57. Keinginan

30 4 0
                                    

"Melarikan diri juga bukanlah sebuah kesalahan terkadang hal itu jauh lebih baik daripada menghadapi masalah itu sendiri."

🌞🌞🌞

"Ma, Tari boleh nggak kuliah di Jogja?"

"Apa?" Sinta menghentikan sinetron yang baru saja dia tonton.

"Mentari mau hidup mandiri, di Jogja kan universitas bagus, terus biaya hidupnya juga kecil. Mentari mau belajar disana. Bolehkan?"

"Kamu yakin di Jogja?"

"Iya!"

Mentari ingin melihat daerah lainnya walaupun sebenar-benarnya dia ingin melarikan diri dari hidupnya disini. Kata orang Jogjakarta adalah tempat untuk menenangkan diri dan menghibur diri. Mentari ingin tinggal disana untuk dirinya. Sinta menghembuskan napasnya dan melihat Raka yang semakin bertumbuh dari hari ke hari.

"Mama harus beli banyak bunga matahari biar mama nggak kangen-kangenan sama kamu. Boleh, sayang. Kemanapun kamu pergi, mama bakal dukung kamu. Tapi, kamu harus belajar yang benar, kabarin rumah tiap waktu, jangan telat makan! Kamu juga harus banyak-banyakin teman disana. Ya?"

"Iyah! Mama nggak usah khawatir! Mama juga ada Raka sama papa kalau udah pulang nanti."

"Tapi kenapa Jogja? Jauh tahu!"

"Soalnya Mentari mau belajar banyak hal disana."

Mentari sudah memantapkan dirinya akan pergi kuliah di Jogjakarta. Dia juga tahu apa yang ingin dia ambil disana. Mentari ingin belajar lebih banyak tentang dirinya sendiri. Apa yang ingin dia capai dan kejar. Mentari sangat bersyukur mamanya tidak melarangnya pergi jauh. Dia juga bersyukur bisa sekelas kembali dengan Afika dan Sadam. Tanpa Langit maupun Bintang. Mentari tidak ingin terbayang-bayang pada masa lalunya lagi. Dia ingin melihat apa yang ingin dia lihat kedepannya. Dia ingin menggapai masa depannya. Mendapatkan universitas impian dan pekerjaan impian. Membanggakan papa dan mamanya. Mentari hanya ingin menyelesaikannya tanpa terbebani pikiran lainnya. Mungkin jatuh cinta adalah hal terlarang untuknya saat ini. Dia tidak ingin salah jatuh cinta lagi. Dia ingin mencintai saat dirinya merasa siap untuk menerima cinta orang lain. Entah butuh waktu berapa lama. Mentari tidak terlalu memikirkannya. Hidupnya akan terus berjalan ke depan bukan ke belakang.

🌞🌞🌞

10 tahun kemudian...

"Ini barang-barang kamu semua?" Tanya Sinta pada anaknya yang baru saja datang dari tempat jauh. Mentari mengangguk melihat semua barangnya dari Jogjakarta berpindah ke rumahnya. Barang-barang yang telah menemaninya sepuluh tahun ini.

"Iya, ma. Banyak kan?"

"Pantas aja kamu betah disana nggak balik-balik. Barang kamu aja kayak gini. Aduhh..."

"Anak papa udah pulang! Baru sadar punya rumah? Kenapa nggak pernah pulang? Emang ada apa di Jogja? Hah?" Papa Mentari berkacak pinggang pada anak perempuannya.

Selama sepuluh tahun, Mentari memilih untuk tidak pernah pulang kerumahnya. Baik saat hari raya atau libur panjang, Mentari tidak pernah kembali pulang. Dia selalu sibuk mengikuti banyak event dan kegiatan positif disana. Menjadi relawan, aktivis, dan banyak hal lainnya yang dikerjakan Mentari. Mentari hanya bisa tersenyum pada keluarga yang dia tinggalkan ini.

"Raka mana?"

"Adik kamu sibuk! Dia lagi buat patung apa namanya? Mama lupa! Pokoknya bentuknya aneh banget!"

"Namanya juga anak seni. Ma, pa, kamar Mentari masih oke kan? Kalau nggak aku mau renovasi. Mentari mau tinggal lebih lama lagi di rumah."

"Emangnya kamu punya rumah lain? Papa udah benerin!"

Mentari tersenyum dan memeluk papanya sayang. Dia akan tinggal di rumahnya kembali setelah 10 tahun menghilang tanpa jejak. Mentari akhirnya kembali di rumah yang dipenuhi bunga matahari. Dia menatap sekeliling yang jauh berbeda. Ada tempat baru yang dibangun didekat rumahnya. Toko kaca telah menghilang digantikan sebuah bangunan baru yang terlihat sangat indah dari luar.

"Rumah siapa?" Tanya Mentari menunjuk rumah baru.

"Langit! Tapi nggak tahu tuh mau dikontrakin atau ditempati dia nanti. Katanya sih lagi nunggu orang buat diajak tinggal disana." Mama Mentari membawa barang-barang Mentari bersama suaminya.

"Langit? Langit kemana sih? Masih tinggal di rumah Abah?"

"Anak itu mau kemana? Cucu satu-satunya juga. Papa nggak dibawain oleh-oleh?" Tanya papa Mentari melihat barang anaknya.

"Di koper, ada banyak makanan terus baju. Mentari juga beli buat Raka adikku sayang. Kemana dia? Raka! Kakak udah pulang, nih! Masa kamu nggak sapa kakakmu ini!" Teriak Mentari masuk ke dalam rumah.

Salah satu pintu terbuka menampakkan sosok anak laki-laki yang memijat kepalanya mendengar teriakan Mentari.

"Berisik! Bisa diam nggak? Gue lagi buat projek penting!" Raka menatap kakaknya tidak suka.

"Kok tinggi banget! Aku sampai cuma sepundaknya aja. Kamu kangen nggak sama kakak?" Tanya Mentari memeluk adiknya yang bertambah tinggi.

"Nggak! Lo aja nggak kangen sama gue."

"Kangen dong! Di tempat kakak, kakak pasang wajah kamu dimana-mana. Mau bukti nggak? Aku punya fotonya."

"Nggak usah, nggak peduli. Sono jauh-jauh, lo bau!" Raka menutup pintu cukup kencang.

"Astaghfirullah, kamu berdosa sekali sama kakakmu ini. Aku bawain oleh-oleh, katanya kamu pengen patung dari Jogja. Kakak bawain, nih. Asli Jogja!" Teriak Mentari.

"Mana?" Raka membuka pintu lagi.

"Sini dong, kakak kangen sama kamu. Maaf ya baru bisa pulang sekarang. Kakak janji nggak akan kemana-mana lagi. Kita bisa main lagi." Mentari memeluk adiknya penuh kerinduan.

Mentari cukup menyesal tidak bisa melihat pertumbuhan Raka menjadi remaja yang sangat tinggi ini. Selama 10 tahun dia hanya bisa melihat foto Raka yang semakin bertumbuh. Raka memeluk kakaknya dengan isakan yang mulai terdengar.

"Hiskkk... Masa ninggalin gue gitu aja. Nggak pernah pulang, kirim uang, apalagi kabarin gue. Hiskkk..."

"Cup...cup... Bukannya ada Langit?"

"Bang Langit sama aja. Kalau kesini cuma mau tahu kabar lo aja. Gue males, hiskkk..."

"Kasian! Tapi kan main sama lo."

"Apaan! Orangnya aja cuma lihatin foto lo di hp mama. Terus gue main sendiri."

"Ya udah, gue kan disini sekarang."

Langit sama sekali tidak pernah menghubunginya atau bertukar kabar. Mereka seperti orang asing yang tidak pernah tahu satu sama lain. Mentari juga tidak akan heran jika Langit tidak bicara padanya sekarang. Mereka bukan lagi remaja, mereka sibuk pada hidup masing-masing. 10 tahun yang telah merubah segalanya.

🌞🌞🌞

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang