42. Pulang

90 11 0
                                    

"Mana saya tahu itu Abbas? Kamu juga kenapa nggak ketuk pintu atau tekan bel? Hah? Nggak kabarin saya lagi? Ngapain juga naik pagar segala? Nggak ada kerjaan aja!" Cerocos Airani.

"Sabar mbak!" Parta berdiri di antara Abbas dan Airani.

"Saya kira kamu udah tidur. Makanya saya naik aja ke gerbang ehh malah jatuh. Kaki saya juga sakit. Saya nggak tahu kalau kamu belum tidur." Bela Abbas.

"Saya kira kamu itu setan! Saya takut sampai telpon Mas Diptha! Tahu gitu saya nggak usah takut! Saya nggak tahu kalau kita satu rumah semalam. Sialan!" Umpat Airani langsung dibekap oleh Diptha.

"Ai!"

"Itu salah Abbas! Kenapa nggak hubungin saya dulu sih? Kan bisa bilang!" Teriak Airani mengepalkan tangannya menahan amarah didadanya.

Dia hampir pergi menyusul Diptha di rumah sakit jika keadaan menjadi lebih mengerikan. Untungnya dia tidak jadi melakukannya dan memilih tidur. Yang paling membuatnya kesal adalah dia menemukan Abbas yang sedang menyeduh kopi tanpa merasa bersalah padanya. Airani masih ingat wajah Abbas yang menyapanya pagi ini. Saat itu Airani benar-benar ingin menyumpahi Abbas dengan segala kata-kata binatang yang dia pendam selama ini.

"Maaf! Maafin saya! Saya nggak lagi-lagi kayak semalam." Abbas menyatukan kedua tangannya.

"Huhh..." Ariani membuang wajahnya. Dia bukan hanya marah pada satu orang saja tapi dua orang. Semoga saja Parta tidak menambahkan rasa kesalnya.

"Permisi! Istrinya Pak Diptha yang mana? Saya perlu tangan tangannya!" Seorang perawat mendatangi mereka berempat.

Airani menyatukan kedua alisnya, sejak kapan Diptha memiliki seorang istri?

"Saya belum nikah sus! Bunda saya bisa tanda tangan tapi lagi sholat. Mohon ditunggu sus!" Jawab Diptha.

"Tapi kata mas ini, mbak ini istrinya!" Tunjuk perawat itu pada Parta dan Airani bergantian.

"Hah? Saya maksudnya?" Tunjuk Airani pada dirinya sendiri.

"Iya!"

"Parto!" Teriak Airani.

💌💌💌

Airani masuk ke dalam mobil tanpa mau menjawab apapun pertanyaan orang-orang. Dia sudah marah kepada semua orang tapi tidak dengan bunda.  Jujur saja Airani tidak mau lagi membuka mulutnya hanya untuk orang-orang yang membuatnya kesal hari ini.

"Ran!"

"Iya Bun?"

"Malam ini pasti banyak keluarga sama saudara ke rumah. Kamu bantuin bunda ya!" Pinta Bunda Diptha.

"Iya! Bunda tenang aja, ada Parto sama Abbas nanti juga bantu!"

"Apa mbak? Parto? Saya Parta! Pakai a bukan o! Mbak Airani ikut-ikutan Mas Diptha ya?" Parta tidak terima namanya berubah.

"Enakkan panggil Parto!

"Bun! Tuh calon mantunya bunda. Ganti nama orang aja!" Adu Parta.

"Tukang ngadu!" Sindir Airani.

Abbas hanya diam karena fokus menyetir sedangkan Diptha terlalu lelah setelah keluar dari rumah sakit. Tapi dia senang melihat Airani yang banyak bicara sekarang tidak seperti beberapa hari ini yang terus mendiamkannya atau sedikit bicara. Diptha menatap langit siang yang dipenuhi polusi. Dia harus menjelaskannya kepada Airani hari ini. Dia tidak ingin berlarut-larut dan membuat masalahnya kian besar seperti udara Jakarta.

💌💌💌

"Mas Diptha! Udah saya bilang! Mas Diptha baru sakit, di kamar aja nggak usah kemana-mana!" Larang Airani mendorong tubuh Diptha ke tempat tidur.

Author In Love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang