13. Masih tergila-gila

33.3K 2.5K 43
                                    

Vote, comment, and follow yaa

Selamat membaca🤗

____

Berbeda dari kemarin, hari ini Cakra yang mendongeng. Lumayan lah tugasku berkurang satu. Tinggal membuat segelas susu, setelahnya bisa langsung pergi ke kamar nonton drama atau skroll medsos sampai kantuk datang menyerang.

Kuketuk pintu kamar Lio, mengantarkan susu hangat kayak omega 6 ini.  Entah bagaimana orangtuanya mendidik sampai Lio berbeda dari yang lain, terutama soal makanan.

Setelah tak bisa makan tanpa sayur, tak bisa melewatkan hari tanpa jus, sekarang aku tahu lagi satu kebiasaannya. Minum susu formula yang harganya lumayan. Tampaknya Cakra dan Marissa sepakat menanamkan kebiasaan makan dan minum sehat sedari dini.

"Ah, Tante! Papa tuh gak seru ngedongengnya. Datar aja, alih-alih cerita Papa malah baca lantang. Lio pusing jadinya." Keluh Lio meraih jemariku. Aku terpaksa mendekat, usap kepalanya.

"Ya yang namanya dongeng dibaca lah." Timpal papanya tak mau kalah.

"Tante yang dongengin aja deh, Tan." Pinta Lio mengabaikan Cakra. Buku dongengnya ia rebut setelah menuntunku duduk di tepi ranjang.

Selagi Lio mencari halaman yang diinginkannya, aku mencuri pandang arah papanya. Jelas bukan karena tertarik, aku hanya sedang menanti tubuh itu kapan beranjaknya.

Masa aku harus mendongeng di depannya juga sih? Meski bukan kontes, gugup itu hadir. Performaku bisa saja jauh dari maksimal, semoga sebatas dugaan. Fokusku terus tertuju pada Lio, mencoba abaikan Cakra yang kurasakan tengah mengawasi lekat.

Berkat respon ekspresif Lio aku berhasil. Cerita itu habis tersampaikan tanpa terganggu oleh tatapan Cakra.

"Mungkin tikus itu bantuin gerogotin jaring yang ngejebak si Rimba karena ngerasa dulunya ia pernah dibantu Rimba ya, Tan?" Tanyanya menyinggung kisah yang kuceritakan tadi.

"Berbuat baik itu penting kan, Tan? Suatu saat bakal ada manfaatnya juga buat kita. Rimba kan gitu, kalau dulu dia jahat dan abai  gak nolongin tikus, mungkin sekarang tikusnya gak mau bantuin kali."

Apakah jenis makanan yang kita makan berpengaruh pada cara kerja otak? Setahuku anak-anak mendengar dongeng hanya untuk senang-senang, sekedar menikmati alur ceritanya tanpa mau berpikir dalam kira-kira pesan dibalik dongen yang bisa diterapkan dalam hidup itu apa.

Tapi Lio sungguh berbeda dari kebanyakan. Kulirik Cakra, pasti bangga memiliki buah hati seperti Lio. Raut kagum yang sempat kupikir menghias wajahnya ternyata nihil terpasang. Bukan Lio yang sedang ia perhatikan melainkan aku.

Senyumnya makin mengembang, tidak ada tuh drama buang muka karena tertangkap basah olehku.

"Tante, minta tolong pukpukin kayak kemarin. Nenangin soalnya." Lio merebahkan tubuhnya. "Ngantuk, Lio mau tidur sekarang."

Aku bekerja untuk melayaninya, apapun permintaannya dengan catatan masih masuk akal tentu wajib hukumnya untuk dituruti. Melewatkan nyanyian sumbang seperti kemarin, aku mulai menepuk-nepuk lengan atasnya.

Terhitung sekitar lima menitan. Kini Lio sudah terlelap terseret mimpi-mimpi yang mungkin lebih indah dari kenyataan. Entah kasus anak kecil dengan orang dewasa sama atau tidak, tetapi kebanyakan orang dewasa kurasa menyetujui perkara itu. Kadang mimpi lebih menyenangkan dari kenyataan. Ada yang sampai enggan bangun saking kerasnya real life.

"Lampu tidurnya nyalain!" Pintaku pada Cakra, posisinya berdeketan dengan nakas lampu.

Sementara aku sendiri beranjak mematikan lampu ruangan sebelum pergi keluar. Hening mengepung, bu Narti sepertinya sudah masuk kamar dan pak Iman jauh di pos luar sana.

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang