20.1 Main

0 0 0
                                    

Ini sudah hari ke keenam Lily berdiam diri di kosnya. Dengan ditemani buku penuh desain robot di ranjang kamar yang bantal serta gulingnya banyak terjatuh di lantai.

Perempuan itu menguap.

Sebenarnya ia tidak merasa mengantuk. Ia hanya merasa suntuk.

Linda dan Kaze sudah pulang ke Bandung. Sedang melepas rindu mereka dengan keluarga, sementara dirinya terpaksa harus di sini sampai hari sekolah tiba.

Lily membenamkan wajahnya pada bantal.

Ia kesepian.

Di hari-hari kesepiannya di kos lantaran tidak diperbolehkan pulang ke Bandung saat libur sekolah ini, pintunya diketuk dari luar. Lily mengerutkan kening, menebak-nebak siapa yang datang. Penasarannya membuat dirinya mau membuka pintu.

Rupanya Ryan.

“Gue mau ajak lo main di luar, seharian.”

Mendengar maksud lelaki itu kemari membuat tatapan suntuk Lily sedikit bercahaya. Lily tidak mungkin menolak, ia membutuhkan teman di saat dirinya kesepian, sadar betul Linda dan Kaze sedang berlibur tanpanya di Bandung. Maka ketika Ryan datang dengan penawaran menarik tersebut, Lily dengan secepat kilat mempersiapkan diri.

Kini sampai mereka di sebuah kebun binatang Jakarta. Mereka berdua sepakat untuk mengitari wilayah tersebut dimulai dari barat. Dimulai dengan hadirnya empat ekor jerapah yang lehernya menyembul menikmati buah masak di sampingnya.

“Lucu,” sahut Lily dengan tatapan berbinarnya.

Ryan mengangguk sembari melihat wajah Lily yang nampak berbinar terang penuh kebahagiaan. Dadanya berdesir hangat. “Lucu ...”

“Ada yang lebih lucu lagi!” seru Lily, lalu menarik lengan Ryan hingga menuruti langkahnya. Terus ia tarik, tanpa sadar.

Kini mereka sampai di sebuah jeruji besar dengan ruangan yang besar pula. Tempatnya harimau bersarang. Di dalam, seekor tengah mengaum membangunkan seekor yang tertidur malas.

“Harimau,” Lily menengadahkan wajahnya melihat wajah Ryan yang jauh lebih di atasnya. “Dulu TK gue penah main peran hewan bareng temen. Hanya dua hewan yang bisa diperankan. Singa dan Harimau,” ucap Lily seraya mengambil napas, “terus, gue bilang pada mereka kalo ‘kalian milih singa, kalian paling kuat dan gagah. Dan akhirnya mereka semuanya meranin singa sampai berebutan, sementara gue harimau.”

Lily mengedikkan bahunya. “Sebenarnya omongan gue cuma pembohongan belaka, gue yang sangat suka sama harimau nggak mau jadi bahan rebutan para temen gue. Tidak peduli dengan harimau yang teman gue pandang lemah. Karena sebenarnya gue suka harimau dan gak boleh ada yang berperan sebagai itu.”

“Lo cukup serakah juga, ya?”

Lily tersadar dengan perkataan itu. Tangan itu yang masih ia cekal. Ryan hanya mengulum senyum dengan tatapan tajam yang meneduh.

Lily dengan cepat melepas cekalan itu. “Sori-sori. Saking semangatnya sampe narik-narik lo nyari kandang harimau.”

Ryan hanya terkekeh. Sikap lelaki itu yang damai tak seperti biasanya, membuat Lily merasa bisa menjadi dirinya sendiri.

Perjalanan masih berlanjut. Setelah keluar dari wisata kebun binatang, mereka berdua menuju sebuah pesisir yang jarang dijamah oleh manusia. Di sanalah mereka berada, sebenarnya Lily sangat heran mengapa lelaki itu begitu tahu tempat kesukaannya. Karena pantai membuatnya bisa merasakan bebas. Ia tidak membutuhkan langit senjanya, tak juga pepohonan kelapa yang menghapus lenyap dahaganya. Ia hanya butuh merasakan kedua telapak kakinya menyentuh bulir-bulir kristal pantai, lalu kakinya akan menunggu ombak air pantai menghampirinya. Meresapi sensasi segar yang didapat dari air yang menyentuh kulitnya.

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang