"Emang kebo! Mas Diptha! Abbas! Parta! Bangun! Kalian mau sampai kapan tidur? Katanya hari ini ada deadline. Bangun!" Teriak Airani kesal setengah mati.
Dia sudah membangunkan mereka sejak 30 menit yang lalu. Tapi tiga laki-laki itu tidak kunjung bangun juga. Airani sendiri mulai lelah tapi bukankah Abbas harus mengirimkan pekerjaannya pada Pak Rudi hari ini? Airani tersenyum dan mendekati telinga Abbas.
"Bas, deadline-nya Pak Rudi!" Teriak Airani keras.
"Deadline? Deadline!" Abbas bangun dan segera melihat ke arah komputernya.
"Deadline?" Parta mengusap wajahnya beberapa kali.
"Bangun juga kan? Cuci muka atau mandi sana, ini udah siang. Bukannya hari ini kita harus kejar target?" Tanya Airani pada mereka.
"Hoamm... Mbak Airani? Jam berapa ini?" Tanya Abbas.
"Jam 10!"
"Hah? Aduhhhh... Mampus! Saya harus cepet-cepet kirim ke Pak Rudi."
"Makan aja dulu sama Parta. Ini udah siang, tadi bunda sama saya buat sarapan eh bukan makan siang maksudnya. Sana pergi biar saya bangunin Mas Diptha. Kalian bisa kerja lagi nanti!" Airani mendekati Diptha yang masih bermimpi indah.
Abbas dan Parta bangun bersama, mereka menguap dan pergi menuju rumah Diptha. Sekarang tinggal membangunkan si punya rumah. Airani menatap Diptha yang tertidur begitu pulas. Rasanya tidak tega membangunkannya, tapi dia harus melakukannya. Ini demi kelanjutan pekerjaan mereka. Dia juga tidak ingin tidur larut malam seperti semalam.
"Mas! Bangun!" Airani menggoyang-goyangkan tubuh Diptha.
"Mas Diptha! Bangun! Hey! Ini udah jam 10! Kalau nggak bangun saya siram ya!"
Nihil.
Diptha masih begitu asik bermimpi.
"Beneran siram lho. Mas Diptha!" Teriak Airani.
"Hmm? Nanti Bun."
"Ayo mas! Kalau mas nggak bangun saya mau makan sama Parta."
"Parta?" Diptha bangun begitu cepat.
"Abbas juga. Cuci muka sana terus makan dulu! Bunda lagi pergi, kumpul ibu-ibu PKK. Kata bunda kalau ada paket, suruh bayarin Mas Diptha!"
"Paket?"
"Iya! Nggak tahu paket apa. Kalau udah ke meja makan, saya tunggu sama yang lain!" Airani pergi meninggalkan Diptha.
"Hmm!" Diptha merenggangkan tubuhnya dan menatap langit-langit atap.
Dia tersenyum dan mengusap dagunya yang tidak ditumbuhi apapun lagi.
"Airani!"
💌💌💌
"Maaf pak! Saya berusaha buatnya dengan sungguh-sungguh. Jika masih kurang, saya akan buat lagi desainnya. Bagaimana pak? Oke, oke. Nanti sebelum jam 3 saya udah selesai. Iya, iya. Terima kasih, pak!" Abbas menutup handphonenya.
Airani melihat Abbas yang tertunduk lesu di depan layar besarnya. Sepertinya dia dalam keadaan tidak memungkinkan untuk diajak berbicara. Apalagi wajahnya begitu lelah, kusut, dan entahlah. Airani tidak bisa mendeskripsikannya lagi. Sama halnya dengan Parta. Dia lebih santai walau sering berbicara sendiri.
"Ai!"
"Iya mas?" Airani menoleh pada Diptha.
"Saya mau bicara sama kamu!"
"Bicara apa?"
"Kita ke ruang tamu ya!" Pinta Diptha.
Airani menganggukkan kepalanya, apa yang ingin Diptha bicarakan di ruang tamu? Dia duduk dan melihat Diptha yang wajahnya mulai serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Author In Love ( END )
RomanceBagaimana jika seorang penulis amatiran bekerja sama dengan seorang komikus? Kisah manis yang akan menemani kalian semua! 💌💌💌 Ini sekuel dari Toko Kaca!