Sampai pada puncak acara, santri maupun santriyah dikumpulkan untuk momen yang paling ditunggu-tunggu, yaitu pembacaan peringkat dan kelulusan. Setiap kelasan memenuhi jajaran depan dengan tetap memberlakukan ketertiban, santri maupun santriyah dipisah sebagai mana mestinya. Dan kini wali kelas satu-persatu mulai menaiki panggung. Sebelumnya, grup hadroh sudah melipir ke belakang, untuk memberi tempat bagi sang guru. Sebenarnya deg-degan juga sih, tapi masih ada saja yang sempat-sempatnya ngobrol juga bercanda. Pengumuman peringkat dan kelulusan dimulai oleh Ning Salwa selaku pemegang kelasan SP (Santri pemula) atau lebih jelasnya Kelas 1 jika diumpamakan perkelasan.
"Kira-kira siapa yang dapat peringkat pertama yah?" bisik Aisha seraya menyenggol pelan lengan Via dengan sikunya.
"Si Nada kayanya, karena aku denger-denger dia pinter di kelasnya."
"Semoga aja yah. Aku suka anak itu karena gak banyak tingkah, asik juga orangnya," lanjut Aisha.
"Iya sama. Tapi mau siapapun itu, aku bersyukur aja sih semoga angkatan SP sekarang berpotensi semua."
"Iya, meskipun pas santri barunya mereka sering nangis kejer minta pulang karena gak betah."
Keduanya terkikik geli.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...?"
"WAALAIKUMSALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH...."
Ning Salwa tersenyum manis. "Selamat malam, ibu, bapak santri yang sayang hormati. Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih atas kehadirannya yang sudah memeriahkan acara ini."
"Baik, saya sebagai wali kelas dari putri ibu-bapak ingin meminta maaf sebesar-besarnya jika selama mengaji dengan saya tidak memberikan banyak perubahan kepada mereka. Saya juga ingin meminta maaf jika selama putri ibu dan bapak mengaji dengan saya kadang ada fase dimana saya bersikap sedikit tegas kepada mereka, saya disini meminta keikhlasan hati jika ada kata yang sekiranya tidak terkontrol dan tidak mengenakan di hati terlontar kepada putri ibu dan bapak."
"Di ngapunten, pak... Buuuk?"
"Nggeh, diapunten Niiing..."
Ning Salwa terkekeh. "Alhamdulillah."
"Baik. Untuk mempersingkat acara saya akan langsung saja membacakan prestasi dan peringkat anak didik saya. Mulai dari peringkat ketiga, diduduki oleh Syafa!"
Para hadirin bertepuk tangan.
"Peringkat kedua diduduki oleh Viren!"
"Dan peringkat pertama diduduki oleh Nada!"
Kini tepuk tangan semakin meriah.
Ketiga gadis belia itu tersenyum bahagia. Kemudian naik ke atas panggung untuk menerima rapot dan ijazah tanda kelulusan dengan dibekali berbungkus-bungkus kata motivasi dari sang guru.
"Tuhkan bener kan?" Via begitu heboh ketika apa yang dikatakannya ternyata benar.
Pembacaan selanjutnya dibacakan oleh Gus Adam. Lalu setelahnya oleh KH. Muslim selaku wali kelas yang memegang kelasan Aisha. Dan masih di tempatnya gadis itu tampak sedikit murung, ia selalu menekankan diri untuk tidak berekspektasi tinggi, sebab jika tidak sesuai kenyataan akan sakit akibatnya. Maka ketika KH. Muslim mulai membacakannya, Aisha hanya bisa tersenyum dengan hati lapang, jaga-jaga jika dirinya pasti tidak akan mendapatkan peringkat tahun ini. Karena di kelasannya sendiri banyak yang pintar, dan apalah dirinya ini yang mempunyai otak pas-pasan.
"Saya akan bacakan peringkatnya mulai dari peringkat satu. Ini sudah mencakup semua nilai keseluruhan mulai dari ngaji subuh, dzuhur, isya. Baik itu hafalan, ujian tulis, kerajinan, kerapihan, dan sikap. Ada beberapa yang naik kelas dengan lulusan terbaik, tapi ada yang menempati peringkat satu dengan keseluruhan terbaik dan sangat baik, sepanjang saya mengajar..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Teen FictionBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...