"Cinta dalam bentuk sejati tak memiliki bahasa atau kata, ia hanya memiliki seribu satu tindakan yang berharap dapat kita jelaskan."
-Kahlil Gibran
* * *
Disaat Aisha tergelak bukan main melihat sobat karibnya nyusruk di kolam kaki, Via mati-matian menahan diri untuk tidak mengumpat ketika tubuhnya basah kuyup hingga lapisan-lapisan terdalamnya pun ikut basah. Bukannya iba dan tergerak untuk menolong, Aisha malah sebaliknya. Lihatlah, bahkan tawa gadis itu sekarang lenyap, percayalah tertawa tanpa suara is another level ngabrut alias ngakak brutal. Bukan hal baru, tapi cukup membuat Via jengkel melihat Aisha tertawa tanpa henti. Karena bagi Aisha, melihat orang yang terpeleset menjadi kesenangan tersendiri baginya, sebab ia suka melihat dimana ekspresi konyol tercipta ketika orang itu kaget dan berakhir terpeleset.
Beruntunglah kitab dan buku-buku terselamatkan sebab sepulang musyawaroh dari Asrama 1 Aisha memang sudah mengambil alih buku dan kitab milik Via mengingat gadis itu yang sudah tak berdaya diserang kantuk berat. Pulang ke kobong bukannya langsung menyapa bantal malah berenang, mungkin itulah alasan mengapa orang tua kita dulu selalu memerintah anaknya jika berjalan harus fokus liat apa yang kita pijak.
"Cepet ke kamar mandi, aku bawain handuk sama baju ganti."
"Cepetan!"
"Sabar napa, gerak aja belum."
"Dingin ni!"
"Makannya kalo jalan tuh fokus, jangan sambil tidur." Aisha kembali tergelak hanya untuk membuat Via melongos begitu saja ke kamar mandi.
* * *
Membuka pintu lemari, Aisha disambut oleh secarik kertas yang diletakan paling atas tumpukan baju milik Via. Ia sedikit termenung sebab surat itu berhasil membuat jiwa penasarannya meronta, hingga ia tak bisa menahan diri untuk membacanya.
Maaf.
Mungkin Kak Via berat buat maafin aku, tapi aku bener-bener minta maaf. Atas sikap aku selama ini yang kurang ajar bukan berarti aku gak setuju sama hubungan kak Via sama kak Rifki. Terlepas dari itu, aku gak mempermasalahkan kak Rifki yang mau deket sama siapa aja, tapi aku gak suka kalo udah liat kak Via dijodoh-jodohin sama Fatah, padahal jelas posisinya kak Via sedang menjalin hubungan sama kak Rifki, tapi kenapa kak Via gak pernah nolak atau marah kalo santriyah lagi ngejodoh-jodohin kakak ke si Fatah itu.
Itu aja yang mau aku bilang. Sekali lagi, aku minta maaf.
-zhara
Aisha tersenyum smirk. "Dasar bocil," gertaknya, gegas menutup pintu lemari dan menuruni tangga dengan tergesa.
Setelah memberikan baju ganti untuk Via ia lantas bergabung dengan Sofa family, Aisha menggolekan tubuhnya yang lelah, seraya mesem-mesem menatap plafon.
"Napa ni anak?" celetuk Gissya, melirik aneh pada Sofa, meminta jawaban yang dibalas hendigan bahu dari wanita itu.
"Aiiii... my baby odobs, KIYOWO!" Tiba-tiba Aisha kegemesan melihat Gissya menutupi kepalanya dengan kupluk hoodie dan membalut telapak kakinya dengan kaos kaki. Ia memeluk Gissya begitu erat layaknya guling.
"Apaan sih odobs?"
"Itu loh kak, boneka boncel warna-warni yang ngomongnya kek gak punya lidah," jelas Aisha sontak membuat Sofa yang mendengarnya geleng-geleng kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Fiksi RemajaBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...