29. Selamat Datang

92 13 0
                                    

"Hehehe... Airani tante!"

"Panggil bunda aja, teman-temannya Diptha juga gitu. Masuk nak, nanti biar barang-barang kamu di masukin ke kamar. Kamu belum makan kan?"

"Belum! Hehehe..." Airani tertawa malu-malu.

Ternyata Bunda Diptha jauh lebih muda dari apa yang Airani pikirkan. Dia pikir usianya hampir sama dengan ibunya tapi ternyata beda. Wajah Bunda Diptha masih seperti ibu-ibu yang punya satu anak SMA.

"Diptha! Teman-teman kamu mana?"

"Nanti sore mereka kesini!" Jawab Diptha ikut masuk mengikuti bundanya.

"Mereka ini! Ayo nak! Bunda udah masak banyak, makanan jawa. Kamu suka kan? Kata Diptha kamu lahap makannya waktu itu. Jadi bunda buat lagi yang sama, kamu aslinya orang mana?"

"Orang Jogyakarta! Mas Diptha bilang apa lagi bunda?" Airani melihat Diptha dengan begitu kesal.

"Bilang kalau kamu..."

"Bun, ada dua orang tadi di mobil. Nanti tolong buatin minuman buat mereka." Pinta Diptha.

"Oh iya! Kamu makan dulu sama Airani. Bunda siapin dulu buat mereka." Bunda Diptha tersenyum dan pergi menuju dapur.

Airani menatap Diptha penuh rasa kecurigaan, pasti orang ini telah memberitahu hal yang tidak-tidak pada bundanya. Tidak mungkin Diptha akan panik seperti ini. Airani memicing melihat Diptha yang menuju meja makan.

"Mas!"

"Iya?"

"Kamu ngomongin saya apa sama bunda? Pasti Mas Diptha jelek-jelekin saya ya?" Tanya Airani.

"Siapa bilang?"

"Bilang aja mas! Ayo bilang!"

"Saya nggak bilang apa-apa Ai!"

"Bohong! Jangan nipu saya!"

"Saya nggak nipu kamu!"

"Huhh... Awas ya kalau saya tahu Mas Diptha jelek-jelekin saya. Awas aja!" Tangan Airani terkepal begitu erat.

Dia akan melakukan banyak hal nantinya. Mungkin membuat hidup Diptha tidak akan tenang contohnya. Airani tersenyum kecil, sekarang dia memiliki banyak dendam pada seorang Diptha.

💌💌💌

"Arghttt... Kenapa nggak bilang buat ini?" Airani memeluk satu persatu karakter The Capten yang menjadi versi besar seperti dirinya.

Airani menatap anak-anaknya yang begitu besar seperti dirinya. Dia akan bisa melihat mereka setiap hari kalau begini. Mandangin anak-anaknya dan berkerja keras untuk menyelesaikan cerita The Capten sampai akhir. Diptha memperhatikan Airani dan tersenyum lebar.

"Kamu suka?"

"Suka banget! Kapan buatnya?"

"Saya langsung buat pas kita ketemuan. Soalnya saya perlu gambaran mereka semua. Nanti sore teman-teman saya datang, mau saya bantu beresin barang kamu?"

"Nggak repotin?"

"Nggak! Kamarnya nggak sebesar itu tapi cukuplah untuk kamu tinggal. Kamarnya ada disini, kamar mandinya ada di dalam. Kalau mau cuci, bisa di atas. Pakai aja mesin cuci saya."

"Jadi nggak enak ini! Kalau kamar yang lain?" Airani melihat sekeliling. Kenapa rasanya hanya ada satu kamar disini?

Katanya ada kamar-kamar lain. Tapi hanya ada ruangan besar berisi alat-alat Rimba Studio yang begitu banyak. Tempat-tempat untuk beristirahat juga pantry untuk membuat kopi dan cemilan. Sungguh, Airani sangat suka tempat kerja seperti ini. Rasanya jauh lebih hangat dan nyaman. Apalagi ada anak-anaknya yang terpampang nyata.

"Ada di ruangan lain! Ini memang cuma ada satu! Kamu nggak apa-apa kan sendiri disini? Kamar saya sama bunda ada di rumah sebelah."

"Nggak apa-apa! Lagian juga tinggal buka pintu langsung masuk ke rumahnya Mas Diptha. Kenapa buat kantor kayak gini mas?"

"Soalnya biar deket sama bunda saya."

"Ohhh... Jadi bantuin? Paling cuma angkat kasur terus lemari. Hehehe... Soalnya kos saya kosongan dulu." Airani membuka pintu dan mendapati kamar yang begitu berantakan.

Dia harus menatanya lagi di tempat ini. Airani menyingkirkan barang-barang pribadinya ke sisi lain. Jangan sampai Diptha tahu kardus-kardus ini.

"Mas Diptha! Tolong angkat kasur sama lemari! Tenang mas, lemari saya ringan banget. Jadi aman!"

"Mau ditaruh mana?"

"Kasurnya deket jendela aja, kalau lemarinya disana. Kalau dibuka, luarnya apa?" Tanya Airani mencoba membuka jendela.

"Kebunnya bunda saya. Bunda sering nanam tanaman. Tapi jangan sering-sering dibuka, banyak nyamuk sama ulat soalnya."

"Hah? Apa? Ohhh... Oke! Kalau gitu kasurnya nggak jadi deket jendela. Di pojokan aja." Airani mundur untuk tidak membuka jendelanya.

Padahal dia sangat ingin memiliki kasur didekat jendela. Tapi apa boleh buat, dia juga takut ada banyak ulat nantinya masuk ke dalam kamarnya terutama kasurnya.

"Padahal cuma ulat lho Ai!"

"Saya nggak takut, tapi saya nggak mau gatal-gatal! Tapi kayaknya kamar ini baru ya mas! Masih bau cat."

"Saya kan baru renovasi."

"Gitu? Mau lihat kamar mandinya ah! Eh, bukannya ada kamar mandi juga diluar. Kenapa nggak buat satu aja di luar?" Tanya Airani membuka pintu kamar mandi.

"Itu khusus buat anak-anak kerja. Ini khusus di dalam kamar."

"Bagus mas! Ada showernya juga, WC nya juga WC duduk bukan jongkok. Kalau di kos saya ini mahal mas! Ada wastafelnya lagi juga cermin."

"Emang di kos mu nggak ada?" Tanya Diptha mengangkat lemari.

"Nggak ada! Punya saya minimalis. Kalau saya nggak nempatin, ini mau dipakai apa mas? Tetap kamar buat temannya Mas Diptha atau Mas Diptha sendiri?" Tanya Airani menutup pintu kamar mandi.

Tempatnya juga luas tidak seperti yang Diptha katakan. Dia bahkan bisa menaruh semua barangnya dan masih memiliki sela cukup banyak. Pasti kamar ini kamar untuk Diptha jika dia tidak datang.

"Kamar saya!"

"Yahh, malah saya pakai! Nggak apa-apa nih?" Tanya Airani membuka kardusnya berisi barang-barang si hitam.

"Pakai aja, kamar saya juga masih bagus."

"Kamar Mas Diptha yang mana?"

"Kenapa tanya?" Tanya Diptha berhenti mengangkat kasur.

"Cuma tanya aja! Tapi nggak usah deh, buat apa juga saya ke kamarnya Mas Diptha?"

"Kamar saya di lantai atas. Naik tangga, ada dua kamar, kiri punya adik saya, kanan punya saya."

"Kok saya dikasih tahu?" Airani mengambil boneka si hitam dan mencari lagi barang yang dia perlukan.

"Kamu pasti butuh saya!"

"Sok tahu! Emang kenapa saya butuh Mas Diptha?" Tanya Airani membuka kardus lain.

"Kamu nggak akan tahu Ai! Mungkin sekarang kamu nggak butuh, tapi pasti ada keadaan kamu butuh saya. Mana yang harus dipindah lagi?"

"Meja sama kursi."

Tapi kapan dia membutuhkan Diptha? Airani menggelengkan kepalanya, jika dia butuh Diptha pasti hanya perlu telpon saja.

💌💌💌

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Author In Love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang