PART 05: HIKMAH DIBALIK SI BELANG LAHIRAN

67 6 0
                                    

Pagi-pagi sekali seantero kobong sudah dibangunkan oleh jeritan Naya. Entah apa yang terjadi di dini hari seperti ini.

"Ada apa sih?" Sofa terbangun, masih dengan wajah bantalnya ia mengucek mata.

"Entah." Aisha menggeleng lantas menyingkap selimut, jam masih menunjukan pukul 03.30 saat emperan bawah terbangun karena lengkingan Naya. Di lantai dua sudah terdengar kegaduhan yang masya allah cukup menyentil kekesalan.

Karpet sudah terlipat. Satu-persatu penghuni madrasah ini menaiki tangga guna melihat keadaan. "Ada apa sih?" Sofa sedikit emosi.

Aisha bisa melihat bagaimana lemari Naya dikerubungi oleh anak-anak, hingga ia tak bisa melihat ada apa didalamnya. Sedangkan Naya sendiri menangis dilahunan Sofa sekarang. Dengan menerobos beberapa orang, tak peduli dengan nyinyiran, Aisha akhirnya bisa melihat keadaan dalam lemari. Sukses membuat bibirnya bungkam seribu bahasa.

"GIMANA COBA CARA BERSIHINNYA?! POKOKNYA AKU GAK MAU LIAT DARAHNYA."

"Syuuut, syut! Tenang. Ini masih pagi, suara kamu kenceng banget Nay, kalo sampe kedengeran ke rumah Gus Adam gimana?" Sofa mencoba menenangkan, ia khawatir karena teknisnya rumah Gus adam dan Ning Salwa tak berjarak dari Asrama 2, nyaris menempel.

"Tapi Kak, gimana nasib baju aku?"

"Baju aku juga," tambah Tata yang duduk tak berdaya di belakang Naya, ia lemas karena teknisnya lemari itu dipakai oleh dirinya dan Naya, berbagi.

Sofa memijat pelipisnya. Keadaan sudah mulai tenang saat anak-anak asrama 2 bubar berganti memenuhi kamar mandi kini. Mencari solusi, Sofa menggiring kedua anaknya untuk melihat keadaan lemarinya.

Beberapa anak kucing sedang dievakuasi ke dalam kardus oleh Acha, sang ibu kucing masih terlalu agresif untuk dipindahkan ke dalam kardus hingga berulang kali berupaya mencakar tangan si pawang kucing.

"Ini gak cukup di lap aja, darahnya banyak, keknya harus disikat," ujar Sofa.

"Kita gak mungkin bisa bawa ini ke bawah, kalo aku minta tolong kak Rian boleh?" usul Tata. Rian adalah sepupunya, sekaligus ro'is disini.

"Terserah kamu." Dibalik jawaban singkat itu, susah payah Sofa menyembunyikan seutas senyuman diwajahnya tatkala hatinya menghangat saat nama Rian disebut. Kemudian hening, ketiganya kembali fokus memperhatikan Acha yang masih sibuk berkutat dengan ke lima anak kucing.

* * *

"Tadi pagi ada apa? Kedengarannya mbak santri setengah empat udah pada rame."
Ning Salwa tersenyum teduh menatap satu persatu muridnya yang menghuni asrama 2 sebelum beliau menutup kajian hari ini.

Aisha, Via, maupun Naya menunduk. Malu, bahwa keributan tadi pagi sampai terdengar ke rumah.

"Kucing lahiran di lemarinya Kak Naya sama Kak Tata," jawab Gendhis dengan suara pelan.

"Haduh, terus itu gimana bajunya?" Ning Salwa beralih menatap Naya. "Banyak pasti ya darahnya?"

"Iya."

"Kapan lahirannya, pantesan mbak santri pagi-pagi udah rame, berapa anak kucingnya?"

"Semalam waktu mati lampu, Ning. Anaknya lima."

"Waduh, banyak banget anaknya. Coba sebelum tidur tuh cek dulu pintu lemari udah ketutup apa belum mungkin gak bakal kejadian kaya gini," tutur beliau.

Naya hanya bisa tersenyum seraya menunduk.

"Terus gimana bersihinnya? Minta bantuan mang santri aja takut berat bawa lemarinya."

Kita Dalam Untaian Doa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang