30. Teman Diptha

87 13 0
                                    

"Airani!"

"Abbas!"

"Parta!"

Airani melihat dua orang didepannya, mereka akan menjadi timnya sekarang. Dia tidak tahu jika dua orang inilah dibalik Rimba Studio selain Diptha. Mereka terlihat seperti anak-anak biasa, tapi mereka adalah orang-orang begitu hebat. Airani tersenyum dan menjabat tangan tangan mereka semua.

"Mohon bantuannya! Saya pasti akan kerja keras buat cerita The Capten. Kalau saya ada kurang atau salah, tolong bilang ke saya. Saya pasti langsung benerin."

"I-iya, mbak!" Abbas menganggukkan kepalanya dan membenarkan letak kacamatanya.

"Kita juga mbak!" Parta tersenyum senang.

"Udah kenalannya! Kita harus bahas soal kerjaan. Kita perlu buat banyak episode buat ngejar deadline. Deadline kita dua minggu lagi!" Diptha menarik tangan Airani.

"Maksudnya?" Tanya Airani tidak mengerti akan perkataan Diptha.

"Mereka minta kita isi tempat buat hari minggu. Ada komik yang tamat dan waktu kita dua minggu buat nabung cerita The Capten. Karena itu hari ini kita mulai kerja. Ai, kamu yang urus bagian story nya. Saya yang sketsa awal sama gambar halusnya, Parta yang urus gambar kasarnya, Abbas yang finishing akhir!"

Airani membuka mulutnya lebar-lebar, hari ini juga? Kenapa waktunya juga hanya dua minggu? Apakah begitu inginnya tempat komiknya ingin bekerja sama dengan Rimba Studio? Pasti karena Rimba Studio bukan karena ceritanya. Airani berlari ke mejanya dekat Diptha. Dia yang jadi yang pertama dalam pekerjaan ini.

"Semangat ya Mbak Airani!" Seru Parta.

"Parto mending lo diam! Urus kerjaan lain!" Diptha tersenyum dan duduk ditempatnya.

"Gue mau buat kopi dulu!" Abbas pergi menuju pantry.

"Parto? Nama gue Parta! Lo jangan rubah nama orang!" Parta menatap Diptha sengit.

"Mas, saya buat story panjang dulu. Nanti saya bagi-bagi biar gampang."

"Iya Ai! Kita mulai buatnya besok, kamu buat aja dulu biar saya juga gampang buat sketsanya. Biar Parto sama Abbas ngerjain kerjaan mereka dulu."

"Sama Mbak Airani aja ramah bet, sama gue aja. Diptha! Diptha!" Parta menggelengkan kepalanya.

"Deadline-nya Pak Rudi kapan? Gue kayaknya harus buru-buru buat. Pak Rudi sering minta revisi." Abbas datang membawa kopinya.

"Kapan ya?" Tanya Parta.

"Hah! Besok!" Jawab Diptha.

Byurrrr...

Abbas menyemburkan kopinya dan membasahi wajah Parta.

"Anj*r! Lo ngapain sembur gue, gue nggak kesurupan!" Teriak Parta mengusap wajahnya.

"Apa? Besok? Gue belum ngerjain apa-apa." Teriak Abbas kelimpungan.

Airani mendongak dan melihat mereka yang begitu berisik. Suasana ini berbeda saat dia bekerja sama dengan Sadam dan Rania. Mereka memang sering bertengkar tapi tidak sampai seramai ini. Walau begitu Airani menikmati waktunya. Dia tidak merasa kesepian lagi.

💌💌💌

"Mas! Bas! Par! Bangun!"

Airani mengepalkan tangannya melihat tiga orang yang tertidur bersama di atas meja. Bukankah kata mereka semalam, mereka hanya akan bekerja seadanya dan tidur. Tapi kenapa mereka justru tertidur di atas meja? Airani berjinjit dan pergi menuju rumah Diptha. Lebih baik membantu Bunda Diptha membuat sarapan saja.

"Permisi!" Cicit Airani.

"Eh Ran! Udah bangun?"

"Iya Bun. Bunda lagi buat sarapan kan?" Tanya Airani mendekati Bunda Diptha.

"Iya. Mereka pasti masih tidur, emang gitu Ran."

"Buat apa?" Tanya Airani melihat panci yang penuh aroma masakan.

"Sop sih. Sama mau buat ayam goreng, kemarin udah bunda ungkep tinggal goreng."

"Hmm... Saya bantu goreng ya Bun! Bunda mau buat apa lagi?"

"Sama sambel nanti! Mereka bangunnya siang, jadi sekalian aja buat makan siang. Nanti siang, bunda mau pergi kumpul PKK ibu-ibu. Kalau kalian lapar buat aja makanan atau beli. Kamu kalau mau masak juga nggak apa-apa. Bebas mau buat apa."

"Nanti deh Bun saya juga bingung mau buat apa. Ayamnya dimana?"

"Udah bunda keluarin tadi."

Airani memperhatikan sekeliling dan menemukan baskom yang penuh dengan ayam berbumbu kuning. Sebagai anak perempuan yang sering membantu ibu di rumah, dia harus menggunakannya keahliannya. Apalagi dia hanya tinggal makan saja tanpa harus beli atau mengeluarkan uang. Airani merasa senang setidaknya dia bisa hemat dan terpenuhi gizi seimbang tidak seperti dia kos.

"Kamu sama Diptha itu baru kenal ya Ran?"

"Iya bun. Mungkin sebulanan ini deh. Lupa juga kapan. Tapi sebenarnya saya kenal lama sama Mbak Dhira. Waktu 7 bulanan itu saya kaget tahu Mas Diptha sepupunya Mbak Dhira. Tapi kok saya nggak lihat bunda ya?" Tanya Airani memasukan satu persatu ayam ke minyak goreng.

"Masa sih?"

"Iya! Apa karena nggak tahu ya? Bunda lihat saya nggak?" Tanya Airani lagi.

"Tahu! Kamu duduknya dekat Diptha kan?"

"Iya! Nggak tahu bun, saya awalnya mau duduk di belakang tapi Mas Diptha malah tarik saya ke depan." Keluh Airani.

"Sabar ya Ran! Diptha itu anaknya nggak bisa ditebak. Kadang dia gini, kadang dia gitu. Semenjak ayahnya meninggal dunia, dia jadi orang beda. Dulu saat ayahnya masih ada, orangnya lebih ceria, banyak tingkah, tapi sekarang jadi galak anaknya. Sama orang itu cuek banget! Orang mau kenalan aja kalau nggak kerjaan nggak mau! Bingung bunda! Itu anaknya kenapa."

"Hah? Masa sih Bun? Anak bunda banyak tingkah kok, aneh juga kadang-kadang! Emang galak sih tapi sering buat saya kesel sendiri."

"Ya itu pas akhir-akhir ini Ran! Dia jauh lebih baik pas kenal sama kamu!"

"Kenal sama saya? Nggak deh Bun."

"Iya! Baru akhir-akhir ini Diptha kelihatan lebih hidup, bahagia gitu bawaannya tiap hari. Bunda sama Dhira aja kagum lihat Diptha kayak dulu lagi. Saya kira itu karena kamu." Bunda Diptha tersenyum melihat Airani.

"Saya? Saya nggak lakuin apa-apa. Mungkin waktunya pas aja bunda sama Mas Diptha yang berubah lebih baik."

"Masa sih?"

"Iya! Kalau berubahnya karena saya, emang saya kenapa? Saya cuma teman kerjanya Mas Diptha. Itu aja!"

💌💌💌

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Author In Love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang