39. Menjauh Darimu

80 12 0
                                    

"Bunda, saya nggak ikut jalan sehat ya! Saya ada urusan tiba-tiba."

"Kamu ada urusan apa?" Tanya Bunda Diptha sudah bersiap dengan setelan untuk jalan sehat.

Airani mengusap lengannya, dia hanya ingin pergi menghindari Diptha. Dia juga sedang tidak ingin bertemu Diptha lebih dulu.

"Saya ada kerjaan lain! Saya juga harus revisi novel saya. Maaf ya Bun! Ini kupon dari Mas Diptha saya kasih ke bunda aja!" Airani menyerahkan kupon undian.

"Ya udah nggak apa-apa! Hati-hati ya di jalan! Doain bunda supaya menang!"

"Aamiin! Udah saya doain. Saya pergi dulu ya Bun!" Airani tersenyum dan mencium tangan Bunda Diptha.

Dia berjalan keluar dan menemukan tiga orang yang sudah memakai baju untuk jalan sehat. Airani tersenyum dan berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Jangan sampai Abbas dan Parta bertanya hal lebih padanya.

"Lho kok nggak pakai baju buat jalan sehat? Nggak ikut?" Tanya Parta.

"Saya ada urusan. Semangat ya nanti! Jangan lupa menang!"

"Mau kemana?" Tanya Abbas.

"Ada kerjaan di luar. Saya harus urus cerita saya True Love. Nanti kalau memang kasih tahu ya! Saya pergi dulu!" Airani melirik Diptha yang tengah memperhatikannya.

Dia memalingkan wajahnya dan pergi menuju motor yang sudah menunggunya. Untuk beberapa hari ini saja, dia tidak ingin melihat wajah Diptha beberapa saat. Tentu saja dia marah. Marah karena lari dari masalahnya sendiri. Tapi Airani bisa apa. Dia juga kebingungan dengan isi otak dan hatinya sendiri.

"Sesuai aplikasi ya pak!"

💌💌💌

"Cerita kamu bagus, cuma saya pikir ini kurang adegan romantis. Ada banyak tempat yang bisa kamu sisipin Ran!"

"Dimananya mas?"

"Semuanya! Kamu nggak lihat email saya? Saya udah tandain bagiannya Ran!"

Tukkk...

"Auhh... Saya lupa! Mas Kalil nggak tahu ya saya sibuk!" Airani mengusap kepalanya yang diketuk dengan pena milik Kalil.

Dia juga lupa memeriksa emailnya sendiri selama ini. Airani memang salah sampai lupa email Kalil yang harusnya dia prioritaskan. Tapi mau bagaimana lagi? Dia memang lupa. Airani meringis sedih melihat banyaknya revisi dari Kalil. Sepertinya dia harus menambahkan banyak adegan romantis dimana-mana. Tapi apa? Otaknya buntu!

"Saya beri waktu seminggu!"

"Kok lama?"

"Mau tiga hari? Saya juga yakin kamu kesusahan seminggu ini. Otak kamu itu isinya cuma adegan saling berantem. Heran saya sama kamu! Kamu masih mau yakin nerbetin cerita ini?" Tanya Kalil meminum kopi.

"Yakin! Seminggu kan! Saya coba!"

"Oke, kirim ke email saya minggu depan. Kalau kamu nggak kirim, mending kamu nggak jadi aja buat novel ini! Yang rugi juga kamu bukan saya atau kantor."

"Mas Kalil itu kejam ya sama saya?"

"Iyalah! Itu tugas saya!"

"Saya usahain!" Airani menatap tulisannya.

Adegan romantis? Seperti apa? Tiba-tiba dia mengingat sesuatu di otaknya. Airani mencari kertas dan menulisnya.

Adegan pisau, adegan jaket, adegan mobil, adegan...

"Arghttt..."

"Kamu kenapa?" Tanya Kalil terkejut mendengar Airani berteriak kencang.

"Nggak ada! Lagi mikirin adegan aja!"

Tapi kenapa semuanya adegannya bersama Diptha yang terlintas? Airani malah bingung sendiri dengan isi otaknya. Kenapa dia terbayang-bayang atas perlakuan Diptha kepadanya?

💌💌💌

"Oke!"

Airani membuka pintu rumah, dia harus segera mendengar penjelasan dari Diptha. Semuanya. Dia jadi tidak fokus bekerja karena tingkah laki-laki itu. Airani ingin meluruskannya agar mereka tidak seperti orang yang bermusuhan.

"Ran! Ran!"

"Bunda ada apa?"

"Diptha sakit! Badannya panas banget! Bunda harus apa sekarang? Abbas sama Parta udah pulang! Ini gimana?"

"Panas? Kok bisa?"

"Bunda nggak tahu! Kayaknya kepanasan tadi waktu jalan sehat. Diptha emang gampang sakit."

Airani berlarian menuju kamar Diptha, dia membuka cepat pintu dan mendekati Diptha.

"Mas?" Airani menyentuh tubuh Diptha yang begitu panas apalagi dahinya.

Tidak normal. Panasnya tidak normal.

"Tadi bunda cek panasnya 38 an lebih!" Bunda Diptha menghampiri anaknya.

"Kita bawa ke rumah sakit!" Airani mengeluarkan handphonenya dan menelepon seseorang.

"Hallo! Apa mbak?"

"Parta balik! Balik sekarang! Kamu dimana, Mas Diptha sakit nih! Saya nggak bisa bawa mobil!"

"Aduhh saya lagi aja sampai sama Abbas. Diptha sakit apa? Tadi nggak kenapa-kenapa."

"Mana saya tahu? Saya aja baru pulang! Ya udah!" Airani menutup telponnya dan mencari mobil online terdekat.

Dia harus cepat-cepat membawa Diptha pergi. Airani menarik tubuh Diptha untuk duduk, apakah dia bisa membawa Diptha? Airani menggelengkan kepalanya, dia pernah membawa beban berat dulu waktu bekerja di minimarket. Pasti bisa membawa Diptha juga.

"Bunda! Bantuin saya gendong Mas Diptha! Mas Diptha! Sadar mas!"

"Ai?" Diptha membuka sedikit kepalanya dan menunduk lagi.

"Kenapa bisa sakit sih? Belum juga saya minta penjelasan!"

"Emang kamu bisa?" Tanya Bunda Diptha memposisikan Diptha di belakang punggung Airani.

"Bisa Bun! Ughhh... Berat juga! Tapi saya bisa! Nanti bunda perginya sama Parta aja. Kalau nanti Mas Diptha nginap, saya kasih tahu bunda." Airani mengendong tubuh Diptha ke punggungnya.

"Hati-hati Ran!"

Airani menuruni tangga dengan begitu hati-hati. Dia menahan dirinya untuk tidak mengumpat pada Diptha. Setelah ini dia ingin memanggil tukang pijat untuk memijat punggungnya.

"Pak! Pak! Bantu saya!" Teriak Airani pada sopir mobil online.

"Kenapa mbak?"

"Sakit! Bantu bawa ke rumah sakit panggil deket pak!" Pinta Airani.

Diptha harus segera mendapatkan perawatan dari dokter. Airani masuk ke mobil lebih dulu.

"Hati-hati pak!" Airani menyandarkan tubuh Diptha ke bahunya.

"Ran! Nanti bunda nyusul! Tolongin Diptha ya Ran!"

"Iya Bun! Bunda siap-siap aja terus nunggu Parta sama Abbas!"

"Iya!" Bunda Diptha menutup pintu mobil.

Airani menatap wajah Diptha yang begitu berkeringat dingin. Dia tidak tahu kenapa Diptha sampai bisa sakit seperti ini. Apakah hanya karena jalan sehat? Sepertinya tidak mungkin.

"Pak cepet pak!"

💌💌💌

Salam ThunderCalp!🤗

Ada apa dengan Diptha???

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Author In Love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang