"Aku akan pergi dan mungkin aku akan pulang terlambat."
"Kapan kamu akan pulang?"
"Tengah malam mungkin, kamu tak perlu menungguku."
Wooyoung sedikit mengerutkan dahinya saat melihat San memasang wajah murung disana. Jika ia bisa juga ia tak ingin pergi ke tempat perjodohan, hanya saja dirinya tak bisa dan harus benar-benar pergi karena ayahnya itu.
"Ingat San, jangan pernah melakukan hal apapun yang dapat menyakiti dirimu sendiri, kau mengerti?"
"Aku mengerti."
"Anjing pintar, aku akan pergi sekarang."
San mengangguk menjawab perkataan Wooyoung dan menatap kepergian mobil Wooyoung dari hadapannya sekarang. San sedikit menghela nafasnya, jika saja ia bisa menahan Wooyoung untuk tak pergi ia pasti akan melakukannya sedari tadi.
"Hanya saja aku tak bisa, bahkan tak akan pernah bisa."
San beranjak masuk kedalam rumah, ia bisa melihat banyak orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Apa yang harus ia lakukan sekarang dan lagi tiba-tiba dirinya ingin merokok. San berjalan pergi kearah kamar Wooyoung.
San membuka pintu kamar Wooyoung, meskipun tak sopan tapi mungkin Wooyoung tak akan mempermasalahkan dirinya yang masuk kedalam kamarnya itu. San masuk kedalam dan berjalan kearah laci kecil disamping ranjang milik Wooyoung itu.
"Apa dia akan marah jika aku mengambil rokoknya? tapi dia hanya berkata jika aku tak boleh menyakiti diriku saja."
San mengambil bungkus rokoknya dan mengambil 1 batang rokok disana, ia juga mengambil pematik yang ada didalam laci tersebut. San mendudukan dirinya dilantai dan mulai menyalakan rokok yang sudah berada dibibirnya itu.
"Sudah sangat lama sejak aku merokok terakhir kali."
San mulai menyesap rokoknya dengan perlahan, ia sedikit menyandarkan tubuhnya pada ranjang dan menatap ke langit-langit kamar disana. Meskipun dirinya sudah tak diperlakukan seperti hewan lagi, tapi ia masih tetap dikurung di rumah besar ini.
"Apa aku bisa pergi suatu saat nanti? dan jika memang bisa, apakah aku juga bisa meninggalkan Wooyoung?"
"Karena sejujurnya aku sudah mulai menyukainya."
—
Wooyoung tersenyum tipis. Ia sedari tadi memang sedang memperhatikan San dari layar ponselnya, ia tak menyangka jika San akan mencuri dikamarnya itu, tapi jika boleh jujur, San terlihat sangat tampan saat sedang merokok.
"Sepertinya dia akan selalu terlihat tampan saat melakukan apapun."
"Maaf, apa tuan berkata sesuatu?"
Wooyoung mulai mengubah ekspresinya menjadi datar dan sedikit melirik kearah supirnya. Ia mulai memasukkan ponselnya kedalam saku jasnya itu, ia bahkan terlalu fokus memperhatikan San dan tak sadar jika ia akan sampai sebentar lagi.
"Tidak."
"Mungkin aku akan menghukum pencuri kecil itu nanti."
Setelah beberapa menit diperjalanan, Wooyoung sudah sampai di restoran mewah yang cukup terkenal dikotanya. Ia beranjak keluar dari mobilnya dengan sedikit merapihkan pakaiannya itu dan mulai berjalan masuk kedalam.
Wooyoung diantar oleh salah satu pelayan yang berada disana menuju meja yang sudah dipesan oleh ayahnya itu. Dan sekarang ia sudah dapat melihat banyaknya orang yang sudah berkumpul disatu meja berbentuk bundar disana.
Wooyoung mendudukan dirinya disamping ibu tirinya itu tanpa melakukan kontak mata dengan orang-orang yang berada disana. Wooyoung hanya terus menatap lurus kedepan, bahkan ia tak ingin menatap salah satu orang dimeja itu.
"Wooyoung, kau yang terakhir datang, apa kau sengaja?"
"Aku sudah mengatakannya, aku sibuk."
"Sudah-sudah itu bukan masalah bagi kami, yang terpenting sekarang Wooyoung sudah datang."
Wooyoung hanya mengangguk menjawab ucapan ayahnya Yeonjun itu tanpa melakukan kontak mata juga. Ia sungguh malas berada ditempat seperti ini, tidakkah mereka bisa melakukannya tanpa ada dirinya.
"Kamu semakin tampan saja Wooyoung, berbeda dengan terakhir kali paman melihatmu, apa kamu tak merindukan Yeonjun? kalian sangat dekat dulu."
"Terimakasih atas pujiannya paman, aku ragu jika aku memang tak merindukan anak paman."
"Wooyoung."
Wooyoung memutar bola matanya malas, ia sedikit melirik pada ayahnya yang sedang tersenyum canggung itu pada orangtua Yeonjun. Ia bahkan yakin jika ayahnya itu hanya ingin mengambil keuntungannya saja dalam perjodohan ini.
Yeonjun sedari tadi terus menatap kearah Wooyoung, ia merasa Wooyoung tetap menggemaskan meskipun bersikap dingin seperti itu. Dan sepertinya Wooyoung kesal padanya karena ia meninggal Wooyoung tanpa memberi kabar.
"Tenanglah, aku tak masalah dengan ucapan Wooyoung, mungkin Wooyoung merasa kesal karena Yeonjun sempat meninggalkannya."
"Jadi bagaimana jika kita membahas pertunangan mereka sekarang?"
"Aku ke toilet sebentar."
Wooyoung beranjak dari duduknya dan berjalan pergi menuju toilet. Wooyoung menghela nafasnya pelan, ia bahkan terlalu malas untuk mendengar obrolan mereka tentang perjodohan atau pertunangannya itu.
Sesampainya Wooyoung di toilet, ia mulai mengambil ponselnya. Wooyoung sedikit menyeringai saat melihat San disana sedang mandi, bahkan ia tak pernah bosan untuk dapat melihat tubuh tanpa busana milik San itu.
"Wooyoung."
Wooyoung sedikit melirik pada cermin dan ia dapat melihat Yeonjun disana, entah apa yang dia lakukan disini, sepertinya dia mengikutinya. Wooyoung mendengus kesal, ia mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali.
"Hm?"
"Apa kamu benar-benar tak merindukanku?"
"Untuk apa?"
Yeonjun berjalan mendekat kearah Wooyoung yang sepertinya memang tak ingin melakukan kontak mata dengannya. Ia mulai memeluk Wooyoung dari belakang, mencium aroma tubuh yang sudah ia rindukan sedari kemarin.
"Aku merindukanmu."
"Lepas."
"Apa kamu tak menginginkan pertunangan ini?"
"Bukankah itu sudah jelas?
Wooyoung melepaskan tangan Yeonjun dari pinggangnya itu, ia berbalik dan mulai menatap datar Yeonjun disana. Wooyoung menarik kencang dasi Yeonjun untuk mendekat padanya.
"Ingat baik-baik Yeonjun, aku akan membatalkan pertunangan sialan ini."
Wooyoung berjalan keluar dari toilet meninggalkan Yeonjun yang tak merasa terganggu dengan ancaman dari Wooyoung. Yeonjun sedikit menyeringai, sangat berbeda dengan dulu, ia lebih suka Wooyoung yang sekarang.
"Semoga kau berhasil, Wooyoung."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pet : Sanwoo/Woosan
FanfictionSan dijual oleh kedua orangtuanya ke tempat perdagangan manusia untuk melunasi hutang mereka pada rentenir. San menghabiskan sisa hidupnya didalam kandang besi, San juga sempat berpikir untuk bunuh diri tapi ternyata kesialannya masih terus berlanju...