PART 30: RINDU YANG MENGGEBU

52 7 0
                                    

Menstruasi terkadang menjadi hal yang paling ditunggu oleh Aisha, karena dengan begitu ia mempunyai lebih banyak waktu untuk menghafal. Tapi ia membenci penyakit yang akan membersamai jalannya masa haid ini, karena perutnya akan terasa seperti di peras habis, dan itu berpengaruh pada suhu tubuhnya yang akan mendidih juga lambungnya yang terasa perih bukan main. Semua pengaruh dari haid di hari pertama ini sedang ia alami saat ini, itulah mengapa ia terpaksa absen dari kegiatan piket dan mengaji.

Tak lama, Via datang membawakan botol beling berisi air panas, dengan bubur di tangan yang satunya. Kemudian gadis itu membalut botol belingnya dengan kain dan menempelkannya tepat di perutnya hanya untuk menghantarkan pendar hangat, berharap sedikit mengurangi rasa sakit pada perut bawahnya.

"Sarapan dulu nih."

"Taruh aja, nanti aku makan."

"Mau aku suapin?" tawar Via prihatin.

"Enggak, gak usah aku bisa sendiri."

"Tck, gak usah sok-sok'an. Bangun aja gabisa kamu," omel Via. Akhirnya Aisha hanya bisa pasrah ketika satu sendok bubur sudah ada di depan bibirnya.

"Mau beli obat? Badan kamu panas loh, Sha. Obat warung aja yah? Nanti aku cari di kantin."

"Kiranti, atau enggak oskadon aja, Ya."

"Oke nanti aku beli. Abisin dulu buburnya."

"Tapi, Yaaa..."

"Kenapa?"

"Udah. Aku mual."

"Baru juga 4 suap. Paksain."

"Udah," mohonnya.

"Diem, nih 3 suap lagi."

* * *

Pagi-pagi pukul enam, Ustadzah Aminah sudah turun ke dapur untuk menggarap bahan-bahan olahan untuk pesanan ketring hari ini. Ketidakhadiran Aisha di dapur jelas membuatnya kerepotan, dan membubuhkan tanda tanya orang-orang rumah. Mungkin pertanyaan abi pagi ini menjadi pembuka bagi orang-orang yang lain untuk turut menanyakan hal yang sama. Mulai dari Gus Husein, Gus Daim, Gus Hamim, dan Gus Nizar tak luput untuk menanyakan keberadaan Aisha. Tapi Umi dengan sabarnya menjawab dan menjelaskan bahwa hari ini Aisha absen dengan alasan sakit. Si bungsu akhirnya terpaksa meluncur ke dapur untuk membantu, disusul Idris setelah lelaki itu selesai mengajar jadwal ngaji pagi santri laki-laki.

"Mbak Aisha kemana, dek?"

Mungkin, saat itu pertanyaan Gus Idris menjadi penutup dalam pembahasan absennya Aisha hari ini. Karena diantara yang lain, lelaki itu menjadi orang terakhir yang mengobati rasa penasarannya.

"Mbak Aisha lagi sakit, jadi absen."

"Sakit apa?"

"Badannya panas, maag-nya kambuh."

"Dari kapan? Padahal kemarin masih bisa kesini."

"Semalam mungkin, kebetulan semalam aku gak nginep di kobong jadi gatau."

"Udah dikasih obat belum?"

"Yeee, abang nih. Kan aku udah bilang aku gak nginep di kobong! Jadi gak tau! Lagian kepo banget sih, suka yah sama mbak Aisha?"

"Dih sok tau, ngegas aja dasar bocil!"

"Aku bukan bocil yah! Udah gede juga!" Ning Yuhan yang kepalang kesal memanfaatkan kegiatannya saat ini dengan menyipratkan air ke arah Gus Idris.

"Gak seru! Mainnya pake air. Basah loh ini!"

"Biarin, lagian aku bukan bocil, wleee!"

Gus Idris menggeleng tak habis pikir.

Kita Dalam Untaian Doa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang