7. Perasaan Awal

107 9 0
                                    

"Gimana menurut kamu Ran?"

"Bagus kak! Saya suka!" Airani tersenyum pada Sadam.

Jika terus seperti ini sepertinya mereka akan lebih mudah untuk membuat episode-episode kedepannya. Airani sangat berharap lebih pada proyek mereka ini. Ditambah uang yang akan dihasilkan! Airani sangat menantikannya.

"Lo gimana sih Dam! Gue pesennya yang super pedes kenapa nggak pedes ini?" Tanya Rania menunjukkan mie pesanannya.

"Lo itu baru aja kena maag. Gue nggak mau lo sakit lagi! Belum cukup rehat kemarin, kerjaan gue jadi numpuk gara-gara lo sakit!"

"Tapi kan gue nggak bisa makan kalau nggak pedes! Bumbu cabai lo mana?"

"Udah gue buang!"

"Apa? Buang? Itu kan gue yang beli." Keluh Rania.

"Makan aja yang ada! Lo mau sakit maag lagi terus nangis-nangis sama gue? Hah? Udah makan! Jangan banyak protes! Oh iya Ran, kamu mau makan? Nanti saya pesenkan!" Sadam melihat ke arah Airani.

"Nggak kak! Tadi saya udah makan, Kak Sadam sama Mbak Rania makan aja! Saya mau periksa sketsanya lagi!" Airani memilih pergi dan melihat ke layar.

Dia juga tidak mau mengganggu mereka berdua. Diam-diam Airani melihat mereka yang terus ribut walau bagi Airani tidak begitu. Mereka seperti dua orang yang begitu dekat sedangkan dirinya seperti orang ketiga di hubungan mereka. Mata Airani mulai memanas, jujur saya dia cemburu. Cemburu karena Sadam bisa sesantai itu bersama Rania juga begitu perhatian kepada wanita itu.

"Hah! Fokus! Ayo, fokus!"

💌💌💌

"Perut gue sakit!" Rania memegangi perutnya.

"Udah gue bilang! Jangan makan sama bumbu cabai, lo malah beli tadi! Maafin saya ya Ran, saya nggak bisa antar kamu pulang! Saya harus bawa orang ini ke rumah sakit!" Tunjuk Sadam pada Rania.

"Gue nggak apa-apa! Nggak usah ke rumah sakit, lebih baik lo antar Airani pulang! Gue nggak apa-apa!"

Duttt...

Aroma aneh langsung tercium begitu busuk. Airani memilih mundur dan menjaga jarak aman dengan Rania. Mungkin lebih baik Rania memang harus ke rumah sakit.

"Saya bisa pulang sendiri mbak, Mbak Rania ke rumah sakit aja ya?" Pinta Airani.

"Aduhh... Perut gue! Maaf ya Ran!" Rania memegangi perutnya dan menahan malu.

"Udah ayo masuk! Kentut lo bau banget!" Sadam menutup hidungnya.

"Tapi..."

"Kalau begitu saya pulang dulu ya Kak, Mbak! Permisi!" Airani tersenyum dan mengeratkan pegangan di tasnya.

"Hati-hati ya Ran! Ayo masuk! Besok-besok lo dilarang makan bubuk cabai lagi!" Sadam mendorong tubuh Rania masuk ke dalam mobil.

Airani hanya bisa tersenyum dan pergi meninggalkan mereka berdua. Dia menahan air mata dipelupuknya, bukankah Sadam juga bisa mengantarkannya ke halte? Dia mengusap matanya berulang kali. Bukan maksudnya tidak bisa pulang sendiri hanya saja bukankah dia bisa mengajaknya sekalian saja? Airani menggelengkan kepalanya. Dia hanya orang asing yang baru mengenal Sadam. Kenapa dia harus berekspektasi berlebihan? Dia yang salah karena menyukai seseorang. Dia yang salah karena jatuh cinta kepada laki-laki itu.

"Hah... Emang jatuh cinta sendirian itu nggak enak!"

💌💌💌

Sudah berhari-hari Airani melihat mereka berdua bersama. Sering kali Airani memilih diam dan memperhatikan interaksi mereka. Dia tidak tahu harus melakukan apa atau berbicara bagaimana. Dia juga tidak paham apa yang mereka bahas selain proyek. Airani memainkan kakinya mendengar Sadam dan Rania yang bertengkar lagi.

"Lo gila ya? Masa gambarannya kayak gini sih?" Tanya Rania.

"Itu belum gue revisi! Kenapa?"

"Jelek! Ini tuh negeri dongeng kerajaan! Masa latar belakangnya cuma kayak taman sebelah! Harus lebih elegan! Bunganya juga! Lo itu emang nggak punya perasaan ya? Pantas aja dulu lo putus sama Afika terus ditinggal nikah!"

"Apa lo bilang? Lo tahu apa?"

"Sadam! Gue tahu ya kenapa kalian putus! Lo itu terlalu pengekang! Cemburuan! Nggak percaya sama pasangan lo sendiri. Pikiran Lo itu negatif thinking setiap hari. Mana ada cewek yang kuat tiap hari lo tuduh selingkuh? Hah? Gue juga enek dengarnya dulu! Untungnya Afika dapat cowok baik-baik bukan kayak lo!" Tunjuk Rania pada Sadam.

"Itu yang lo pikirkan selama ini? Hah? Lo nggak akan tahu apa yang terjadi dulu sama kami! Lo itu cuma orang ketiga yang nggak tahu apa-apa. Lo pikir gue bisa bertahan saat pacar gue di negara orang? Kerja disana! Nggak pernah kasih kabar! Sekalinya ngasih kabar itupun dia akan ilang-ilangan lagi! Gue paham betul Afika itu. Dia sibuk sendiri sama dunianya! Dia yang nggak peduli sama gue disini!" Teriak Sadam marah.

"Oh iya?! Bukannya lo juga sama? Lo juga sibuk sama dunia lo sendiri. Apa lo pernah ke Korea dan temui dia? Lo itu nggak ada effort buat pasangan lo! Lo juga kaku! Nggak punya inisiatif! Kalau gue jadi Afika, gue juga nggak mau sama cowok kayak lo!"

"Awas ya kalau lo jilat ludah lo sendiri! Lo hanya nggak tahu Ran, seberapa gue suka sama seseorang. Lo nggak tahu!"

Airani menghela nafasnya. Kapan mereka akan selesai bertengkar?

"Kak! Mbak! Udah ya! Jujur aja saya capek dengar kalian. Kan tadi pembahasannya soal kerjaan kenapa melebar kemana-mana. Mbak Rania aja yang bikin backgroundnya, emang buatan Kak Sadam menurut saya masih kurang detail. Mas Sadam buat adegan lainnya aja! Katanya kita mau nabung episode? Kapan mau selesai kalau kalian gini terus? Saya juga harus berangkat kerja hari ini. Saya udah periksa sketsanya. Saya pulang dulu ya Kak, Mbak! Permisi!" Airani mengambil tasnya dan siap untuk pergi.

"Ran! Maaf Ran! Saya sama Sadam emang sudah keterlaluan, maafin saya ya Ran!" Rania mencekal lengan Airani.

"Iya mbak! Nggak apa-apa kok! Saya emang harus pergi kok!"

"Saya antar Ran!" Sadam berlari dan mengambil kunci mobilnya.

"Nggak usah kak! Kak Sadam terusin aja gambarnya, saya bisa pulang sendiri. Permisi ya Kak, Mbak!" Airani tersenyum kecil.

Dia tidak ingin merepotkan siapapun. Lagipula mereka juga akan sibuk sampai pengumuman event itu di umumkan. Airani mengeratkan genggaman ditasnya. Dia ingin segera pulang saja.

💌💌💌

Salam ThunderCalp!🤗

Sabar ya Ran!

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Author In Love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang