Hari ini langit membiru, gumpalan awan yang seputih kapas berarak dari sisi langit ke sisi lainnya, beberapa burung melintas di atas sana seolah kepakan sayap mereka begitu ringan menjelajahi udara. Di bawah teduhnya pohon ketapang, tenangnya suasana tempat yang jarang terjamah oleh santri ini, Aisha memutuskan untuk menyendiri ditemani beberapa kitab dan tumpukan buku. Hari ini hari rabu, dimana dirinya harus lebih extra dalam menghafal, karena besok ujian kenaikan kelas sudah akan dimulai. Sebenarnya Aisha tak yakin, karena kejadian kemarin menguras banyak waktunya dengan sia-sia, akibat dari pulang 3 hari itu membuatnya kehilangan beberapa pelajaran, beruntungnya ada Via yang sudi membagi materi yang tertinggal dan ia tidak terlalu kewalahan.
"ينوب مفعول به عن فاعل # فيما له كنيل خير نائل"
"Dalam mabni lilmaf’ul/mabni majhul, maf’ul bih akan menggantikan posisinya si fail * Maka darisegi hukum dan amalnya akan sama persis dengan fa’il. Yang disebut Naibul fail."
Aisha menjeda agenda mutola'ahnya, sebab tiba-tiba saja dirinya ingin menulis sesuatu setelah membaca ayat dari nadzhom alfiah barusan. Meletakan buku nadzhomnya, ia lantas mengambil buku tulis dan pena untuk kemudian mengukir sebuah kalimat di atasnya dengan apik.
"Catatan hari ini...."
Allah tau kebahagiaan apa yang pantas untuk kita. Dan apa yang allah ambil darimu kemarin, adalah jawaban dari do'amu selama ini. Kau minta yang terbaik bukan? Dan allah memberimu sebuah rasa sakit karena pahitnya patah hati, itu karena allah tau, dia bukan yang terbaik untukmu, maka dengan begitu cara allah menjauhkan dia darimu. Patah hati bukan untuk kita jadikan alasan berhenti. Sebab pada dasarnya semua orang sudah mempunyai jodohnya sendiri, kemungkinan patah hati kemarin memberi petunjuk bahwa dia yang pergi adalah jodoh yang tidak tepat. Dan yang harus kita lakukan adalah memperbaiki diri sebisa mungkin agar kita cukup pantas saat kelak dipertemukan dengan jodoh yang tepat.
-Aisha. 11 Maret 2023
"Dih, apaan nih?" Aisha mengerutkan dahi sembari membaca kembali apa yang baru ditulisnya.
"Lagi ngapalin juga, kenapa malah oleng sana-sini," gumamnya, lalu gegas menutup buku itu dan kembali fokus membuka-buka nadzhom, mencari halaman terakhir yang dibacanya tadi.
Angin tiba-tiba saja bertiup kencang ke arahnya, hingga membuatnya memekik tatkala beberapa kitab terbuka dan menerbangkan setiap halamannya kemana-mana
"Aaaaa! EnggakenggakENGGAK!" Ia heboh sendiri dibuatnya, berlari kesana kemari memunguti lembaran kertas kuning itu. Ia yang terlalu panik sampai tak sadar dengan kehadiran wanita di depannya, alhasil dirinya yang tengah berjongkok terpental karena kepalanya berbenturan dengan kaki si gadis itu.
"Aisha?!"
Sementara yang dikhawatirkan malah membeku alih-alih bergegas bangun ketika Gissya mencoba menolongnya.
'Udah kaya siluman aja, datang pake bawa angin segala,' batin Aisha, yang sampai saat ini masih enggan memberikan respon.
Setelah sama-sama berdiri tegak, Gissya memberikan lembaran kitab yang telah ia pungut tadi lalu memberikannya kepada pemiliknya dengan perasaan tidak enak. Lama terdiam, Gissya akhirnya memberanikan diri membuka suara....
"Sha, aku mau bicara bentar."
* * *
"Aku paham. Enggak ada yang salah, karena pada dasarnya kita sama-sama egois, kita belum dewasa secara pola pikir sampai tidak memikirkan konsekuensinya dari pertengkaran kemarin. Sekarang, aku memaafkan dan juga minta maaf karena sebagai yang termuda belum bisa bersikap hormat kepada yang lebih tua. Sekarang kita hanya perlu intropeksi diri, dan mendewasakan diri sendiri untuk lebih realistis dalam berpikir dan membuat keputusan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Teen FictionBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...