PROLOG

11 4 1
                                    

Seorang gadis tengah bersandar di balik dinding berjeruji besi. Ruangan berjeruji itu hanya berisikan tikar dan mangkuk berbahan besi yang berisi remahan nasi bekas. Terdapat lauk yang tersisa yaitu berupa sepotong tempe. Makanan itu baru dimakan beberapa suap. Bukan merasa kenyang yang didapat, tetapi merasa mual karena makanan yang disuguhkan tidak mengundang selera. Makanan yang terlihat bekas itu sudah dikerubungi lalat dari beberapa jam yang lalu.

Di atas ruangan, terdapat sekotak ventilasi yang diberi jeruji. Secercah cahaya rembulan menyorot dari balik sana membuat ruangan gelap itu sedikit temaram. Embusan angin malam datang dari sana membuat gadis itu memeluk tubuhnya, merasa kedinginan.

Selain gadis itu, tak ada siapa-siapa lagi di sana.

Dia benar-benar sendirian.

Namun, wajah kusam itu nampak menikmati setiap hening yang bergulir. Bibir kering yang kehausan itu sedari tadi bergerak tanpa suara, sedang merapalkan kata yang hanya dapat didengar oleh batinnya.

Kemudian terdengar kepakan sayap burung menghampiri ventilasi, seekor gagak menyalak keras lantas kembali terbang menjauh. Dan gadis itu tetap bersandar di ruangan itu, tidak merasa terganggu.

Mata letih itu nampak memejam. Kali ini ia bersuara lirih, “Lily kacamata, seandainya berakhir dengan kisah menyedihkan.”

Tidak ada orang yang mendengar lirihan suara bak embusan angin malam itu. Namun, rupanya sebuah kisah sudah benar-benar dimulai sejak awal.



Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang