Love Destiny - 29

2.5K 144 10
                                    

 Happy Reading!!!

***

“Kalau kamu belum bisa ketemu Aruna gak apa-apa. Tapi aku boleh bawa Ashlyn ketemu Aruna ‘kan?”

Dan sejujurnya Zinnia ingin mengatakan ‘tidak’. Zinnia benar-benar takut anaknya menyukai Aruna setelah mereka bertemu dan tidak keberatan perempuan itu menjadi ibu kedua. Zinnia takut Ashlyn kemudian meninggalkannya. Memilih kehidupan bersama sang ayah dan ibu tirinya yang mampu memberi kebahagiaan yang sempurna.

Zinnia benar-benar takut hal itu terjadi meskipun ia yakin Bian tidak mungkin tega memisahkannya dari sang putri. Tapi bagaimana jika Ashlyn merasa nyaman dengan ibu tirinya?

Meskipun baru dua kali bertemu Aruna, Zinnia dapat menilai bahwa Aruna perempuan baik dan penyayang. Tidak menutup kemungkinan Ashlyn nyaman dan menyukainya. Anaknya itu mudah akrab dengan siapa pun. Apalagi Bian sudah memiliki rencana menikahi Aruna. Ashlyn yang ingin sekali tinggal bersama ayahnya juga pasti akan senang hidup bersama mereka. Dan Zinnia harus apa? Zinnia tidak mungkin tega merenggut kebahagiaan putrinya. Jadi, Zinnia harus bagaimana?

Dan sekarang, melihat langsung bagaimana Ashlyn berinteraksi dengan Aruna, membuat ketakutan itu semakin nyata. Tubuhnya bahkan sampai bergetar saking takutnya. Langkahnya tidak mampu Zinnia lanjutkan hingga membuatnya hanya berdiam diri di luar restoran dengan tatapan nanar pada sosok sang putri yang terlihat senang bercanda dengan perempuan cantik di sisinya.

Tawa Ashlyn terlihat begitu polos. Aruna pun terlihat menyukai si kecil di sampingnya. Membuat satu pemikirannya benar-benar terjadi. Dan ini yang justru paling menakutkan baginya. Aruna menerima Ashlyn. Itu menjadi kemungkinan besar ia kehilangan putrinya. Sementara Bian, tidak dapat Zinnia lihat bagaimana ekspresi pria itu sekarang. Tapi ada kemungkinan bahwa Bian tersenyum memperhatikan anak dan calon istrinya akrab. Tidak menutup kemungkinan Bian senang hingga tak perlu lagi ragu untuk menikahi Aruna.

Tidak sanggup dengan pemikirannya sendiri dan apa yang dilihatnya saat ini, Zinnia berbalik memunggungi kaca restoran yang membuatnya dapat melihat segala aktivitas di dalam sana. Air matanya tak lagi bisa di bendung dengan sesak yang benar-benar menyiksanya.

Seharusnya semalam ia benar-benar mengatakan 'tidak' pada Bian yang izin membawa Ashlyn-nya bertemu Aruna, bukan malah mengangguk meski dengan berat hati. Sekarang, setelah melihat bagaimana putrinya akrab dengan wanita yang di gadangkan akan menjadi pengantin Bian, Zinnia ketakutan. Ia menyesal telah mengizinkan Bian membawa putrinya bertemu perempuan itu. Zinnia menyesal. Zinnia ketakutan.

Menutup mulut dengan kedua telapak tangan untuk mencegah isakannya keluar, Zinnia kemudian berlari, menjauhi restoran tanpa menemui Bian dan Aruna di dalam seperti niat awal ia datang.

Sepanjang malam Zinnia sudah mempertimbangkan untuk bertemu dengan tunangan Bian. Seharian ini pun Zinnia terus memikirkan dan mempertimbangkan, hingga akhirnya ia memutuskan untuk datang. Meminta Bian menyebutkan tempat mereka akan bertemu. Zinnia benar-benar datang, tapi tidak bisa benar-benar menemui mereka. Sebab hanya melihat dari kejauhan saja Zinnia sudah luar biasa sesak. Bagaimana jika ia benar-benar berada di sana? Duduk berhadapan dengan Aruna dan Ashlyn yang terlihat akrab. Sungguh, Zinnia tidak setegar itu untuk menyaksikannya secara nyata.

“Tolong … tolong jangan pisahkan aku dari anakku,” ucap Zinnia lirih begitu sambungan teleponnya di terima oleh Bian. “Jangan pisahkan aku dari anakku,” ulangnya dengan isak tertahan. Tidak sama sekali Zinnia menghiraukan tanya Bian di seberang sana. Dan tanpa mendengarkan tanggapan apa-apa dari Bian, Zinnia memutuskan sambungan begitu saja, lalu meluruhkan tubuhnya di kursi beton yang ada di pinggir jalan, menunggu taksi yang akan membawanya pulang ke rumah.

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang