20

6.1K 417 15
                                    

"Aku tak ingat jika aku pernah mengundangmu untuk datang, ayah."

"Siapa dia?"

Wooyoung menatap datar ayahnya yang malah bertanya tentang siapa orang yang sedang duduk bersamanya sekarang. Entah dia hanya berpura-pura bodoh atau apa, seharusnya dia sudah tau tentang siapa San sebenarnya. Bahkan hampir semua pelayan disini adalah mata-mata ayahnya.

"Kau pasti sudah tau, mengapa masih bertanya? ingin memperjelas?"

"Jadi kau benar-benar memelihara seorang manusia hah?!"

"Iya, aku tak perlu persetujuanmu untuk melakukan apapun yang ingin aku lakukan."

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Wooyoung sekarang, itu tamparan yang cukup keras membuat Wooyoung sedikit meringis. Wooyoung mulai mengusap pipinya yang terasa panas sekarang, ia kembali menatap ayahnya.

Wooyoung membulatkan matanya terkejut melihat San tiba-tiba menahan pergerakan tangan ayahnya yang akan kembali menamparnya itu. Wooyoung tersenyum tipis, ia bahkan tak pernah menyangka jika San akan membantah perkataannya.

"Jangan menyakiti Wooyoung."

"Apa kau bilang?! kau bahkan hanya orang rendahan yang dipungut oleh anakku."

"Itu tak ada hubungannya dengan anda yang menyakiti Wooyoung sekarang."

"Sialan, kau benar-benar tak tau sopan santun!!"

Ayah Wooyoung memukul wajah San cukup keras, berbeda dengan tenaga yang ia gunakan saat menampar Wooyoung, pukulan yang diberikan pada San berhasil membuat ujung bibir San berdarah. Dan Wooyoung yang melihat itu hanya terdiam dan menatapnya dengan datar.

Wooyoung sebenarnya ingin membela San, hanya saja San bersikap nakal karena tak menuruti perkataannya untuk tetap duduk diam. Ia juga tak suka saat ayahnya itu memukul San cukup keras sampai meninggalkan bercak darah dibibir San.

Wooyoung mengalihkan pandangannya pada wanita yang dibawa oleh ayahnya itu, dia bahkan tak terlihat cocok dengan pakaian yang dia pakai sekarang. Terlihat seperti jalang dengan riasan wajah yang terlalu mencolok. Wooyoung beranjak dan berjalan mendekat pada wanita itu.

"Hentikan ayah."

"Itu tak ada hubungannya denganku, dia memang pantas mendapatkannya."

"Aku akan memberitahu ayah tentang kau yang pergi berkencan dengan pria lain."

"A-apa? kamu–"

Wooyoung menatap datar melihat ibu tirinya itu menurut padanya. Ia sebenarnya dapat menghentikan ayahnya, tapi tetap harus beradu mulut terlebih dahulu dan ia terlalu malas untuk itu. Wooyoung kembali berjalan ke tempatnya semula dan mendudukan dirinya dikursi.

"Sayang hentikan itu, bukankah kamu disini untuk memberitahu Wooyoung tentang perjodohannya."

Wooyoung mulai mengerutkan dahinya bingung saat mendengar apa yang diucapkan oleh ibu tirinya itu barusan. Ia kembali melihat ayahnya yang kembali menatapnya sekarang. Dan apa yang dia maksud tentang perjodohan itu.

Berbeda dengan San, ia mulai berjalan pergi saat dirinya disuruh pergi oleh ayahnya Wooyoung itu. Sebenarnya San bisa saja untuk tetap tinggal disana, hanya saja pembahasan yang akan mereka bicarakan itu terlalu pribadi untuknya yang hanya orang luar.

"Apa maksudnya itu ayah?!"

"Ayah akan menjodohkanmu dengan teman ayah."

"Tidak! sial, aku tak ingin dijodohkan."

"Ayah bahkan tak memberikanmu pilihan untuk dapat menerima atau menolaknya, Wooyoung."

"Ti–"

"Yeonjun, dia yang akan dijodohkan denganmu."

Tubuh Wooyoung tiba-tiba membeku saat mendengar nama Yeonjun disebut oleh ayahnya itu. Dia adalah satu-satunya pria yang dapat mengambil hatinya dulu, hanya saja dia hilang tak ada kabar dan berhasil membuat Wooyoung merasa kesepian selama hampir 2 tahun lebih.

"Sial, bahkan aku sudah tak ingin berhubungan lagi dengannya."

















San menghela nafasnya berat saat melihat pantulan dirinya didepan cermin, pukulan yang diberikan ayah Wooyoung padanya benar-benar meninggalkan bekas keunguan diujung bibirnya, bahkan ia tak menyangka jika itu akan meninggalkan bercak darah juga.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, ia berjalan kearah pintu dan membuka pintunya, ada Seyeon disana dengan es batu yang berada ditangannya. Sepertinya Seyeon juga melihat kejadian yang terjadi padanya.

"Ini bisa sedikit mengurangi rasa sakitnya."

"Terimakasih."

Cukup lama San menatap Seyeon yang sedari tadi mengompres wajahnya itu dengan sangat hati-hati disana. Hanya Seyeon yang selalu memberikan perhatian padanya, bahkan dengan perhatian kecil seperti ini saja sudah dapat membuat San merasa beruntung.

"Apa masih terasa sakit?"

"Sedi–"

"Apa yang kalian berdua lakukan disana."

My Pet : Sanwoo/WoosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang