"Aisha! Aisha! Aisha!" Anak-anak begitu heboh meneriaku namanya begitu botol berhenti berputar tepat menunjuk kearahnya.
Ia tersenyum hambar, padahal dirinya sengaja duduk di pojokan untuk menghindari arah botol itu, dan sialnya putaran kali ini malah berhenti tepat menunjuk kearahnya. Hari ini hari jumat, dan bisa dipastikan setiap santriyah yang piket masayikh akan pulang lebih awal dan banyak waktu luang. Contohnya sekarang mereka memanfaatkan waktu untuk bermain game. Tapi, entah kenapa semenjak kejadian kasusnya dengan Gissya, ia jadi membenci sebuah eksistensi keramaian seperti ini, jujur saja sebenarnya sekarang ia malas berkumpul untuk memainkan sebuah permainan ToD, tapi apa mau buat jika sofa family sudah menyeretnya layaknya kucing rumahan yang tak mau pulang. Ah, siapapun tolong selamatkan dirinya sekarang dari pertanyaan-pertanyaan tidak bermutu teman-temannya.
"Aisha truth or dare?"
"Truth," jawabnya dengan wajah tanpa minat.
"Okey! Aisha jawab!"
Si empu yang dipanggil tergemap.
"Santai... santai... santai..." Yang lain melerai dan menimbulkan gelak tawa sekitar, sebab saking semangatnya Gendhis tak bisa mengontrol kesabarannya, inilah sesi pertanyaan yang sangat ia nanti sebenarnya.
"3 pertanyaan aja," ujar Sofa.
"Ini dari aku, kamu harus jawab sejujur-jujurnya." Gendhis mengerling jahil yang mendapat side eyes dari Aisha. Alih-alih cepat melontarkan pertanyaan, gadis itu malah berancang-ancang sengaja agar memantik rasa penasaran yang ada disana. "Okey... Aisha, siapa orang yang lagi kamu benci dan jauhi diantara kerumunan ini?"
Cih, pertanyaan tak bermutu yang jelas mengundang peperangan, yang meski demikian diniatkan untuk bercandaan tapi tetap saja ini suatu pertanyaan yang tak bisa ia jawab.
"Menurut kamu kalo aku jawab jujur emang penting gituh demi keberlangsungan hidup kamu?" tanya Aisha pedas.
"Enggak juga sih, Sha."
"Yaudah aku gak bakal jawab."
"YEEEEE! GAK ASIK AH! MAINNYA SAVAGE!!!" soraknya.
"Ini cuma game, Sha. Ayolah, hiburan tau."
"Pertanyaan kamu ngundang peperangan tau." Aisha mencebik sebal.
"Gak lah! Kita dari awal sepakat gabakal ada yang baperan. Toh cuma game," jelas yang lain.
Ampas! Gak bakal ada yang baperan? tapi langsung dibawa perasaan, lalu diam-diam menyimpan dendam. Mereka pikir Aisha polos apa.
"Oke aku bakal jawab. Segitu keponya kalian." Yang lain akhirnya tersenyum senang penuh kemenangan. Dan sesi selanjutnya menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu sekarang. "Orang yang aku benci saat ini...."
"Gendhis!"
Gelak tawa seketika tak bisa dihindari ketika pertanyaan dari Gendhis justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Refleks gadis itu melorotkan bahunya dengan wajah nelangsa.
"Tega banget Sha benci sama orang seimut aku." Gendhis mulai bertingah, yang justru tampang sok imut itu menyulut emosi orang-orang yang melihatnya.
"Udah-udah! NEXT!" Via mengalihkan topik.
"Aisha jawab jujur--"
"Emang kapan sih aku bohong perasaan daritadi disuruh jujur mulu," celetuknya hanya untuk menyebarkan gelak tawa.
"Kamu lagi suka sama siapa sekarang?"
Do you get dejavu?
"SKIP!" tukasnya. Karena memang topik ini lebih sampah dari topik-topik sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Novela JuvenilBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...