Part ini agak panjang yah, sorry kalo gak nge-feel. Butuh waktu buat nulis part 22 dengan jumlah 2023 kata. Happy reading, and have fun♡
* * *
Siang itu langit tampak temaram sebab tiba-tiba saja awan hitam berarak tanpa pemberitahuan. Mendung hari ini, sama mendungnya dengan suasana hati Aisha, bahkan lebih pekat. Dengan langkah terseok, dirinya digiring oleh Tyas dan Sofa menuju rumah Gus Adam, lengkap bersama Gissya yang turut andil dalam persidangan. Sepanjang jalan, sindiran dan hujatan tak pernah lepas dari telinga kanan maupun kirinya, ujaran kebencian itu tiada henti-hentinya semenjak ia keluar dari kantor kemarin. Sampai detik ini.
"Tunggu dulu!" Suara lantang di belakangnya sukses membuat langkahnya terhenti sekaligus membuat bulukuduknya meremang begitu saja. "Jangan bawa Aishaa!" pekik Via.
Aisha tak kuasa menoleh tatkala Sofa melepas genggaman di lengannya hanya untuk menghampiri Via di belakang. "Via masuk! Jangan ikut campur!" sergah gadis itu.
Apa yang dilakukan Via? Aisha mohon tolong jangan semakin memperkeruh isi pikirannya. Tak ada yang salah dengan apa yang dilakukan Via sekarang, tapi pembelaan gadis itu membuatnya semakin tak berdaya.
"Enggak! Aku gabakal masuk tanpa Aisha!"
"Jangan membuat masalah ini semakin runyam Via, masuk!"
"Aku akan masuk kalo Aisha ikut."
Sofa mengurut pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. "Berhenti kekanak-kanakan. Jangan bersikap layaknya anak kecil yang tak tau hukum!"
Via tertawa culas. "Apakah ini yang dinamakan hukum? Menghakimi orang yang sama sekali tidak bersalah--"
"AISHA SALAH VIA! DIA BERSALAH DALAM KASUS INI KARENA SUDAH MELANGGAR PERATURAN PONDOK!"
"TERUS KAKAK PIKIR AKU PERCAYA GITU AJA, BAHKAN SEORANG SAKSI YANG MENJELASKAN SEKALIPUN?! AKU GAK PERCAYA, SEEEDIKIT PUN! Dan lebih gak percaya, liat kakak yang seolah-olah mendukung mereka tanpa mencari bukti terlebih dahulu." Via tertawa sinis.
Sofa menghela nafas lelah. "Pengakuan Aisha kemarin udah cukup."
"DIA BOHONG!" tukas Via lantang. "SEMUA ITU KEBOHONGAN APA KALIAN PAHAM?! DIA GAK MUNGKIN BERANI MELANGGAR ATURAN PONDOK! DIA GADIS BAIK-BAIK TAPI KALIAN DENGAN TEGANYA MENJADIKAN DIA KAMBING HITAM! APA KALIAN TIDAK PERNAH BERPIKIR? BISA SAJA YANG MELAKUKAN ITU ADALAH ORANG YANG ADA DISAMPINGNYA, ATAU DI BELAKANGNYA!" cerca Via dengan membabi buta teruntuk orang-orang yang sedari kemarin tidak pernah henti-hentinya menghina Aisha.
Sepasang bola mata Gissya berlarian kesana kemari, bibirnya tiba-tiba saja pias dan dirinya diserang kekhwatiran yang hebat saat Via tiba-tiba saja berkata demikian. Seharusnya, sebelum bermain lebih jauh, ia terlebih dahulu mengamankan anak ini yang notabene bumerang dalam susunan rencananya untuk menjatuhkan Aisha. Menghindari pembicaraan lebih jauh, Gissya lantas berderap cepat ke arah pertengkaran, lalu melerai Sofa darisana.
"Udah kak, jangan dengerin Via."
Sandiwara macam apa ini? Melihat raut wajah Gissya yang dibuat-buat itu membuat Via tak kuasa menahan mual. Harusnya, sejak dulu ia tak pernah memaafkan gadis itu dengan alasan apapun, karena orang yang terlahir licik selamanya akan licik. Dan suatu kebodohan baginya telah memperbaiki hubungan mereka di masa lalu, untuk kemudian kembali hancur sekarang karena alasan yang sama.
"Via masuk! Jangan menghambat proses sidang, jika kamu ingin Aisha selamat dari hukuman, kumpulkan bukti, dan serahkan semuanya dihadapan Gus Adam. Kakak tidak memihak siapapun disini, karena pada dasarnya orang yang melanggar peraturan memang butuh pelajaran." Tepat setelah berkata demikian Sofa pergi dari hadapan Via dan bergegas membawa Aisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Untaian Doa (END)
Teen FictionBudayakan vote dan coment sebagai tanda dukungan❤️ Ketika Aisha Putri Adila menginjakan kaki di Pondok Pesantren An-Nur dengan pemandangan pantainya yang menjadi ciri khas lekat, ia bertemu dengan Ahmad Idris Assegaf, seorang Gus tampan berhati ding...