PART 08: TENTANG HARI INI & KEMARIN

55 4 0
                                    

"Bisa tolong angkut setengah belanjaan ini ke motor?"

Lagi, Aisha kembali berakhir sama. Pada dasarnya ia hanyalah gadis yang layak disebut jago kandang, sebab dirinya hanya berani didalam, dan menciut diluar. Lebih baik memendam keinginan daripada menahan malu kelimpungan. Berinteraksi dengan sang pujaan hati adalah sebuah keinginan terbesarnya, tapi tetap saja jika Irsyad sudah didepan mata, lelaki itu ibarat sihir yang menghentikan dunia Aisha saat itu juga, dimana gadis itu hanya akan menunduk dengan tubuh beku, dan hanya debar jantung yang mampu mengutarakan semuanya. Ia ikhlas ridhokan Via menjadi badal impiannya selama ini.

"Silahkan."

Kemudian lelaki itu mengangkut beberapa kantong belanjaan untuk ditaruh di motor yang akan dikendarainya.

"Setengah aja gak papa, setengahnya biar kita yang bawa."

"Motornya masih muat. Santai aja."

Via tersenyum kikuk. "Makasih."

Irsyad hanya mengangguk. Lantas kedua gadis itu menyaksikan bagaimana motor supra-x warna biru yang dikendarainya melaju hingga perlahan menghilang ditikungan.

Dibawah langit biru cerah dengan pemandangan pantai yang memukau, lengkap dengan sayup-sayup suara ombak dari kejauhan, Aisha merasa dirinya seumpama bunga yang baru saja mekar, begitu indah dan benderang, hingga ingatan tadi pagi menjelma bagai kupu-kupu yang terus beterbangan mengerubunginya untuk menyedot nektar dari kelopaknya, yang bahkan kemanisan itu sendiri tak ingin ia bagi dengan siapapun. Terkadang ketika bercerita, yang kita harapkan dari si lawan bicara adalah sama-sama bisa merasakan apa yang kita rasakan, tapi keinginan selalu bertolak belakang, respon tak sesuai ekpetasi seringkali membuat kita kecewa bukan? Jadi, biarlah ia simpan rapat kejadian tadi pagi dalam memori ingatan bernama 'Tentang apa yang kurasa hari ini, dan kemarin'.

* * *

Cerahnya hari ini, sama cerahnya seperti senyum simpul yang Via lemparkan padanya sekarang. Gadis itu tampak riang, meski ia tau hari rabu adalah hari yang paling dibenci oleh sahabatnya. Sesederhana selembar kertas yang diberikan Zhara sukses membuat rabu Via terasa menyenangkan meski lelah selepas masak, hal itu tak dijadikan persoalan besar sebab lelah bisa menghilang sedangkan selembar surat ini harus diabadikan, setidaknya dirayakan dengan senyuman untuk menggambarkan betapa bahagianya Via mendapat permintaan maaf dari Zhara.

"Aku gak nyangka banget dia sampe kasih surat cuma buat minta maaf. Kan bisa ngomong langsung yah?"

"Malu kali."

"Tadi juga dia tiba-tiba ngomong gini, 'Besok aku dibistel, kayanya kak Rifki juga sekalian berangkat kesini'. Gitu katanya."

"Kapan?"

"Tadi pas lagi bagi jatah makan siang."

Penantian Via selesai sudah. Sang kekasih yang sangat di nanti akhirnya memberikan hilal keberangkatannya lewat sang adik. Darisini, Aisha diam-diam tersipu, malu menatap sahabatnya dengan tiba-tiba. Harusnya kemarin ia tidak terlalu berlebihan menunjukan bahwa dirinya benar-benar sedang mode rindu, lihatlah Via yang stay kalem ditinggal Rifki hingga tiga bulan lamanya, palingan dalam tiga bulan masih bisa terhitung jari sahabatnya mengeluh rindu sedangkan dirinya yang baru ditinggal seminggu saja sudah uring-uringan.

"Hari ini kok rasanya panjang banget yah, biasanya waktu berputar cepat." Via kembali bersuara memecah lamunan Aisha.

"Itu karena kamu lagi menunggu seseorang, makannya waktu kaya lamaaaa banget."

Via hanya tersenyum. "Udah gak kuat Sha, definisi rindu setengah mati inimah," rengeknya.

"Sabar, cuma nunggu besok, gak nyampe 24 jam."

Via hanya bisa memeluk Aisha sebagai tanda bahwa ia menyetujui perkataan gadis itu. Namun dalam diamnya, Aisha menghela nafas dalam-dalam. Ia tahu betul bagaimana Zhara, dan mendengar cerita Via barusan, ia yakin selembar surat itu hanyalah settingan yang didasari ketakutan Zhara sebab sang kakak akan segera berangkat kembali ke pondok. Ia sudah menerka ini sebelumnya. Sungguh lihai gadis itu melakukan drama.

* * *

Aisha terpaku ditengah keadaan yang memaksanya untuk memutar kembali ingatan beberapa tahun silam. Tangisan, jeritan, hingga balutan-balutan nasehat untuk upaya menenangkan berputar-putar berdengung di telinganya saat ini. Entah kenapa, tangannya tiba-tiba terasa mati rasa, keringat mengembun di jidatnya, sesak dalam dada, hingga perlahan matanya berkilau karena susah payah menahan tanggul air mata agar tidak tumpah ruah turut menangisi kejadian ini.

Anak itu terus histeris, Dila namanya. Tak ada yang ia sebut saat ini selain 'Mama, mama, mama'. Kepalanya terus bergerak gusar, bahkan ketika masayikh berdatangan pun ia masih tak bisa ditenangkan. Ia yakin setelah mengalami kejadian ini akan menyisakan trauma, lihatlah bahkan untuk membuka mata pun Dila seperti ketakutan.

"Saya menemukannya dipinggir jalan. Menurut penjelasan korban, dia tidak ingat apa-apa saat pelaku membawanya menaiki motor, kemudian korban tersadar saat motor sudah melaju cukup jauh ke arah hutan. Bahkan dalam kasus ini korban nyaris dilecehkan. Sepertinya pelaku menggunakan cara hipnotis untuk membawa korban. Saya tidak tau persis bagaimana korban bisa melarikan diri, kami akan menangani ini lebih lanjut setelah korban tenang."

Itulah penjelasan polisi dihadapan Gus Adam selaku keamanan di pondok ini. Sungguh, lelaki bejat mana yang tega menculik seorang santriyah yang polos lalu berniat melecehkannya, brengsek kelas kakap! Beruntunglah Dila berhasil menyelamatkan diri.

"Sha? Kamu baik-baik aja?"

Aisha mengangguk. Tapi jawaban itu tak cukup memuaskan bagi Via, ia mengamati gelagat sahabatnya yang kentara terlihat resah, kedua telapak tangannya mengepal dan keningnya penuh dengan keringat, bibirnya pucat namun gadis itu berusaha tetap tenang dan susah payah memberikan senyuman palsu. Menyadari bahwa saat ini Aisha sedang mengalami anxiety disorder dimana ketakutan yang hebat menguasainya Via gegas memeluk gadis itu.

"Bunda, Ya ...."

"Yakin, bunda kamu pasti baik-baik aja."

"Perasaan aku gak pernah bohong, Ya."

"Syuuut. Semua akan baik-baik aja. Percaya sama aku."

Genggaman tangannya terasa semakin rekat, mungkin itulah caranya untuk menenangkan, namun hal ini tidak berhasil mengenyahkan kekhawatiran Aisha saat ini.

* * *
TBC
To Be Continued

Kita Dalam Untaian Doa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang