62. Perpustakaan

2.8K 69 5
                                    


⚠⚠⚠

"Lo beneran gapapa, Chan?" Renjun tampak khawatir karena Haechan memaksa ikut dirinya ke perpustakaan di kota.

Bukan tanpa sebab, itu dikarenakan usia kandungan Haechan sudah menuju waktunya untuk melahirkan.

Renjun takut terjadi hal yang tak diinginkan nanti saat mereka bepergian. Entah itu dijalan, di mobil maupun di perpustakaannya.

"Iya elah, kenapa sih? Gue masih kuat, udah lo jangan ngekhawatirin gue. Ayo berangkat, keburu panas, Njun" Renjun pun mengangguk pasrah. Renjun berjalan menyusul masuk ke dalam mobil miliknya.

Haechan masuk lebih dulu ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang tepat disebelah kursi pengemudi. Setelah keduanya selesai memakai sabuk pengaman. Berangkat lah mereka menuju perpustakaan kota.

•••


Saat ditengah perjalanan, Haechan merasakan perutnya mengeras. Entah mungkin sang bayi lapar atau dirinya memang mungkin terlalu lama duduk. Sudah setengah jam keduanya berkendara.

Renjun tak sadar bahwa Haechan tengah menahan sakitnya, Haechan pun berusaha tak mempedulikannya. Tak lama kontraksinya pun mereda dan dirinya berakting seakan tak terjadi apa-apa.

Akhirnya Renjun dan Haechan sampai, tepat pintu perpustakaan dibuka keduanya mencium wangi yang amat mereka sukai. Yaitu aroma buku-buku dan pengharum ruangan yang menenangkan.

"Gue ke rak buku non fiksi, lo bebas mau kemana aja. Jangan kelamaan berdiri sama kebanyakan jalan. Kalo capek telpon gue, inget? Awas aja lo pura-pura gak dengerin gue" Peringat Renjun.

Haechan hanya memutar bola matanya malas mendengar ocehan Renjun yang sudah berulang kali ia ucapkan.

Padahal lebih enak didenger kalo pasangan sendiri yang ngomong. Ini apaan? Batin Haechan jengkel.

Bagaimana bisa Jisung bertahan dengan makhluk banyak bicara seperti Renjun? Ah.. Tak tahu lah, dirinya pun hamil karena 'kecelakaan' orang tak dikenalnya. Bagaimana bisa ia merasakan hal seperti itu? Dicintai? Omong kosong.

bruk!

"Ah maafkan aku, apa dirimu baik-baik saja? Oh God, kau sedang hamil tua. Maafkan aku, maafkan aku!" Haechan terkejut saat seorang pegawai perpustakaan menabrak punggungnya.

Rasanya sakit, ternyata ada seorang pria tampan (Apa? tampan?) yang membawa banyak sekali buku ditangannya. Haechan dan pria itu terdiam saling menatap satu sama lain.

Tunggu, rasa apa ini? Bukan bukan, bukan rasa sakit seperti kontraksi lagi pada perutnya.. Ini mungkin rasa cinta, oh God! Bahkan rasa nyeri dipunggungnya sama sekali tak terasa.

"Maafkan aku! Aku akan bertanggungjawab" Ucapnya seperti tanpa berpikir. Haechan terkesiap. Apa katanya? Bertanggungjawab, oh wow.. Dan, namanya? Mark Lee. Tampan seperti namanya. Ah tunggu!

"Ah tidak apa-apa, aku masih kuat. Tidak apa-apa, jangan terus membungkuk seperti itu padaku, aku malu. Aku memaafkanmu.." Tangan Haechan terulur pada bahu pria itu untuk tidak terus meminta maaf sembari membungkukkan badannya. Ia merasa tak enak.

Untung saja tak ada yang melihat mereka karena mereka berada di lorong paling pojok. Bahkan dekat dengan pintu yang entah pintu apa. Mungkin gudang atau toilet.

splash!

Seluruh tubuh Haechan membeku. Tangannya yang berada dipundak si pria untuk menghentikannya membungkuk, tiba-tiba mengcengkram erat hingga pakaian itu kusut.

(Just) Endure and Hurt II ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang