20.2 Hadiah Ulang Tahun

1 0 0
                                    

Lily pulang ke kos setelah senja sudah datang di pantai tadi. Sore menjelang malam itu seperti dominan gelap karena matahari sudah sepenuhnya terbenam.

Thanks atas semuanya,” Lily tersenyum setelah keluar dari mobil dan berdiri di depan jendela mobil tepat Ryan menyetir. Lalu terdengar Puku mengeong di pangkuannya.

Ryan tersenyum tipis. “Ini juga salah satu permintaan maaf gue, Ly. Gue bener-bener udah banyak jahat sama lo. Mungkin masih kurang, tetapi gue akan membayar penderitaan lo dengan cara apapun.”

Lily tersenyum. Menghargai usaha lelaki itu.

Mobil melaju meninggalkan Lily di pagar depan gerbang indekos. Ia mulai masuk dengan mengusap-usap Puku di pangkuannya.

Hingga sampai pada depan kos-nya, Lily memasukkan kunci pada pintu dan membukanya.

Yang pertama ia lihat adalah gelap karena lampu belum ia nyalakan. Ia melangkah lebih dalam sambil matanya fokus tetap pada seekor kucing.

Meong...

“SELAMAT ULANG TAHUN!!”

Lily ambil satu langkah mundur sambil terhenyak. Suara yang riang menggelegar bersamaan dengan lampu yang spontan dinyalakan.

Di depannya sudah ada Linda, Kaze, ketiga adikmya, papanya dan mamanya. Ada Rubay, Nura bersama teman-teman yang tak seberapa tetapi dapat memperpadat ruangan.

“Selamat bertambahnya umur, Ly.”

Lily tak menduga ini sebelumnya. Ia kemudian menoleh lagi ke belakang pintu, sosok Ryan yang tadi sudah beranjak pulang kini berdiri di belakangnya. Melambai ringan dengan raut yang ramah.

Gue gak tau kejutan ini ide siapa, tapi gue seneng, ini pertama kalinya tanggal kelahiran gue dirayakan.

Akhirnya mereka bersama-sama menyanyikan selamat ulang tahun untuk Lily. Hingga peniupan ulang tahun selesai, Lily keduakalinya membacakan harapannya dalam hati. Dengan senyuman yang tidak bisa ia hilangkan.

Yang lain sedang membentangkan tikar dan menyusun makanan berat berupa nasi kuning dan lauk lainnya di luar halaman. Sementara Lily mengedarkan pandangannya sekali lagi, Ryan berdiri di samping sofa sana sedang berbicara dengan Rubay.  Lily menghampiri.

“Ide lo juga?”

Ryan yang tersadar Lily ada di depannya langsung mengulum senyum. “Nggak juga. Semuanya turut mau ngerayain ulang tahun lo ke tujuh belas ini.”

Sore berganti malam itu menjadi sebuah kehangatan bagi Lily. Tatapan bercahayanya tak pernah pudar kali ini.

“Dan ... gue minta maaf, Nura kayaknya ngebet banget mau ikutan ngerayain,” tambah Linda yang tahu-tahu nimbrung. Mata tajamnya tertuju pada sosok Nura yang ikut membahu mendekor halaman. “Jujur. Gue muak liat muka polosnya yang padahal pastinya punya niat gelap.”

Lily ikut menatap Nura. Diikuti Ryan dan Rubay.

“Selagi gak bawa temen se-geng-nya. Gue yakin dia gak bakal berulah,” Lily mencoba berpikir positif.

Namun, benaknya cepat mengingatkannya lagi pada kejadian ketika Nura menindasnya, menyuruhnya untuk tunduk dan memerintahnya untuk menjauhi sosok lelaki yang kini ada di hadapannya.

Namun, kali ini, Nura tidak menunjukkan sikap buruknya. Perempuan berambut pendek itu menjelma seperti putri baik hati yang kepada mamanya saja selalu memasang wajah ramah dan sopan.

“Hayo-hayo! Ngumpul sini! Kita makan bareng-bareng!” Mama datang dari luar, memanggil keempat remaja yang masih di dalam kos.

“Hayuu!” Linda menyorak, keluar diekori dengan Ryan dan Rubay.

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang