55. Jadi?

3.4K 72 5
                                    

⚠⚠⚠


•••

"Haechan, bawa berkas ini menghadap Pak direktur diruangannya. Cepat" Haechan berkedip pelan, lalu ia buru-buru membawa berkas ditangan seorang pria tampan itu dan pergi dengan tergesa-gesa.

"Ah, sialan" Pria tampan itu―Jeno mengusap bawah hidungnya dengan tangan. Hidungnya selalu mengeluarkan tetesan darah setiap kali bertemu atau berhadapan dengan Haechan. Entah kenapa dirinya bisa seperti ini.

tok tok tok

"P-Pak direktur.." Haechan merasakan jantungnya berdegup kencang. Bukan karena dirinya menyukai sang direktur, ia hanya merasa ketakutan.

"Jika kau Haechan, silahkan masuk. Jika bukan kutebas kepalamu" Ujar seseorang dari dalam ruangan. Haechan terdiam kaget, dengan gugup ia pun menyebutkan namanya.

"S-Saya Haec-Haechan, Pak.." Tak lama pintu itu terbuka. Terlihat seseorang pria kemeja merah satin yang menatapnya dengan tatapan mesum. Haechan menelan ludah dengan susah payah. Suasananya sangat tidak mengenakkan.

"Mari masuk, kau tidak sedang merencanakan sesuatu, bukan?" Haechan menggeleng. Tak lama tangan sang direktur mulai meraba-raba dua buah benda dibelakang milik si lelaki muda. Ia berjengit kaget dan berusaha tak mempermasalahkan hal tak senonoh itu.

"I-ini berkas yang Pak J-Jeno titipkan pada Saya untuk Anda, Pak" Haechan beringsut mundur, ia tak tahan dengan kedua tangan direkturnya yang terus meremas-remas bokongnya.

"Ah, iya. Terima kasih" Pak direktur tersebut berbalik badan menghampiri singgasananya. Haechan menghela nafasnya merasa sudah aman karena sang direktur berhenti melecehkannya.

Setelah beberapa menit sang atasan memeriksa berkas yang dibawa Haechan, dirinya pun tiba-tiba memberikan perintah yang membuat Haechan terkejut karena sedikit melamun.

"Tutup pintunya, jangan biarkan seseorang masuk tanpa seizinku!" Kedua bodyguard yang sedari tadi menjaga pintu ruangan sang direktur bergerak cepat menutup pintu dan menguncinya. Lalu keduanya pergi meninggalkan sang atasan dengan satu karyawan barunya.

"Sekarang, dirimu hanya milikku. Haechan Lee" Sang direktur berjalan perlahan mendekati Haechan yang berusaha mundur menghindari orang didepannya. Haechan terus mundur hingga punggungnya terantuk sebuah lemari kaca dibelakangnya.

"Sebut namaku malam ini, atau kau benar-benar habis ditangan ku" Haechan menelan ludah dengan gugup. Sungguh, Haechan benar-benar takut sekarang.

"P-Pak.. Hen-Hentikan Pak.. Kumohonhh.. Shh.. Ahh" Pria yang lebih tua itu mulai mengecup leher jenjang Haechan hingga meninggalkan bekas kemerahan. Haechan tak bisa berkutik, kedua tangannya berada diatas kepalanya. Ditahan oleh salah satu tangan sang atasan agar ia leluasa mengecup leher itu.

"Diam, Lee Haechan. Aku takkan menyakitimu jika kau diam menurut!" Bentak Mark―nama sang direktur yang selama ini Haechan takuti saat berada disekitar pria itu.

"T-Tolongghh.. Ahh.." Haechan tak bisa diam karena merasakan hal yang asing menjarahi tubuhnya. Mark terus membuat Haechan mendesahkan namanya. Rupanya mulut itu sulit menyebutkan namanya.

"Sebut namaku!" Bentak Mark. Haechan memejamkan matanya merasakan tangan kanan Mark sekarang mulai masuk ke dalam celananya.

"Shh.. Ahh.. Jangannhh Markkhh.." Haechan menatap sayu pria dihadapannya. Mark tak memperdulikannya. Ia menarik kasar celana kain yang Haechan pakai lalu melemparnya ke sembarang arah. Terlihat penis kecil itu rupanya sudah tegang dan basah. Mark meneguk ludahnya susah payah.

(Just) Endure and Hurt II ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang