Happy Reading!!!
***
Terlalu penasaran dengan sosok yang Bian ceritkan, Falysa akhirnya menerima tawaran Bian untuk bertemu dengan Ashlyn.
Gadis sembilan tahun itu ternyata bersekolah di sekolah negeri yang tidak terlalu jauh dari komplek perumahannya. Alasan yang kemudian Falysa pahami kenapa sang kakak belakangan ini lebih sering pulang ke rumah di bandingkan apartemennya. Padahal biasanya Bian selalu malas jika pulang ke rumah. Karena selain jaraknya yang jauh, sang mama selalu merongrong Bian soal pernikahan. Tapi belakangan Bian seakan tidak peduli dengan jarak yang harus dia tempuh, juga omelan sang mama yang membuat lelah terasa semakin bertambah. Meskipun omelan itu jarang Bian dapatkan karena selalu pulang saat sang mama telah terlelap. Dan ketika omelan itu datang pagi-pagi, Bian akan mengabaikannya. Mempercepat sarapan lalu bergegas pergi.
Sekarang Falysa tahu alasannya.
Ya, karena pagi ini, Falysa ikut serta bersama kakaknya. Mengunjungi sebuah toko bunga yang tidak pernah Falysa perhatikan ada di sana.
Awalnya Falysa kira Bian akan membeli bunga lebih dulu, tapi ternyata ia salah, karena justru memang di sanalah sosok yang di tuju.
Kedatangan Bian di sambut dengan ceria oleh gadis yang Falysa temui di Mall hari itu, dan Bian menerima sambutan itu dengan pelukan sukacita. Membuat diam-diam hangat menyelusup hatinya. Hingga tak lama kemudian seorang wanita dewasa menghampiri mereka. Tidak. Lebih tepatnya memanggil Ashlyn untuk sarapan.
Dalam diam Falysa menatap wanita itu. Cantik. Nilainya dalam hati. Tapi harus Falysa akui bahwa wanita bernama Zinnia itu tidak lebih cantik dari tunangan Bian saat ini. Hanya saja Falysa dapat menemukan kelembutan dan ketulusan dari sosok yang digilai kakaknya.
Tidak ada obrolan yang berlangsung selain Bian yang mengenalkannya sebagai adik pada dua perempuan beda generasi itu. Zinnia hanya menanggapi dengan anggukan dan senyum singkat, setelahnya mengajak mereka sarapan bersama. Yang tentu saja Falysa tolak karena ia sudah sarapan di rumah. Namun tidak dengan Bian, karena pria itu justru dengan semangat berjalan menuju dapur dan makan dengan lahap bersama Ashlyn. Tidak peduli bahwa sebelumnya Bian telah menghabiskan sepiring nasi goreng yang dibuat sang mama.
Interaksi hangat Bian dan Ashlyn di meja makan membuat Falysa menyadari bahwa kakaknya benar-benar berharap bisa berkumpul bersama anaknya juga perempuan yang melahirkan Ashlyn.
Falysa memang tidak melihat adanya interaksi berarti antara Zinnia dan kakaknya, tapi Falysa dapat menemukan binar penuh cinta dari manik Bian yang tertuju pada perempuan di depannya. Sementara Zinnia lebih banyak menunduk, atau hanya menanggapi sekenanya saja. Tapi itu tidak lantas menutupi perasaan yang Zinnia punya.
Sebagai mahasiswi psikologi, Falysa tahu gestur-gestur seperti itu. Ia tidak kesulitan dalam menebak. Apalagi dengan Zinnia yang sepertinya tidak begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Tidak perlu orang pintar untuk mengetahui betapa dua sosok itu masih saling mencintai.
Bian memang tidak perlu lagi di tanyakan sebab pria itu sudah mengakui bahwa hingga hari ini masih begitu mencintai kekasih masa remajanya. Dan dari cara Bian menatap Zinnia, Falysa tidak meragukan itu. Kakaknya masih benar-benar mencintai Zinnia. Bahkan tidak Falysa temukan tatapan kakaknya yang seperti ini saat memandang Aruna.
Pada Zinnia, Bian terlihat benar-benar mendamba dan penuh cinta, sementara pada Aruna Bian hanya terpesona, selebihnya terlihat hampa meskipun tawa ada di antara bibirnya.
Falysa tahu, karena ia sering memperhatikan. Falysa sering mengamati orang-orang di sekitarnya. Bukan bermaksud tak sopan, Falysa hanya ingin memahami karakter seseorang. Dan kakaknya yang sering Falysa perhatikan. Itulah kenapa Falysa bisa mudah mengartikan tatapan Bian. Dan untuk menilai Aruna dan Zinnia tidak begitu sulit untuknya, meskipun Falysa sadar penilaiannya bisa saja melenceng. Tapi untuk sekarang Falysa yakin baik Aruna mau pun Zinnia adalah sosok yang sama-sama baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
General FictionDiawali dengan kenikmatan, lalu berakhir dengan kekecewaan semua orang. Cinta itu kadang menyesatkan. Hadirnya bukan semata untuk memberi kebahagiaan, sebab derita pun menjadi bagian di dalamnya. Banyak hal yang Zinnia korbankan. Banyak pula penderi...