25.2 Kaze

0 0 0
                                    

Waktu seolah berhenti. Butuh meresapi kata-kata yang keluar dari mulut Kaze. Sampai ketika Linda akan menyerang geram, Lily lebih dulu berlari mendekat dan dengan kuat memukul pipi Kaze hingga kepala itu menoleh ke samping.

Tatapan dingin Lily terlihat mengintrogasi. “Gue mau dengar lo ngomong kalau apa yang lo bilang tadi bohong belaka.”

“Tapi sayangnya gue bilang sebenarnya,” Kaze tersenyum miring. “Kenapa? Kaget, ya?”

“SIALAN!!” tangan Lily yang mengepal akan meninju Kaze sekali lagi, tetapi justru tangannya dicekal dan dipelintir hingga tenaganya hilang.

Kemudian kesempatan itu dibuat Kaze untuk mendorong Lily agar menjauh yang sayangnya terjatuh pula. “Lemah banget,” sarkasnya.

Linda tak terima. Ia meski awalnya ragu akan menyerang Kaze sendiri dibuat melemah ketika tulang keringnya ditendang kuat oleh Kaze hingga terjatuh ke depan.

Giliran Nura yang terkekeh. Menyaksikan Kaze yang membabi buta menghajar Ryan kembali yang sudah lemah sedari awal. Ia menggumam, “Inilah cerita yang gue mau.”

Rubay di sampingnya menyahut, “Apa? Jangan-jangan lo dalang dari semuanya?” tudingnya, ia sendiri merasa tak punya nyali membantu Ryan karena pastinya akan mati babak belur juga, terdengar egois tetapi ia tidak akan membodohi dirinya sendiri. Ia tidak akan menyangkal sosok Kaze yang kuat berkali-kali lipat. Ia lebih memilih berdiri di samping Nura dan merasa perlu tahu apa yang perempuan berambut pendek itu sembunyikan.

Nura menggeleng sambil tersenyum sangat manis. Sayangnya gula yang berada di kecantikan Nura terhalau oleh bayangan gelap pada dirinya. “Gue bukan siapa-siapa, Bay. Di cerita ini gue cuma figuran. Gak lebih.”

“Dan gue gak pernah ngasih tau lo kalo Kaze pembunuh. Jadi, lo tau dari mana?” Pertanyaan Rubay seperti mengintrogasi.

“Semenjak awal sebelum dia rencanain itu,” bisik Nura kemudian tersenyum manis. Lalu tas mungil yang ia gendong dibongkarnya, membawa satu senapan.

Rubay yang kaget dengan sigap akan membawa senjata ilegal itu. Namun, Nura lebih dulu menodongnya dengan satu senapan yang lain.

“Diam dan jangan ikut campur,” sahutnya dingin, lalu tatapannya berganti pada sosok Kaze yang masih membogem Ryan yang mungkin sebentar lagi akan pingsan. “Kaze!!” begitu orangnya menoleh, ia dengan cepat melempar pistol tersebut yang dengan sigap ditangkap oleh Kaze sendiri.

Kaze tersenyum memandang pistol di tangannya. Kemudian ia biarkan dahulu Ryan yang tergeletak mengenaskan, berpindah ke arah Lily yang meringkuk menahan sakit dengan tatapan yang hampa. Ia semakin tersenyum. “Gimana pembalasan dendam gue? Suka?”

Lily menandak cukup kaget begitu Kaze sudah menodong satu pistol ke arahnya. Linda, Ryan dan Rubay pun demikian. Namun, ia balas menatap Kaze tak percaya. “Balas dendam karena apa?”

Senyum Kaze lenyap, tatapan puasnya menggelap. “Lo lupa? Lo lupa udah buat saudara gue bunuh diri?”

Pertanyaan itu membuat memori Lily membuka. Ia menjadi teringatkan pada seorang perempuan berkacamata yang pernah ia lupakan sebelumnya.

Zeraya.

“Zera, kamu udah belum tugas buat cerita?”

Zeraya menatap Jenika. Tersenyum sambil mengangguk. “Udah, kok. Kenapa?”

“Eum ...,” Jenika nampak berpikir. “Susah banget ngerjainnya. Kamu boleh ajarin aku?”

“Boleh.”

**

“Huwaa susah banget! Kok aku gak nemu jawabannya, sih?”

Zeraya menilik sebentar pada buku Jenika yang berisi jawaban matematika yang belum selesai. “Itu seharusnya lima, bukan empat. Kamu salah hitung di awal, Lily Jenika Putri ....”

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang