25.3 Kematian

0 0 0
                                    

Waktu seakan berhenti sangat lama.

Lily melotot kaget dengan kejadian cepat itu. Ia melihat sekali lagi, barangkali matanya salah. Ataulah hanya sebuah mimpi.

Namun, jelas, lelaki itu terjatuh ke tanah ketika kepalanya tertembus sebuah peluru dari perempuan yang berdiri tak jauh dari sana.

Perempuan itu Nura. Menembak telak kepala Kaze dengan sebuah pistol di tangannya dengan berani.

Dan semuanya dengan cepat menyadari pistol yang digenggam Kaze sedari tadi kosong tanpa peluru. Membuat Ryan yang napasnya sempat tersendat mulai bisa bernapas normal.

Nura mengembuskan napas kesal. “Cerita gue berantakan! Dan lo harus terima gue buat cerita ini happy ending dengan lo sebagai tokoh antagonis yang mati oleh seorang figuran.”

Lalu bersamaan dengan itu sirene mobil polisi mengaung di jalanan dan sampai di bangunan tua itu.

Nura tidak kabur berlari. Ia mengaku sebagai orang yang menembak Kaze yang sudah menjadi jasad itu. Ditambah diyakinkan dengan dirinya terlihat menggenggam pistol.

Kedua tangannya diborgol segera. Nura dimasukkan ke dalam mobil sebagai pelaku. Sementara itu mata Nura sempat berpapasan langsung dengan Lily, kemudian Ryan. Senyuman manis yang terlihat menyeramkan itu masih terpatri.

“Mana janji lo,” Ryan berucap dengan nada menagih, “lo tau semuanya tentang gue, kan? Jelasin apa yang lo tau.”

“Udah aku duga kamu ngajak aku jalan karena kamu mau nagih itu,” balas Nura tersenyum manis. “Singkat aja. Kamu penasaran dengan perempuan kecil yang sekarang masih kamu pajang di kamar, kan?”

“Lo? Kenapa lo tau?”

“Dia Lily.”

“Apa?” Belum selesai dengan kekagetan pertama menjadikan Ryan semakin mengerutkan keningnya.

“Lily Jenika Putri. Dulu kamu sering sebut dia Jenika. Kamu ninggalin dia ketika kamu pindah ke Jakarta dengan pikiran yang lupa sama beberapa hal.”

Ryan terdiam.

“Dan penyelidikan polisi bener. Kamu kecelakaan karena rem mobil blong.”

“Siapa orang yang buat rem itu blong?” tanya Ryan. “Lo kan orangnya? Lo ngerencanain itu agar lo bisa deket sama gue dan ngaku-ngaku pacar gue yang hilang ingatan,” tudingnya.

Nura tertawa sambil geleng-geleng kepala. “Lo pikir gue ngedeketin lo karena gue suka sama lo?”

Telak, Ryan tidak bisa berkata-kata terlebih ketika perempuan itu menggunakan kata ‘gue-lo’ kepadanya. Tapi tak urung, tatapan tajamnya masih setia menghujami perempuan berambut pendek itu. “Ada maksud apa lo ngusik hidup gue?”

Nura kali ini menoleh penuh. Ia tersenyum geli. “Gue? Gue cuma figuran di cerita lo, Yan,” ia lalu berdiri dari duduknya mulai pergi meninggalkan Ryan.

“Kalo bukan lo, terus siapa dalang dibalik rem mobil nyokap gue tiba-tiba blong?” tantang Ryan.

“Mobil tua lo emang ditakdirkan rusak dengan lo dan nyokap lo masih di dalam sana.” Nura menoleh dengan senyuman sinis yang terpatri, “Makanya, hati-hati dalam melangkah.”

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang