10.3 Kedatangan tiba-tiba

2 1 0
                                    

Lily menghampiri pintu yang diketuk oleh seseorang dari luar. Hal sederhana namun memakan waktu, padahal tadinya Lily berniat menyeruput kopi dinginnya yang baru diseduh sebelum pergi ke sekolah. Tapi nyatanya, waktu itu terampas sedikit karena ada seseorang yang datang. Maka disimpan dulu gelas berisi kopi itu di dapur, lalu berjalan membuka pintu.

"HUWAAAA!" Lily terperanjat sampai jatuh ke lantai dengan pantat yang pertama menempel keramik ketika mamanya’lah yang datang ke kosnya. Bahkan dirinya lebih siap Linda yang datang dengan beribu curhat tak jelas daripada mamanya. Sudah seperti kedatangan hantu Lily kabur ke dapur, meraih kopi dan membuangnya karena sangat gawat bila mamanya mengetahui, tapi Lily sempatkan untuk meminum setengah karena sayang bila dibuang semua.

"Kamu kenapa, Sayang?" Ista meraih cermin di tasnya, ingin mencari kejanggalan terhadap wajahnya sampai Lily lari ke ruang dapur, memang kosnya Lily tanpa sekat, tapi khusus dapur dan kamar mandi pasti diberi sekat dinding.

Ketika mamanya sedang sibuk bercermin di ruang tamu, Lily sibuk menyembunyikan kopi mau itu seruntuy sachet kopi, sebungkus, dan sekaleng. Lily masuk-masukkan ke kolong gelap, dan ada juga yang disumpal di botol minum berwarna hitam penuh sarang laba-laba. Lily melakukan itu supaya keselamatan hidupnya tetap terjalin, tak terbayangkan mamanya mengetahui ada sebungkus kopi di kosnya.

"Ly ...."

Lily cepat-cepat melempar kaleng berisi kopi ke dalam tong sampah yang busuk di sampingnya dengan pasrah karena tak ada lagi tempat persembunyian, karena lima detik kemudian mamanya akan berdiri di sekat antara ruang tamu dan ruang dapur.

Lily tersenyum berseri-seri. "Oh ternyata Mama, kirain hantu, hehe."

Ista memperhatikan seragam sekolah Lily yang melekat di tubuhnya. Dengan jengah ia menyahut, "Baru kemarin kamu dikeroyok, dan sekarang kamu masuk sekolah? Nggak! Nggak! Kamu gak boleh sekolah dulu, tunggu sampai tubuh kamu pulih."

"Maunya gitu. Cuma kalau papa tau, gimana? Nanti dihukum lagi.” Lily menghela napasnya lelah. “Nah ... Lily tanya sekarang," gadis itu memberi tatapan menyelidik, "Mama kok bisa ke sini? Kabur, ya?"

Ista hanya mengangguk, lalu menelepon Kaze. Memberitahu anaknya tak perlu pergi ke sekolah lantaran sakit dan dengan santainya menyuruh Kaze membuat laporan surat  tidak masuk sekolah untuk Lily, memang tak seharusnya ia susah-susah buat laporan karena titik masalah yang dialami Lily sudah jelas. Tak memungkinkan guru-guru marah karena yang membuat laporan surat sakit adalah Kaze bukan orangtua Lily, justru dirinya yang patut marah besar atas perlakuan siswa serta kelalaian keamanan yang tidak baik. Tapi itu hanya membuang waktu. Ia takkan membiarkan waktu merampas kebersamaan dirinya dan anaknya, ia ingin memakainya sebaik mungkin sebelum kakinya mengintruksikan pulang ke Bandung.

Katanya Mama ingin sekali sarapan di luar bersamanya dan tentu disanggupinya walau terdapat bengkak ungu di mana-mana yang bila disentuh bisa berdenyutkan kepala, apalagi bagian perut sampingnya yang terasa remuk.

Sebelum itu, Lily pura-pura ingin minum menuju dapur, padahal dirinya hanya memastikan kaleng kopi yang dilempar ke tong sampah apa terkena kotoran busuk.

Benar saja, bahkan lebih buruk. Tutup kaleng terbuka hingga tak sedikit serbuk kopi tumpah keluar bercampur dengan sampah sayuran basi bertemankan lalat dan bilatung menari-nari di sana. Pasrah, itulah cara terbaik Lily gunakan sekarang.

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang