Happy Reading🤗
_____
Pada akhirnya visual yang memanjakan mata lebih mudah merayu seseorang untuk mengasongkan kamera demi menangkap potretnya. Kanaya tengah sibuk merekam setiap detail interior yang terpampang amat memukau.
Sebenarnya tingkat memukau setiap orang pasti berbeda porsinya, tapi aku rasa akan sedikit orang menyebut ruangan ini jelek.
Bertema netral dengan perpaduan putih, cream dan soft pink. Properti yang digunakan juga cantik, menyudut ke kesan aesthetik. Bola-bola lampu, tralis kecil, meja bundar, sofa empuk yang minimalis, bunga-bunga kering, tanaman rambat yang hijau menyegarkan, dan alas motif abstrak. Semua warna, gaya,dan ornamen begitu selaras.
“Wah, ini dia bos besarnya. Selamat Jo.” Kanaya memberi selamat sambil terus mengabadikan.
Tentu Kanaya kenal Jojo meski tak sekantor sepertiku. Keduanya terhubung jauh sebelum aku mengenal Jojo. Pertemanan Kanaya luas meski sebatas casual, pada Cakra saja ia lumayan saling kenal. Jadi ketika hari ini ia banyak mendapat sapaan dari orang asing, aku dan Caca mewajarkan.
Jojo menyambut dengan humble, sedikit bingung ia beralih menyalami Caca. Ya, keduanya memang belum tahu sama tahu, Caca sering mendengar tentangnya tanpa pernah bertemu langsung.
“Temen gue sama Inara. Kata lo boleh ngajak temen di grand opening ini.” Jelas Kanaya, Jojo sebatas tersenyum ramah sebelum akhirnya high five padaku.
“Waw, auranya calon ibu tiri beda ya.” Sambut dia padaku menyisipkan tawa kecil. “Apa kabar lo, Na? Makin cakep aja nih keliatannya apalagi pake tas ini.”
Otomatis semua meninjau tas yang dimaksud Jojo, ini pemberiannya. Aku pakai karena merasa cocok saja dengan dress baby blue ini. “Thank you loh Jo. Tasnya selain berdaya guna, bernilai juga loh, sempet mau gue jual cuma sayang aja.”
“Lebih sayang ke yang ngasihnya kali maksudnya. Kenangannya terlalu mahal.” Canda Jojo seraya mengiring kami duduk di meja yang telah disediakan.
Beberapa acara berjalan tanpa cela. Sambutan-sambutan, kisah dibalik pendirian restoran, dan penjelasan singkat tentang restoran kasual ini. Inti dari acaranya baru berlangsung- pemotongan pita sebagai tanda peresmian bisnis barunya.
Tak luput Jojo memberikan kesempatan untuk mencicipi menu di restorannya. Seraya menikmati hidangan, ia menghadirkan live music sebagai hiburan.
Biasanya jika bisnis baru begini akan ada lapangan pekerjaan baru, sayang kata Jojo ia hanya memperkerjakan orang seadanya, itupun diambil dari keluarganya yang mengalami kebangkrutan. Jadi tidak ada slot untukku bergabung.
Gantinya Jojo hanya membantu doa dan menyebarkan info loker bila memang ia mendapatkannya dari rekan lainnya. Ia sempat menawarkan solusi atas permasalahanku, katanya menikah saja dengan Cakra, jika memang aku mau melepas kepercayaanku untuk ikut dengannya maka ia siap juga meminangku.
Entah ia becanda atau bagaimana, tapi tawaran tersebut cukup menggiurkan. Siapa yang tidak mau hidup tanpa pusing memikirkan uang, tanpa kekurangan uang.
“Jangan nanggung-nanggung gak sih idup tuh, kalo mau matre ya matre sekalian. Daripada Jojo, gue saranin sama Cakra aja. Anak tunggal, usaha stabil, gak akan ada tuh drama rebutan warisan sama sodara.” Kanaya berceloteh beri pendapat. “Jojo juga boleh sih tapi yang beratnya lo harus log in agamanya. Dia punya sodara tiga, kemungkinan ributin warisan kaya ftv bisa aja terjadi.”
Aku mengedikkan bahu acuh. Opsi memperkaya diri atau membebaskan masalah finansial via menjerat anak konglomerat tak pernah ada dalam rencana hidupku, untuk apa pula aku serepot Kanaya mempertimbangkan Cakra atau Jojo lebih unggul mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Berhenti di Kamu
RomanceUang memang penguasa dunia. Dan dunia itu durjana. Bagaimana tidak, aku mengalami kesialan bertubi di waktu bersamaan terutama dalam perekonomian. Miskin dalam semalam. Kelaparan, kebingungan, luntang-lantung, sampai hampir jadi ani-ani. Penghujung...