"Jam berapa?" Tanya Rania tidak sabaran.
"Tinggal 15 menit lagi!" Jawab Airani di depan layar komputer.
Kakinya tidak henti-hentinya bergerak, jantungnya juga begitu berdebar-debar menghitung mundur 15 menit yang tersisa. Tinggal sedikit lagi waktu pengumumannya. Airani jadi tidak sabar. Semoga mereka nomer pertama!
"Sabar! Kita pasti sudah nomer tiga besar." Walau dalam hati Sadam, dia juga ikut jantungan.
Semua mata tertuju pada layar komputer. Mereka menanti tiap menit dan menit tanpa suara. Mereka terlalu takut. Airani meneguk ludahnya saat angka bergerak menjadi detik. 30 detik lagi!
15 detik!
10 detik!
5 detik!
4, 3, 2, 1...
"Hah!"
Airani menatap layar begitu dekat, apakah ini nyata? Apakah ini sungguhan terjadi pada hidupnya?
"Kita nomer pertama! Ya ampun!"
"Iya mbak! Kita nomer pertama!" Seru Airani melihat The Witch berada di tempat teratas.
"Yesss! Kita nomer pertama!"
Airani tersenyum dan berbalik melihat Sadam yang tengah memeluk Rania. Tangan Airani terangkat dan diturunkannya perlahan. Sadam memeluk Rania begitu erat. Dia memang sudah yakin akan berhasil. Dia sudah yakin mereka akan memenangkan event ini. Rania tersenyum senang.
"Kita nomer pertama, Dam!"
"Iya! Makasih ya Ran udah bantu gue!" Bisik Sadam.
"Sama-sama!"
"Gue senang banget." Sadam melepaskan pelukannya pada Rania.
"Gue juga!" Rania tersenyum dan menatap wajah Sadam.
Mereka terdiam cukup lama saling menatap wajah masing-masing. Semua itu tak luput dari perhatian Airani. Dia menunduk dalam melihat tangannya sendiri. Apa yang dia harapkan tadi?
"Hemm... Kita jadi kan makan sushi?" Tanya Airani pada mereka berdua.
"Eh... Iya! Jadi!" Sadam memalingkan wajahnya dan menggaruk kepalanya sendiri.
"Hemm... Kalau gitu ayo Ran!" Rania tersenyum dan menarik tangan Airani.
Airani menoleh pada Sadam yang masih diam di tempatnya. Kenapa dia merasa gelisah melihat interaksi mereka berdua? Airani melirik Rania yang sedang menari tangannya. Jika dibandingkan dengan Rania, dia memang tidak ada apa-apanya. Rania cantik, pintar, dan mandiri. Berbeda dengannya. Airani menggelengkan kepalanya. Bukannya mereka hanya teman? Iya mereka hanya teman.
💌💌💌
Mata Airani menatap horor makanan di atas meja. Mereka benar-benar memakan ikan mentah. Juga telur ikan mentah. Tangannya mengambil satu sushi yang terlihat enak. Rania dan Sadam memakannya begitu lahap. Itu artinya ini enak kan?
"Mbak Rania sama Kak Sadam suka ya sama sushi?" Tanya Airani.
"Iya! Sejak kita kuliah, kita sering makan sushi disini! Sushi disini enak-enak terus fresh banget! Kamu harus coba! Kamu pasti suka!" Rania mengambil sushi lagi dan memakannya.
"Coba Ran! Jangan malu-malu! Kalau habis saya pesenkan lagi! Kayaknya Rania malah makan semuanya!" Sindir Sadam pada Rania.
"Lo nggak sadar diri? Lo juga makan banyak!"
"Lo lebih banyak!"
Airani menggelengkan kepalanya mendengar pertengkaran mereka lagi. Dia memasukan satu sushi dan memakannya pelan. Rasa amis langsung memasuki mulut Airani. Dia langsung menutup mulutnya yang ingin memuntahkan makanannya. Dia tidak bisa memakannya! Ini ikan mentah!
"Hmm!"
"Kenapa Ran?" Tanya Sadam.
"Hmm... Enak! Benar kata Mbak Rania! Disini makanannya enak!"
"Tahu nggak Ran! Sushi itu kesukaannya Sadam. Dia itu bisa makan banyak sushi. Ini lihat! Dia yang makan banyak tapi dia nggak mau ngaku!" Bisik Rania.
"Jangan mulai! Gue nggak mau ribut sama lo!"
"Kenapa? Marah? Lo aja makan banyak nggak usah salahin orang! Auhhh... Sadam!" Teriak Rania mendapatkan cubitan dari Sadam.
"Lo emang nggak pernah sadar!"
"Apaan sih! Udah! Auhhh... Kenapa lo cubit gue? Gue bukan kue cubit! Rasain nih!" Rania tersenyum dan mencubit pinggang Sadam sebagai gantinya.
Airani menelan makanannya sekuat tenaga. Ini makanan kesukaan Sadam. Dia harus terbiasa dengan makanan seperti ini. Bagaimana jika Sadam mengajaknya pergi lagi nantinya?! Airani memasukan lagi sushi ke dalam mulutnya.
"Hmm!"
💌💌💌
"Makasih ya Mbak Rania, Kak Sadam! Saya malah repotin kalian, ini juga malah saya dibawain sushi lagi!" Airani menggenggam erat tas kecil berisi sushi.
"Santai aja! Semuanya kan berkat kamu. Kalau nggak ada kamu, kami pasti nggak bisa jadi juara pertama. Nanti uangnya saya kirim ke rekening kamu!"
Airani mengangguk pada Sadam, dia akan menunggu uang itu dan membayar biaya kosnya. Dia senang bisa menghasilkan uang lebih banyak. Jujur saja dia akhirnya bisa bersantai tanpa perlu memikirkan soal biaya lainnya bulan ini. Jika bukan karena Sadam yang memintanya dulu, dia mana mungkin bisa seperti ini dan semua itu berkat seorang Sadam. Airani sangat berterima kasih kepadanya.
"Jangan lupa! Seminggu lagi kita bakalan rilis The Witch!" Ingat Rania.
"Iya mbak!"
"Kami pulang dulu ya Ran!" Sadam tersenyum dan mulai menjalankan mobilnya pergi dari depan kos Airani.
"Daahh... Jangan lupa dimakan sushinya!" Teriak Rania dengan melambaikan tangannya.
Airani buru-buru masuk ke dalam dan berlari menuju kamarnya. Dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Perutnya begitu sakit.
"Hoekkk... Hoekkk..."
Dia memuntahkan lagi isi perutnya. Sejak di dalam mobil, dia sudah menahan rasa mualnya yang begitu bergejolak hebat. Aroma mobil dan ikan menjadi satu perpaduan sempurna. Airani tidak mau lagi memakannya. Dia lebih baik makan sushi matang daripada sushi mentah.
"Hoekkk... Hoekkk... Hah... Hah..."
Matanya begitu berkaca-kaca setelah memuntahkan segala apa yang di dalam perutnya. Apa yang harus dia lakukan pada sushi pemberian Sadam?
"Aku masak aja lah! Mubasir! Hah... Hoekkk... Hoekk...."
💌💌💌
Salam ThunderCalp!🤗
Emang lidah Airani bukan lidah kota😌
Jangan lupa like, komen, dan share!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Author In Love ( END )
RomanceBagaimana jika seorang penulis amatiran bekerja sama dengan seorang komikus? Kisah manis yang akan menemani kalian semua! 💌💌💌 Ini sekuel dari Toko Kaca!