PART 13: KENAPA HARUS GISSYA?!

47 8 0
                                    

Pemakaman bunda kini benar-benar selesai. Dan membuka pintu kamar, lalu sunyi menyambutnya adalah sebuah rangkulan bahwa sudah seharusnya ia mengakhiri peran sebagai orang yang sok kuat seharian ini. Rasanya ia tak lagi mampu menahan sesak dalam dadanya, lantas begitu pintu terkunci, ia mengizinkan tubuhnya luruh menyentuh lantai disertai tangis yang menderu-deru sebab pahitnya sebuah kehilangan untuk yang kedua kalinya.

Dalam ruangan yang gelap ini, Aisha membiarkan dirinya rapuh serapuh-rapuhnya. Kehilangan papa sempat tidak ia terima, bahkan sampai saat ini ia masih menyalahkan dirinya atas kematiannya, dan kini bunda menyusul papa hanya untuk membuat dirinya semakin terpuruk. Memang, semua terpukul dengan meninggalnya bunda karena penyakit TBC yang merenggutnya, saat Agis dan Ridan begitu histeris meneriaki raga bunda yang perlahan didekap dinginnya tanah, lalu setelahnya mereka berhambur ke dalam pelukannya untuk meminta perlindungan, ia mati-matian menahan sesak agar tidak menjadi derai air mata, dan membiarkan dirinya menjadi orang terakhir yang menumpahkan kesedihannya saat ini.

Tak sampai disana, suara ramai bapak-bapak diluar adalah kenyataan pahit yang harus ia telan sekali lagi bahwa dirinya tidak sedang bermimpi buruk saat tahlilan akan benar-benar digelar untuk mendoakan mendiang sang ibu. Ia tak tau harus bagaimana lagi, ikhlas itu perih, ikhlas itu sakit, begitu dawuh sang murobbi, namun Aisha jelas tak sanggup untuk ini, ia masih mencoba berusaha mengikhlaskan kepergian papa dan kini harus kembali menanggung untuk mengikhlaskan bunda, apakah tuhan tidak tahu bahwa saat ini dirinya begitu tersesat kehilangan arah untuk mencari tempat dimana ia harus berlindung? Rumah yang ia impikan sudah raib terbawa hujan deras yang kini datang tanpa sepengetahuan.

Dan dalam gelegar petir yang menyambar-nyambar itu, ia meraih sebuah vas bunga diatas nakas lalu dilemparkannya begitu saja untuk kemudian ia pungut serpihan itu hanya untuk membuat darah perlahan merembes di lengannya.

Diluar kamar, ayah berdiri tegak  memandang lekat pintu berwarna cokelat legam itu, ia sadar selepas pemakaman selesai, putrinya menghilang. Jemarinya yang akan memutar kenop pintu menggantung begitu saja di udara, angin membisikan padanya untuk tidak menganggu gadis itu, ia sepenuhnya paham bahwa Aisha butuh waktu sendiri untuk mengurai semua kesedihannya setelah berperan menjadi kakak yang kuat bagi kedua adiknya. Jauh direlung hatinya, ayah ingin memainkan peran yang ia miliki, namun disisi lain ia tidak boleh egois karena putrinya yang sudah dewasa juga pasti butuh waktu sendiri untuk mencari ketenangan, walaupun tenang hanyalah sebatas andai yang tak diinginkan untuk saat ini. Padahal jika ayah datang ke kamar saat itu juga, mungkin darah tidak akan menetes sederas hujan yang sedang mengguyur bumi malam ini hingga gemuruhnya meredam kekacauan di kamar itu.

* * *

Selasa menjelang malam, tepat 2 hari setelah rumah ini berduka, rasanya tidak ada yang berubah selain suasana sendu dan sepi yang mematikan, mungkin yang berbeda ialah suasana dapur yang tak sehangat biasanya, kursi goyang yang berada didekat jendela mungkin kini merana karena ditinggal pemilik yang biasa mendudukinya, atau si Mengky yang merindukan belai kasih sayang dari majikannya. Juga rumah ini yang masih sering didatangi kerabat-kerabat bunda maupun dari keluarga papa.

Sedangkan dirinya? Entah, semenjak melihat bumi memeluk raga bunda, jiwanya turut mati dan terkubur bersamanya, hingga ia tak punya semangat apapun di dunia ini. Namun, notifikasi yang berdering di ponselnya saat ini bagai matahari yang kembali terbit diatas kepalanya setelah berlama-lama diguyur hujan. Masih dalam ketidakpercayaan, ia meraih benda pipih itu hanya untuk menatap username instagram yang mengirimkan pesan kepadanya. Bibirnya perlahan melekung dengan indah, meski senyuman terlihat tipis di matanya namun Aisha tetap terlihat cantik dengan wajah pucatnya.

Ia kemudian memilih duduk, bersandar di kepala ranjang seraya menarik selimut sebatas pinggang untuk mencegah dingin dari angin sore hari ini. Setelah dua hari merasakan mati rasa, jantungnya kini kembali berdebar, darah serasa kembali mengalir deras di tubuhnya, rasa ini sama, sama seperti ia melihat Irsyad di depan matanya. Sebelum ia benar-benar membuka pesan itu, ia merenung sebentar. Di pondok sudah waktunya liburan, buktinya beberapa akun media sosial teman-temannya aktif, ia lupa bahwa ada janji pada Sofa family untuk kerja bakti bersama-sama sebelum pulang, namun sepertinya keadaan memaksanya untuk mendahului keempat sahabatnya itu dan berujung tak menepati janjinya.

Dengan ibu jari yang bergerak pasti, beranda ponselnya perlahan menuntun ia masuk ke dalam ruang chat yang seketika membuat atmosfir kamarnya membeku, pergerakannya terhenti di tiga bubble panjang yang dikirimkan akun dengan username ...

Dy
Irsyad_alfatih . Instagram
325 pengikut . 6 postingan
Anda tidak saling mengikuti di Instagram

16 Feb 17.45

[Assalamualaikum?]

[Mbak tau saya siapa 'kan? Iya. Saya Irsyad yang digosipin dekat sama Mbak-nya. Maaf sebelumnya jika menganggu waktu mbak. Saya hanya ingin menyampaikan keluhan dan ketidak nyamanan saya selama ini. Saya sangat-sangat memohon bantuan mbak, untuk meredam gosip kedekatan kita dikalangan santriyah.]

[Untuk mbaknya, tolong jangan terlalu berharap sama saya. Jatuh cinta sama saya hanya akan mendapatkan sakit hati. Maaf mungkin ini agak sensitif, tapi apakah mbak enggak merasa direndahkan ketika santriyah menjodohkan mbak ke santri yang bahkan belum tau apakah dia suka atau enggak sama mbak-nya? Apakah mbak gak pernah berpikir bahwa bisa aja seseorang itu risih sama ledekan santriyah, bahkan tidak nyaman ketika dijodoh-jodohkan? Jadi tolong, saya tau adat santri bagaimana, gosip ini hanya akan padam jika mbak berhenti menyebarkan hoax tentang kedekatan kita yang bahkan saya gak pernah mengenal mbak.]

[Jujur saya risih. Maaf, mungkin ini terlalu frontal, tapi saya benar-benar ingin mengakhirinya saat-saat liburan seperti ini. Agar saya bisa kembali nyaman menjalani hari-hari di pondok. Sekali lagi, karena saya takut mbak-nya salah paham, saya benar-benar tidak pernah menyukai mbak-nya, bahkan tidak pernah menganggap serius gosip ini. Qodrat wanita itu dikejar, mbak. Bukan mengejar.]

Aisha bergeming. Ia tatap layar ponselnya dengan nafas tercekat. Tak percaya begitu saja, ia membuka profil akun lelaki itu dengan menggebu-gebu hanya untuk mendapati foto Irsyad dalam keadaan tersenyum seraya menabuh darbuka dalam lahunan, ia tatap wajah dalam layar itu untuk waktu yang lama seolah masih belum percaya dengan apa yang dikatakan lelaki semanis dia.

Sebuah pesan chat datang dari sepupunya bernama Fahri, dimana Fahri adalah teman Irsyad yang cukup dekat, bahkan mereka ada dalam satu kobong. Lelaki itu tiba-tiba saja mengirimkan 2 Voice note, padahal setaunya sepupunya itu sangat anti mengabarinya, namun yang satunya berwarna orange, menjelaskan bahwa pesan suara yang satunya adalah pesan terusan. Bulu kuduknya merinding bukan main, sekujur tubuhnya terasa panas. Jemarinya masih bergetar hebat saat Aisha memutar tombol play dan menaikan volume-nya.

'Sha. Kakak pikir kamu beneran jadian sama si Irsyad. Ternyata pas kakak chat sama orangnya langsung, jawabannya malah gini.'

Kemudian, voice note orange itu terputar tanpa persetujuan setelah pesan sebelumnya selesai.

'Sumpah, gue gak suka sama sepupu lo, Ri. Cewenya aja yang kege'eran. Gue sukanya sama sepupu lo yang satunya tuh, yang jadi badal piket di rumah Gus Adam sama si Tata.'

Detik itu juga nafasnya tersenggal, bulir air mata berlarian membentuk tangis parau yang tak terkendali. Ia pikir ini hanya sebatas haluan, namun tamparan dari pesan yang dikirimkan Fahri sudah sangat cukup untuk membuat hatinya hancur tak terbentuk. Diantara banyaknya manusia, diantara banyaknya wanita, diantara banyaknya santriyah, kenapa? Kenapa harus Gissya? Gissya, saudara yang menjadi saingannya selama ini?

Lihatlah, semesta semakin hari semakin semena-mena mempermainkan takdirnya.

* * *
TBC
To Be Continued

Kita Dalam Untaian Doa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang