18.1 Acara Nura

1 0 0
                                    

Hari terakhir ulangan dimeriahi oleh rasa lega murid-murid. Banyak dari mereka akan merencanakan bersenang-senang, entah pergi bertamasya, mall, dan menuju tempat lainnya. Tetapi sosok Nura dengan satu pak undangan dengan mantap memberikannya kepada seluruh siswa-siswi angkatan kelas dua belas.

“Pokoknya kalian wajib dateng ke acara ulang tahun gue,” kata Nura sendiri sambil memamerkan senyumnya. Terlihat sangat menyenangkan, karena raut itu membuat hampir seluruh murid kelas dua belas menyanggupi. Melupakan dengan sikap buruk Nura yang dikenal penindas murid lemah.

Lily, Linda dan Kaze pun diundang. Kini di lapang basket indoor mereka memilih duduk di tribun tengah. Membahas yang lain, sampai Linda mengeluarkan kartu undangan yang diberi langsung dari tangan Nura dengan memasang raut keki.

“Tumben amat dia bikin acara ginian,” komentar Linda memulai menggibah.

Lily dan Kaze yang duduk mengapit Linda spontan menengok ke objek yang sama.

Lily membuka tutup botol hitam yang berisi kopi, meneguknya setelah habis menyantap mi instan. Dari tampilan luar, terlihat seperti meminum air putih. “Acara ke-17 tahun dia.”

“Cih, harus ya dirayain begitu,” celetuk Linda. “Jijik aja dia dateng ke gue, ngasih undangan dengan senyum palsunya, sambil bilang ….

Lo pasti datang.

… emang lo siapa? Ngundang-ngundang gue!”

Kaze bingung. “Ya tinggal gak usah dateng? Kan Nura gak maksa juga,” tawarnya dengan nada kalem.

Linda yang duduk di samping Kaze dengan mudahnya menginjak kaki berbalut sepatu itu dengan keras. Orangnya langsung mengaduh. “Gak baik kalo gak dateng! Banyak makanan di situ, ya mana bisa gue tolak!”

Lily yang mendengar hanya mengulum senyum gelinya. Lanjut meneguk kopi hingga tandas, lalu kemudian beralih pada botol mineral yang baru dibelinya bersama jajanan lain. “Gue juga ikut, kok, sekalian seru-seruan, kan?”

“Lo serius, Ly?” tanya Kaze.

Lily mengangkat alisnya bingung.

“Acaranya di rumah Ryan, gue khawatir lo dijadiin ….”

pelayan.

Kaze tidak mampu meneruskannya. Namun, Lily cepat mengerti.

Lily tersenyum simpul. “Gue bukan pelayan dia lagi. Tenang.”

Kaze membulatkan matanya. Linda pun sama terkejutnya.

Lily merasa tidak perlu untuk menjelaskan kejadian malam itu. Yang membuatnya marah karena lelah ketika Ryan ngotot meminta menemani adiknya. Dan kata-kata menyakitkannya yang membuat Ryan tertegun. “Dia udah males dilayani, mungkin,” dalihnya.

“Bagus kalo gitu ….”

“Syukurlah lo bisa lepas dari iblis itu,” Linda turut senang.

Namun Lily tidak demikian.

Acara ulang tahun Nura dirayakan di rumah Ryan.

Di rumah Ryan.

Lily mengangguk berat. Ada yang aneh pada hatinya. Tidak yakin, tetapi ia merasa keberatan ketika menyadari sosok Ryan seolah jauh sekarang.

Seharusnya ia senang karena Ryan sudah dekat dengan Nura yang membuatnya tidak merasakan terkekang harus melayani Ryan, tetapi nyatanya tidak. Tapi tidak juga sedih. Lagian, untuk apa sedih? Toh, Ryan bukan siapa-siapa.

Namun, ia hanya merasakan hatinya hampa, entah mengapa. Lily tak bisa mendefinisikan perasaan itu.

Tetapi perasaan tidak jelas itu menjadikannya berniat berlawanan untuk tidak datang ke acara ulang tahun Nura.

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang