15.2 Mutualisme

2 1 0
                                    

Lari pagi? Iya sih sekarang Minggu, tapi gue lagi sibuk," keluh Lily pada temannya yang mengajak lari pagi.

Linda kontan cemberut. "Ayoo, dongg! Gue mau cerita-cerita ke lo, nihh!"

Lily menghela napasnya. Pagi-pagi telah dikejutkan dengan kedatangan Linda yang sudah berpakaian olahraga santai. Lily jadi tidak enak bila menolak. Masalahnya, ia ada janji pukul delapan pagi. Lily bersama rekan kerjanya telah sepakat untuk kumpul pada titik lokasi yang telah ditentukan di mana mereka akan merancang Zukee. Sementara sekarang telah menunjukkan pukul enam lebih. Lily yakin betul, lari pagi bersama Linda bukan sembarang lari pagi. Akan ada tingkah temannya yang mengharuskan dirinya harus berlama-lama.

Tetapi bukan Lily namanya bila tidak ada ide.

Mendengar Lily menghela napas, Linda langsung memasang wajah sedih. "Yaah, Ly, gak bisa banget ya?"

"Bisa, kok!" Lily tersenyum sambil menjentikkan salah satu matanya.

Lily segera memakai pakaian olahraga berupa baju putih berlengan pendek sedikit kebesaran dan celana training hitam. Mengikat seluruh rambutnya ke belakang dan memakai sepatu andalannya.

"Yuk!"

Lily berlari kecil keluar pekarangan indekosnya bersama Linda. Hawa pagi yang masih dikuasai kabut putih menyapa mereka berdua. Membuat lingkungan di sekitar nampak sepi sebab empunya masih nyenyak menikmati hari liburnya di kasur rebahan.

Sambil berlari santai, Linda mulai bercerita. Tatapan riangnya berubah sebal. "Gue lagi kesel sama cowok."

"Cowok? Kenapa?"

"Kasar. Gak pernah bisa hargain cewek."

"Oke," Lily berlari sambil manggut-manggut, "... lanjut, lanjut ...."

"Nih, yaa! Cowok itu lagaknya sok-sokan ...," dan mengalirlah curhatan dari seorang Linda yang pasti akan didengar baik oleh Lily. Bila yang dibicarakan tentang laki-laki, pasti akan ada sumpah serapah kata. Juga pasti akan melebar ke mana-mana, sudah seperti radio yang menyiarkan berita seputar isu terkini.

Lily hanya diam mendengarkan. Mengingat Linda bukan tipe orang yang suka dipotong pembicaraannya. Katanya, bila dia bicara selalu menggambarkan apa yang sedang dibicarakannya. Contohnya ketika ia tengah membicarakan tentang laki-laki yang kasar, Linda akan menggambarkan di pikirannya ada seorang laki-laki yang sedang bertindak kekerasan pada perempuan. Makanya, jika ada orang yang memotong ucapannya, itu sama saja memutus gambaran Linda hingga akan mati pembahasan bila disuruh untuk melanjutkan bercerita.

"Ya, pokoknya gitu, deh! Cowok itu kasar!" Linda menarik napasnya dalam-dalam setelah mengeluarkan uneg-unegnya.

Lily manggut-manggut sambil terus berlari santai. "Jadi siapa cowok yang kasar itu?" simpulnya seraya tersenyum.

Linda melirik Lily yang tengah menarik senyum. Senyuman yang menjebak. Linda terpaksa jujur. "Oke, deh. Dia si Rubah sinting."

"Rubah? Jadi yang lo omongin sedari tadi itu tentang seekor Rubah jantan?"

"Bukan, anjay!"

"Lah, terus siapa?" Lily mengangkat alisnya.

"Itu yang suka dekat sama si iblis, loh! Yang jago ngeretas akun orang," jelas Linda sambil mendumel.

"Oooh," Lily mendapat titik terang untuk menebak, "Rubah yang lo maksud itu Rubay?"

"Nah ituu, gue sedikit lupa sama namanya. Ingetnya malah ke Rubah, hehe."

"Dih, padahal cuma beda huruf akhirnya doang."

"Ya, maaf. Habis namanya aneh banget sama kayak orangnya-"

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang