Ini part sebenernya agak liar, ada kata-kata kasar yang gak pernah pantas diucapkan oleh seorang santri. Tapi fiksi tetaplah fiksi, jangan bawa-bawa realife ke part ini, karena yang kek gini cuma ada di cerita. Intinya, jangan ditiru lah. Saling menghargai dan tidak menjatuhkan, karena kita tidak tau bagaimana karakter orang ini, bahkan yang terdekat sedikit pun. Oke,,, have fun and happy reading♡
* * *
Gus Idris adalah satu-satunya kakak Ning Yuhan yang terkenal tak banyak bicara dan tak banyak tingkah, bahkan santriyah memberi julukan kulkas 2 pintu sebab aura yang dipancarkan lelaki itu betul-betul dingin. Meskipun demikian, ketampanan yang di milikinya selalu sukses meluluh lantakan hati para santriyah. Sifat dinginnya ini sebenarnya tak berlaku jika Gus Idris sedang bersama keluarga dan santri, sebab dulu sekali Ning Yuhan pernah bercerita bahwa kakaknya itu bukan tipikal orang yang cuek dan dingin, wajahnya yang selama ini selalu tampil selempeng jalan tol di depan santriyah adalah salah satu bentuk usahanya untuk menutupi rasa canggung dan malu-malu ketika berhadapan dengan wanita, terlepas dari sikapnya yang dingin Gus Idris ini sebenarnya memiliki sisi menggemaskan yang mungkin tak pernah terbayangkan dibenak siapapun. Dia manja.
Setelah terbebas dari sesaknya ruang tamu rumah Gus Adam, hal yang pertama Aisha lakukan adalah menghirup udara segar sebanyak yang ia bisa, meskipun nafas yang ia hembuskan tak bisa menenangkan keadaan. Awalnya, Aisha pikir kehadiran Gus Idris adalah sebuah bencana, sebab laki-laki itu datang di waktu yang tidak tepat dan hanya membuatnya semakin kehilangan harga diri. Tapi lain dipikirannya, kenyataannya lelaki itu sendiri yang mengeluarkannya dari kasus yang sampah ini.
Kini, tak banyak yang ia lakukan, kesaksian singkat Gus Idris barusan, sukses membuat otaknya loading cukup lama. Ia butuh mencerna terlebih saat laki-laki itu datang bak superhero yang menyelamatkannya, lalu kalimat-kalimat yang lelaki itu lontarkan berhasil membuat jantungnya nyaris jatuh menyentuh tanah, belum selesai sampai disana, meski tak kentara tapi pembelaan yang menjadi plot twist dalam persidangan itu sukses membuat jantungnya berdetak tak karuan. Entahlah, Aisha terlalu malas memikirkan hal itu meski sebenarnya ia sangat berterima kasih.
* * *
Saat ia mati-matian menahan kepalanya yang terasa berputar dan sakit bukan main, tiba-tiba seseorang menjambak kerudungnya dari belakang dengan kasar hingga membuat ia terjengkang jika saja dirinya tidak berpegangan. Aisha menoleh dengan tatapan nyalang begitu melihat pelaku yang menjambaknya.
"Bangga lo dibelain kaya gitu?! Seneng 'kan lo liat nama gue sekarang hancur?!"
Aisha kehabisan kata-kata, masih tak habis pikir dengan perilaku Gissya saat ini, apakah gadis itu menderita penyakit mental hingga membuatnya tak bisa merasakan kepuasan, apalagi yang diinginkan gadis itu padahal dirinya sudah sangat menderita sekarang.
"Gue benci sama lo! Benci banget sampe liat muka lo aja gue enek!"
"Gissya...?" lirih Aisha dengan tatapan tak percaya.
"Bisa gak sih lo berenti jadi saingan gue dimanapun tempatnya! Apa lo gak kapok udah gue kasih pelajaran waktu SMP? SMA? Dan sekarang lo masih betah jadi saingan gue?! GUE MUAK SHA!"
"OKE! GUE AKUI SEKARANG GUE SAMA IRSYAD UDAH JADIAN, GUE NGAKU, KALO GUE SAMA IRSYAD SEPAKAT RENCANAIN INI BUAT NGEJATUHIN ELO!"
Gissya menarik nafasnya yang memburu, lalu kemudian dia mendekat hanya untuk membuat Aisha mundur perlahan-lahan dengan sepasang mata memburam.
"Jujur gue iri sama lo! Gue gak suka setiap kali piket masayikh yang ditanyain sama mereka, yang dibahas sama mereka tuh tentang LO, LO, DAN ELO! Gue muak denger lo dipuji sana-sini! Asal lo tau... setiap kali mereka nanyain lo ke gue, hati gue sakit Sha, Hati gue sakit...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Teen FictionBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...