4. Orang Baru

136 24 1
                                    

"Aku hanya bersembunyi dengan perasaanku, kuharap kau tak pernah tahu!"

🌞🌞🌞

Siapa?

Wajahnya asing diingatan Mentari, menurutnya tidak ada anak seangkatan atau kakak kelas yang memiliki wajah rupawan. Alis dan bibir tebal, mata coklat terang, wajah putih bersih tanpa jerawat, dan hidungnya meluncur sempurna. Jangan dibandingkan dengan Langit yang memiliki darah jawa sangat kental.

"I-iya, saya."

"Wah, kalau ini tipe Mentari banget." Afika tertawa cengengesan melihat reaksi Mentari gelagapan.

"Kamu dipanggil Bu Siska di ruang guru."

"Ahh, terimakasih."

"Permisi!"

"Ciee..." Afika bersiul-siul tak jelas.

Sudah banyak anak cowok yang datang menemui Mentari hanya sekadar memberi informasi tak lebih. Setiap itu juga Afika akan menggoda atau bersiul. Sudah biasa menghadapi tingkah laku sahabatnya yang super aneh.

"Gue ke ruang guru, bye!"

"Mau Abang Langit temanin?" Langit bersiap berdiri, merapikan seluruh badannya.

"Alay, cuma ke ruang guru aja." Afika berkata sewot.

"Nggak usah!"

Mentari berlalu segara mungkin, Bu Siska akan memarahinya nanti bila terlambat datang. Satu kemungkinan karena dia dipanggil kalau tidak nilainya jelek atau kasus remidi ulang kembali.

"Selamat pagi, bu!"

"Pagi, ulangan kemarin nilaimu masih kurang bagus. Kamu kerjakan lagi dan siang ini dikumpulkan."

"Baik, bu. Tapi, kalau besok tidak bisa?"

"Hari ini mau saya rekap."

Tubuh Mentari lemas dan tak berdaya. Otaknya tergolong rata-rata batas kemanusiaan. Dia juga tidak bisa meminta tolong pada teman sekelas maupun Afika yang nasibnya sama dengannya. Untuk Langit, Mentari gengsi meminta bantuan. Gadis itu masih punya harga diri.

"Atau kamu minta diajari sama Bintang, dia pintar soal Matematika."

"Bintang? Bintang siapa, bu?"

"Kelas X-Mipa3, dia yang tadi ibu suruh panggil kamu. Nilai ulangan kemarin dia dapat 90 lebih."

"Ya, saya ingat!"

🌞🌞🌞

Mentari menunduk dalam memikirkan akan berdialog seperti apa nanti. Dia tadi mengingat satu nama, Bintang Pamungkas. Dia sedang menuju ke kelasnya untuk meminta bantuan mengerjakan tugas. Kalau bisa Mentari hanya perlu meminta hasil ulangan pemuda itu dan semuanya beres tanpa perlu diajari.

Dia juga tak bodoh memberitahu Afika, yang ada dirinya bisa digoda tiap hari. Imajinasi Afika sangat tinggi dikarenakan tontonannya yang terlalu banyak drama dan ekspetasi. Padahal drama korea tak seindah realita. Mentari melihat Bintang sibuk mengerjakan sesuatu dimeja.

"Tar, lagi apa lo ke sini?"

Seorang gadis menepuk bahu Mentari. Dia teman SMP Mentari dulu, memang bukan teman kelas dan mereka tidak dekat. Mentari hanya tahu sebatas nama dan beberapa kali mereka mengobrol bersama.

"Eh, Lilis. Bisa panggilin Bintang?"

"Kenapa cari dia?"

"Rahasia dapur, tolongin gue! Nggak mungkin gue ke sana terus 'say hello!' sama dia."

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang