Di pemakaman Bandung terdapat seorang Lily, Kaze, Linda, Ryan, dengan Rubay datang. Bersama Papa dan ketiga adiknya. Ditambah saudara-saudara Lily yang ikut datang.
Beberapa menit berselang saudara Lily pamit pulang. Kemudian, Linda bersama Kaze ikut bangkit setelah menabur bunga ke tanah itu, tetapi sebelum itu mereka berdua merangkul Lily terlebih dahulu.
"Gue sama Kaze tunggu di sana," sahut Linda setelah merangkulnya. Memilih tidak disini yang pasti akan membuatnya menangis dan pasti akan membebani pikiran Lily.
Lily hanya mengangguk saja. Sementara satu tangannya, mengusap-usap kepala adik bungsunya yang terus menangis tiada henti.
"Mama jangan pergi. Ade gak mau sendirian!" isak adiknya. Matanya yang sembab karena sedari kemarin tiada henti air mata itu bergulir.
Ryan menghampiri, duduk menyejajarkan posisi wajahnya dengan adik Lily. "Mau dibeliin Aa permen?"
Ade nampak terdiam, lalu sejurus kemudian hatinya langsung cerah. Terbuktikan dari mata basah itu terlihat memunculkan binaran bahagia. Secepat itu adiknya berubah ceria. "Mau! Mau!"
Keduanya lanjut berdiri. Kemudian Ryan mengajak juga kedua adik kembar Lily yang masih menunduk dalam. Seolah beban berat jatuh kepada mereka. "Kalian juga hayu ikut," ajaknya.
Berry dan Lerin dengan berat menyetujui. Sepasang anak kembar itu tidak kuat bila masih berada di sini.
Sebelum benar-benar pergi Ryan kembali tatap ekpresi dingin Lily. Senyuman simpul yang biasanya selalu mengembang, kini tetap layu.
Ada keinginan dalam dirinya untuk menenangkan Lily di sini. Namun, ia tak yakin bisa. Maksudnya, perempuan itu tak yakin bisa ditenangkan oleh orang lain, termasuk dirinya. Hanya perempuan itu sendiri yang ia yakin bisa.
Atau mungkin ... dia butuh waktu berdua bersama mamanya.
Maka, Ryan akan membantunya dengan membawa adik-adik Lily yang terisak-isak. Sekali lagi ia menatap Lily yang masih menyorot kosong pada batu nisan di depannya sebelum benar-benar berjalan menjauh.
Di saat Ryan dan ketiga anaknya pergi dituruti dengan Rubay, Papa ikutan berlalu dengan wajah tidak bersahabat. Sebelum kakinya melangkah beliau berucap, "Bila acara ulang tahunmu tidak dilaksanakan, sudah pasti istriku masih hidup. Dasar orang pembawa sial," katanya tidak lagi dirinya mengembeli sebutan 'papa', Lily seolah tidak pantas dirinya sebut sebagai anak.
Llily tetap menunduk dengan mulut mengatup. Tidak berani menyanggah. Karena memang penyebab mamanya meninggal adalah salahnya. Mama mengeluarkan napas terakhirnya karena dirinya. Kalau saja acara tersebut tidak digelar atau kalau saja dirinya tidak menuruti kemauan Ryan untuk pergi berjalan-jalan, mamanya pasti akan selamat.
Tinggallah di sana dirinya sendirian. Suara serangga menyerta suasananya yang sedang kalut.
Ia tak pernah berpikir akan menjadi seperti ini. Lily pikir hari ini ia masih bersama mama, barangkali sedang bercanda tawa sambil bercerita panjang.
Hatinya mencelos.
Tak terasa matanya yang sedari kering mulai membasahi pipinya. Semakin lama semakin cepat mengalir.
Lily terisak. "Ada satu alasan Lily bertahan sampai sekarang," ia menarik napasnya sekuat tenaga ketika dadanya menyesak. "Lily gapapa kok dirundung di sekolah, dibabuin sama semua orang, disakitin terus-terusan. Lily gapapa."
Ia menggigit bibirnya. "A-asalkan ... orang tersayang Lily ada di sini."
"Kamu itu kelihatan kalau lagi bersandiwara. Mungkin mulut kamu bisa, tapi kalau muka masih kelihatan." Mama tertawa kecil.
Benaknya dengan cepat membayang kejadian yang sudah dilalui bersama mamanya. Dengan singkat memori itu membuat pikirannya kacau balau.
Ia jelas membutuhkan kopi setelah kemarin ia melupakannya.
Saat Lily menangis, menumpahkan semuanya di sana. Dari jauh terlihat Ryan dan Rubay yang memilih kembali ketika ketiga adiknya Lily memilih putar arah untuk pulang langsung dengan papanya.
"Dia diancam. Dari awal semester satu," terang Rubay sambil membaca pesan yang kemarin ia retas. "Orang itu minta Lily jangan dekati lo-"
"Ha?" sela Ryan dengan kening mengerut. "Maksud lo? Nyokapnya diracun karena orang itu?"
"Makanan yang nyokapnya Lily makan udah ditambahin zat arsenik, Yan. Jelas banget, pelakunya adalah orang yang ikut ngasih kejutan kemarin."
Tangan Ryan mengepal. "Gue yakin ini perbuatan Nura."
Semantara Rubay hanya terdiam. Sebentar ia menatap langit mendung yang mulai menjatuhkan rintik air hujan. Meski samar, ia mengukir senyuman kecil sambil bergumam, "Nanti gue cari tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily Kacamata [END]
AcakCover by Fisca @Choa Tentang Lily Kacamata yang selalu tegar menghadapi masalah di depannya. Namun semakin ia kuat bertahan, masalah semakin bermuculan. Mereka selalu mengganggunya. Seolah dirinya adalah manusia terkutuk yang pantas menjalankan kis...