Love Destiny - 36

2.4K 156 9
                                    

Happy Reading!!

****

“Laki-laki itu bukan yang menghamili kamu ‘kan Zi?” tanya sang kakek dengan nada penuh selidik mendapati Mario datang bersamanya dengan niat menjenguk sekaligus bertemu dengan Ashlyn yang teramat di rindukan. Sudah lebih satu minggu mereka tidak bertemu dan Mario memiliki janji memberi gadis kecil itu oleh-oleh sepulangnya dari luar negeri.

Sebenarnya tadi Mario berniat menjemput Ashlyn ke sekolah seperti biasa, tapi ketika menghubungi Zinnia demi memastikan kepulangan Ashlyn, perempuan itu mengatakan bahwa Ashlyn libur dan sedang berada di rumah sakit menemani opanya.

Zinnia yang saat itu kebetulan akan kembali ke rumah sakit setelah mengantar pesanan bunga milik pelanggan, memanfaatkan Mario untuk mengantar, dan setelahnya di sini lah mereka berada, di rumah sakit, di mana kakek Zinnia masih perlu di rawat.

Sejujurnya siapa pun tidak bisa membawa orang sembarangan ke lantai khusus ini, tapi berhubung Mario sudah terlanjur tahu mengenai lantai ini dan anggota keluarganya, jadilah Zinnia tidak memiliki alasan untuk tidak mengajak Mario menjenguk kakeknya. Lagi pula niat Mario baik, dan Zinnia yakin Mario tidak akan menyebarkan apa pun mengenai keluarganya.

Tersenyum lembut sebelum menjawab tanya sang kakek, Zinnia lalu duduk di sisi pembaringan pria tua kesayangannya itu. “Bukan Kek. Ini dulunya kakak kelas aku. Karena orangnya menyenangkan dan bikin aku nyaman, jadi aku angkat dia sebagai kakak aku,” cerita Zinnia seraya mengedipkan sebelah matanya ke arah Mario. “Dia juga yang selalu bantu aku sejak aku kembali ke kota ini,” tambahnya masih dengan senyum yang sama. “Dan, dia juga yang selalu nemenin aku mantau rumah,” sambung Zinnia sedikit lirih. Dan tanpa suara Zinnia mengucapkan terima kasih pada Mario, yang pria itu tanggapi dengan anggukan kecil.

“Lalu ke mana pria itu?”

Tahu siapa yang di maksud, Zinnia kembali menarik tipis sudut bibirnya. “Ada.” Begitu saja jawabannya. Dan Zinnia tahu bahwa pria tua yang sudah terlihat lebih sehat dibandingkan kemarin itu tidak puas dengan jawabannya. Tapi Zinnia tidak berniat menjawab lebih. Bukan apa-apa, Zinnia hanya belum bisa menceritakan secara keseluruhan mengenai Bian pada kakeknya yang sedang sakit. Takut kisahnya membuat pria itu semakin drop. Tapi Zinnia tetap menjawab saat kakeknya kembali bertanya. Meski singkat-singkat.

“Tahu mengenai Ashlyn?”

Zinnia mengangguk. “Dia menyayangi Ashlyn.” itu adalah fakta, karena bagaimanapun selama ini Zinnia tidak menutup mata. Ia melihat jelas bagaimana pria itu menyayangi anaknya. Begitu pula dengan Ashlyn yang meski sempat kecewa, tapi telah menerima Bian dalam hidupnya.

“Lalu kamu?”

Sejenak Zinnia hanya diam, tidak begitu paham dengan yang sang kakek maksud, tapi kemudian Zinnia mengangguk mengerti, lalu tersenyum kecil tanpa memberi jawaban apa pun. Membuat pria tua itu mendesah pelan dan memilih menutup obrolan mengenai Bian. Toh dirinya pun sadar membahas pria itu hanya akan membuatnya emosi, dan itu tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Sebagai kakek yang telah kehilangan cucunya selama sepuluh tahun, ia berharap Tuhan memberinya sedikit lagi waktu untuk tetap sehat dan dapat berkumpul bersama anak, menantu, cucu, dan juga cicit, yang meskipun hadirnya dari sebuah kesalahan akan tetap dirinya sayangi sepenuh hati. Sebab ada darah keturunannya yang mengalir pada anak perempuan itu.

Ashlyn. Anak itu begitu manis, pintar, ceria. Mengingatkannya pada sosok Zinnia kecil yang lahir memberi warna baru dalam kehidupannya saat itu. Cucu perempuan pertama yang dimilikinya tepat satu tahun sang istri pergi meninggalkannya. Zinnia bagaikan lentera baru yang membuatnya kembali bangkit dari kesedihan yang menyiksa.

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang