang lain."

Mendengar nama Langit, Mentari menjadi begitu diam. Sejak pembicaraan terakhir mereka di kelas. Mereka belum pernah berbicara lagi bahkan tidak pernah saling sapa atau saling bertatapan. Seakan mereka hanya menjadi dua orang asing.

"Boleh! Gue bakalan ajak Langit!" Afika menekan satu tombol.

"Ajak kemana?" Langit muncul dihadapan mereka bertiga.

"Panjang umur lo, Lang. Mau nggak ke Villa? Bintang ajakin, nih! Biar rame, Lang. Kalau cuma bertiga nggak seru!"

"Villa? Kapan?" Tanya Langit.

"Libur hari pertama, saya akan jemput kalian di rumah Mentari. Disana juga ada Oma saya yang akan mengawasi kita semua. Jadi kalian bisa beritahu orangtua kalian kalau kita pergi dengan pengawasan Oma saya."

"Bagus, bagus! Gue setuju banget, ada apa aja disana?" Tanya Afika.

"Kolam renang, lapangan tenis, juga kalian bisa main di sungai. Disana juga dekat dengan sawah-sawah."

"Asik! Gue bisa lihat sawah estetik, Tar kita harus foto-foto disana. Gue nggak sabar!" Teriak Afika kencang.

"Gue boleh ikut nggak?" Sadam muncul di antara Afika dan Mentari.

Mereka berempat menatap Sadam yang tiba-tiba saja muncul tidak diundang. Afika mendorong wajah Sadam pergi untuk jauh-jauh darinya.

"Lo pasti nguping kan?" Tanya Afika tidak suka.

"Iya kenapa? Bin, gue bisa kan ikut?" Pinta Sadam.

"Boleh." Bintang mengangguk pada Sadam.

"Sok kenal! Emang lo kenal sama Bintang? Jangan ikut-ikutan, lo nggak diajak!"

"Gue kenal sama Bintang!" Bela Sadam.

"Beneran?" Tanya Afika sangat tidak suka pada kehadiran Sadam diantara mereka.

Rencana liburannya menyenangkannya akan hancur jika Sadam Wibu ikut bersama mereka ke Villa. Afika sangat melarang aura kewibuan hadir diantara mereka semua. Sadam akan memberikan pengaruh buruk untuk mereka.

"Kami kenal, Fik."

"Yahh... Ih, lo jangan ikut-ikutan! Sana pergi!" Usir Afika.

"Udah, Fik. Katanya banyak orang bakalan seru, Sadam juga nggak akan ganggu lo. Iyakan, Dan?" Mentari melihat Sadam.

"Iya! Emang hidup gue gangguin lo? Nggak tuh! Jadi nggak usah larang-larang orang mau ikut. Yang punya aja ngebolehin, lo juga cuma temannya Bintang bukannya pacarnya Bintang."

"Awas ya lo ganggu gue disana!" Ancam Afika dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Siapa? Emang gue nggak ada kerjaan lain?"

"Biasanya lo pancing cari ribut sama gue!"

"Kapan? Lo yang cari ribut sama gue? Mau bawa anime sama Wibu lagi? Basi!"

"Males sama lo! Tar, Sadam! Gue nggak suka!" Teriak Afika membengkakkan telinga Mentari disampingnya.

"Benar ya kata Langit, kalian cocok." Ejek Mentari berdiri dan menjauhi Sadam dan Afika yang saling pandang.

Sekarang Mentari tahu kenapa Langit menganggap mereka sangat cocok. Mereka sama-sama memiliki kepribadian yang tidak bisa dikalahkan. Mentari menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua orang yang bertengkar kembali seperti anjing dan kucing. Mungkin saat di Villa nanti, mereka akan membuat Oma Bintang membenci kedatangan mereka yang mengganggu.

"Kamu boleh ajak Raka." Bisik Bintang.

"Raka? Nggak usah, dia susah kalau jauh dari mama. Kita-kita aja udah cukup."

"Saya yang akan jagain Raka!"

"Tapi kalau kangen sama mama gimana? Jangan Bin, gue nggak mau liburan ini jadi gagal. Lebih baik Raka di rumah sama mama. Gue juga khawatir kalau dia sakit. Gue nggak suka lihat orang sakit." Mentari sangat tidak menyukai keadaan orang lain yang menahan kesakitan.

Dia juga tidak menyukai rumah sakit atau ambulans. Bagi Mentari rasa sakit adalah hal yang tidak bisa disembuhkan dengan hanya kata-kata saja. Mentari juga sangat benci melihat orang lain kesakitan di depan matanya. Seakan dia tidak bisa menolong mereka. Seakan dia hanya jadi seseorang yang tidak bisa membantu. Seakan semua perkataannya hanyalah bualan dari mulutnya sampai dimana dia sadar. Kata-kata saja tidak cukup membuat orang lain sembuh. Kalimat penyemangat memang akan menyemangati tapi untuk beberapa kesempatan itu hanya akan jadi cambukan yang sangat dahsyat. Mereka yang berjuang atas rasa sakit, hanya perlu doa dan harapan. Beberapa hal hanya perlu diam dan memberikan doa kepada yang di atas sana.

Karena Mentari pernah mengalaminya. Seseorang yang berarti untuknya tetap pergi meski Mentari membuat banyak kalimat penyemangat untuknya. Dia tetap pergi begitu saja meninggalkan semua kenangan yang pernah mereka lalui. Menjadi sosok lain yang berbeda. Mentari sangat benci saat itu. Dia seperti orang bodoh yang mengharapkan sesuatu seperti sebuah keajaiban terjadi. Nyatanya dia justru mendapati sebuah kenyataan yang menyakitkan.

🌞🌞🌞

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang