Happy Reading !!!!
****
Zinnia mengerutkan kening melihat Bian yang melangkah ke arahnya dengan senyum lebar, yang bukannya membuat Zinnia terpesona tapi malah justru ngeri. Senyum itu terlihat mencurigakan, dan Zinnia mulai was-was ketika tinggal beberapa langkah lagi Bian akan tiba di depannya.
“Nih,” beberapa tangkai bunga anyelir yang sebelumnya bersembunyi di belakang punggung Bian terulur di depan wajah Zinnia yang sontak mengerutkan keningnya. Menatap Bian dengan sorot tak paham. Sementara pria itu masih setia dengan senyum lebarnya.
“Apa ini?”
“Flower,”
“Aku juga tahu kalau itu bunga,” Zinnia menyahut seraya memutar bola mata. “Maksud—"
“For you.” Sela Bian, mengghentikan kelanjutan kalimat Zinnia. Membuat perempuan itu pelan-pelan mengatupkan bibirnya, menatap lurus pada Bian dengan sorot sedikit linglung. Zinnia masih kesulitan mencerna apa yang Bian katakan. Sampai akhirnya ruang yang semula terbentang cukup lebar sedikit demi sedikit menyempit. Zinnia sampai harus mendongak untuk menatap Bian yang berdiri kaku tepat dihadapannya. Jantungnya yang sejak awal tidak bisa tenang, semakin tidak dapat di kendalikan. Debarannya benar-benar membuat Zinnia meringis. Semantara kedua tangannya mengepal kuat di masing-masing sisi tubuhnya demi menahan kegugupan.
“Bi,” cicit Zinnia pelan, bermaksud meminta pria itu mundur barang selangkah saja agar ia bisa mendapatkan oksigen dengan leluasa. Karena sungguh, kedekatan ini membuatnya tidak bisa bernafas dengan normal. Lebih tepatnya perasaannya yang membuatnya seperti ini. Dan sialannya Bian tidak memahami itu. Pria itu malah justru kembali melontarkan kalimatnya.
“Aku yakin kamu tahu makna dari bunga yang aku bawa ini, Zi,”
Tentu saja. Karena itu juga yang membuatnya tidak bisa berkata-kata dengan debar jantung yang menggila. Anyelir merah dan putih. Zinnia tahu pasti apa itu artinya. Dan tatapan mata Bian berhasil memporakporandakan perasaannya yang susah payah Zinnia bentengi.
“Dan lewat bunga ini aku ingin kamu tahu bagaimana perasaan aku, Zi,”
“Bi—”
“Aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat mencintai kamu,” lagi, Bian memotong kalimat Zinnia. “Biasanya orang pakai bunga mawar untuk mengungkapkan perasaannya ‘kan Zi? Tapi aku gak mau pakai bunga itu,”
“Ke—kenapa?” Zinnia menanggapi penasaran. Dan itu diam-diam membuat Bian tersenyum.
“Karena tangkai mawar itu berduri. Aku gak mau duri itu menyakiti kamu dan juga diriku sendiri. Makanya aku kasih kamu bunga Anyelir ini. Aku rasa luka yang kita rasa sudah cukup banyak. Aku gak mau menambahnya. Aku gak mau cintaku kembali menyakiti kamu, begitu juga dengan cinta yang kamu miliki. Makanya aku gak pilih bunga mawar meskipun bunga itu mekar cantik di kebun milikmu,”
Sejak tadi Bian memang berada di belakang rumah Zinnia bersama Ashlyn, putrinya itu sedang menggambar bunga-bunga milik ibunya yang tumbuh cantik dan terawat. Bunga yang kini masih berada di tangannya pun Bian dapatkan di kebun bunga milik Zinnia, yang meskipun tak luas tapi terlihat cantik dan tertata rapi sesuai kelompoknya.
“Aku tahu aku salah. Aku telah mengkhianati cinta kita dengan membawa Aruna ke tengah rasa yang belum selesai diantara kita. Aku salah karena telah menarik Aruna untuk mengembalikan kewarasanku. Aku salah karena telah mengambil langkah gegabah menjadikannya tunangan di saat aku belum sepenuhnya yakin bisa menghilangkan kamu dari pikiran, dari hati dan kewarasan. Aku terlalu takut. Takut kegilaan benar-benar mengambil alih akal sehatku,”
Gara-gara mimpinya yang kembali datang setelah sekian lama tenggelam, Bian memutuskan untuk mempercepat langkahnya menjadikan Aruna kekasih. Parasnya yang cantik membuat Aruna menjadi incaran banyak laki-laki, dan itu membuat Bian sedikit cemas. Bian tidak yakin akan ada perempuan lain lagi yang mampu menarik perhatiaannya seperti Aruna. Karena itulah Bian akhirnya memutuskan untuk mengikat Aruna dalam sebuah hubungan yang jelas, berharap Aruna dapat menjadi obat seperti yang dirinya harapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
General FictionDiawali dengan kenikmatan, lalu berakhir dengan kekecewaan semua orang. Cinta itu kadang menyesatkan. Hadirnya bukan semata untuk memberi kebahagiaan, sebab derita pun menjadi bagian di dalamnya. Banyak hal yang Zinnia korbankan. Banyak pula penderi...