7. Lupakan saja!

109 18 2
                                    

"Kadang masa lalu akan jadi kenangan menyakitkan. Kuharap Aku bisa berdamai!"

🌞🌞🌞

Afika menatap Mentari yang serius mengerjakan tugas di laptop. Berbagai buku dan refrensi dari hasil browsing sudah dia dapatkan.

"Lo mau bicara apa?"

"Jawab yang jujur, ya!" Afika berdehem sejenak merangkai kata yang tepat.

"Hmm? Jangan tanya masalah gue sama Langit. Nggak ada apa-apa!"

"Itu masalahnya Tar! Semakin lo ngehindar darinya semakin gue penasaran sama lo, ini baru pertama kali semenjak kita temenan. Lo kayak berubah!"

"Apanya? Gue tetap makan 3x sama mandi 2x kalau niat."

"Bukan itu! Gini ya, walau gue sibuk sama para suami gue. Gue tahu lo ada sesuatu! Ya kali gue nggak sepeka itu."

Walau sering Afika yang selalu curhat tapi tak pernah sahabatnya berganti cerita. Pasti Mentari hanya akan menceramahi atau setidaknya memberikan masukan meski terdengar kasar. Afika tahu itu hal terbaik yang Mentari dapat berikan padanya. Sekarang dia yang akan mendengarkan cerita sahabatnya.

"Hah, lo dulu pernah tanya kan apa yang terjadi dulu?"

"Ya!"

"Mungkin kalau lo tahu, lo bakal ngejauh dari gue!"

Mentari menghentikan aktivitasnya dan menatap sahabatnya dalam. Ingatannya kembali kesaat-saat itu.

Flashback...

"Kita harus foto!" Mentari kecil menarik temannya.

"Untuk apa?" Temannya memandang Mentari heran.

"Ya, bial kita punya kenang-kenangan. Kalau udah besal kita bisa pajang di kamal. Kan lucu!"

"Bunda! Foto kita dong Bun!" Mentari menarik-narik rok seorang wanita.

"Baris dulu! Yang besar kiri." Wanita itu tersenyum begitu ramah pada dua orang anak kecil yang menggemaskan.

"Okey!"

"Aku yang tua lho!" Temannya tak suka.

"Tinggian aku, sana!" Mentari berdiri paling kanan.

"Ya udah!"

Mereka berjejer dan berfoto bersama. Senja yang paling membahagiakan untuk mereka.

Flashback end...

"Gara-gara gue semuanya jadi kayak gini!" Mentari tersenyum getir mengingat dengan jelas masa lalunya.

"Gue nggak ngerti!" Afika menatap sahabatnya penuh pertanyaan. Ada apa sebenarnya?

"Gue belum siap bilangnya apalagi waktu itu kami masih kecil. Kalau lo mau tahu besok kita ke rumah sebelah!"

"Gila, nggak mau! Serem tahu Tar! Gue aja merinding tiap lewat!"

"Ya udah, gantian nih. Tinggal susun aja sama tambah-tambahin."

"Oke!"

Mentari tersenyum masam, waktu itu dia ingat betul bagaimana kecelakaan itu terjadi. Tapi dia belum siap untuk menceritakannya kepada orang lain. Karena mungkin dia penyebab temannya pergi. Dia takut bagaimana orang-orang akan memandangnya walau bukan dia yang sepenuhnya salah.

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang