"Ini desain kostum yang saya bikin!" Sadam menunjukkan beberapa desain yang dia kerjakan lama.
"Bagus, kak! Kakak siapinnya kapan?"
"Udah lama! Saya suka cerita kamu terus saya buat desain-desain yang sesuai. Maaf kalau saya buat lebih dulu."
"Iya, nggak apa-apa kak. Saya juga nggak nyangka ada yang tertarik sama cerita saya. Tapi saya boleh usul nggak kak?" Tanya Airani menatap satu desain.
"Apa?"
"Ini, tokoh wanitanya bagus tapi dia kurang kelihatan jahat. Saya bayanginnya tokoh perempuan jahat terus kejam gitu tapi dia baik. Banyak yang salah paham sama dia karena dia penyihir. Beda sama ini, dia tokoh jahat tapi wajahnya saya bayanginnya baik. Kakak paham maksud saya? Saya bingung jelasinnya!"
"Oh, saya paham. Kamu jadi banyak bicara kalau bahas ini semua."
Airani menunduk dalam dan memainkan kakinya yang tidak berhenti diam. Apakah itu sebuah pujian atau hanya sekedar pembicaraan tanpa tujuan? Dia melirik Sadam yang mencoba membuat desain lainnya yang sesuai dengan apa yang Airani pikiran. Meski mereka baru bertemu beberapa hari ini, bagi Airani pertemuan ini akan terus dia kenang. Dia tidak akan menyangka bisa sedekat ini dengan Sadam. Mungkin takdir baik baru saja menghampiri dirinya.
"Kamu udah lama di Jakarta? Bukannya kamu orang Yogyakarta?" Tanya Sadam disela-sela menggambarnya.
"Baru 2 tahun ini."
"Punya saudara?"
"Punya adik perempuan!"
"Gitu, masih sekolah?"
"Baru kelas 1 SMA." Airani merasa baru saja mendapatkan interogasi dari seseorang.
"Kamu kapan suka tulis-tulis cerita?"
"Waktu SMP kak! Saya suka bikin cerita tentang ini itu. Yah, masih nggak bagus sih, tapi saya rajin nulis di platform itu. Kakak dari kapan suka gambar?" Tanya Airani.
"Waktu SD, saya suka gambar apa aja terus waktu SMA saya coba ikut pemeran. Dari situ saya berpikir buat komik sampai sekarang. Gimana kalau yang ini?" Sadam menunjukkan kembali gambarannya.
"Wah, keren! Bagus kak! Gambaran Kak Sadam pasti bagus-bagus kayak gini." Airani tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Dia tidak menyangka karya tulisnya berubah menjadi bentuk nyata. Dia jadi paham bagaimana perasaan seseorang yang mendapati karyanya berubah menjadi penuh gambaran yang begitu nyata. Airani mengusap wajahnya, dia harus bersemangat membantu Sadam membuat karya yang luar biasa nantinya. Begini saja membuatnya sangat terharu. Apalagi jika tiga episode itu benar-benar di rilis. Dia pasti akan membanggakannya pada semua orang bahwa dirinya bekerja bersama Sadam Sastranegara.
"Kenapa Ran?"
"Kalau kakak udah selesai gambar nanti. Saya tolong kabari, saya mau jadi orang pertama yang lihat gambaran Kak Sadam!"
"Harus kamu dong! Apalagi yang perlu saya tambahin?" Tanya Sadam.
"Kalau ini..."
💌💌💌
"Kamu kerja di Indojuni?"
"Iya, setahun ini saya kerja disana. Jadi mungkin saya nggak tentu bisa ketemu Kak Sadam bahas projek ini. Maaf, ya kak!"
"Nggak apa-apa, kamu juga punya kesibukan lain selain ini. Kita ganti aja hari atau nggak kita bisa video call. Saya sih nggak sibuk selain buat gambar-gambar." Sadam tersenyum dan membukakan pintu untuk Airani.
"Makasih, kak!"
Airani begitu gugup masuk ke dalam mobil Sadam. Hatinya begitu penuh dengan ribuan gelitikan saat dia dan Sadam hanya berdua saja di dalam mobil. Sebenarnya dia ingin pulang sendiri tapi Sadam berniat untuk mengantarkannya pulang ke kostan nya. Airani menahan debaran jantung yang begitu terdengar di telinganya. Bagaimana bisa dia mendapatkan kesempatan seperti ini?
"Saya lihat cerita kamu yang lain. Cerita kamu bagus-bagus, Ran. Jujur aja saya tertarik buat cerita lainnya."
"Hmm... Saya masih amatiran kak. Saya juga suka cerita Kak Sadam. Apalagi tentang fantasi, saya suka banget! Tapi saya nggak suka ending di cerita terakhir Kak Sadam."
"Kenapa?"
"Saya kira ceritanya bakal good ending. Tapi jadi sad ending."
"Hahaha... Kamu dendam juga sama saya? Banyak yang dendam karena akhir ceritanya kayak gitu. Saya bilang sama kamu, sebenarnya saya punya akhir bahagia buat mereka tapi editor saya suruh saya ubah karena kalau dipikir-pikir nggak akan sesuai sama plot ceritanya yang dark. Kalau akhirnya bahagia kurang aja."
"Siapa editor kakak? Saya bakal protes!"
"Ada, jangan kesel sama dia. Lagian saya juga setuju sih, mau tahu nggak akhir bahagianya? Saya bakal kasih tahu kamu nanti!"
"Beneran? Kakak punya cerita bahagianya? Biar saya nggak jadi hujat kakak sama editor kakak."
"Punya, nanti saya kirim link nya! Biar kamu nggak dendam lagi."
"Kalau gitu, saya bisa tenang sama mimpi indah. Saya kepikiran terus sampai saya mau protes di IG kakak. Tapi saya nggak jadi, soalnya saya malu."
"Pfttt.... Kenapa malu? Kan tinggal tulis aja!"
"Soalnya bakalan buat kakak nggak suka sama saya. Nanti Kak Sadam pikir macam-macam sama saya, saya hargain karya kakak jadi saya nggak mau hujat. Kakak pasti kerjainnya susah payah sampai kakak sakit lama. Gambar juga nggak semudah itu. Bukan hanya fisik aja yang ke kuras tapi otak juga. Saya yakin kakak berusaha keras sajiin ending itu buat cerita kakak. Jadi saya nggak jadi tulis."
"Tapi kenapa kamu bilang ke saya sekarang?"
"Hmm... Soalnya ketemu langsung terus saya jadi tahu kalau bukan niat kakak buat ending kayak gitu. Lagian saya bakalan di kasih link buat lihat akhir bahagianya. Jadi saya semangat sekarang! Nanti jangan lupa kirim ya, Kak!"
Sadam tersenyum dan mengangguk kecil. Dia menutup mulutnya dan mengemudikan mobilnya dengan senyuman yang tidak ada henti-hentinya keluar. Dia tidak akan lupa untuk mengirimkannya pada seseorang yang begitu bersemangat saat ini.
💌💌💌
Salam ThunderCalp!🤗
Jangan lupa like, komen, dan share!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Author In Love ( END )
RomanceBagaimana jika seorang penulis amatiran bekerja sama dengan seorang komikus? Kisah manis yang akan menemani kalian semua! 💌💌💌 Ini sekuel dari Toko Kaca!