33. Kecup adalah Obat

22.3K 1.3K 4
                                    

Selamat membaca🤗

____

Mewah, meriah, sampe intimate. Setiap orang bebas memilih wedding dreamnya masing-masing. Selagi Cakra bertukar obrol bersama teman-temannya, aku menekuri banyak properti yang kolaboratif menciptakan dekorasi menakjubkan.

Tak nampak melati sebagaimana khasnya orang menikah, yang ada hanya bunga kering, paling bisa kukenali ialah daun palem dan rumput pampas. Cantik, tema rusticnya kentara nyata.

"Sere dateng bro. Doi di sebelah sana tuh." Sesorang datang memberi tahu arah kiri. "Gila, makin cakep aja. Bego banget emang calon lakinya! Lo gak niat buat nerusin misi lapuk lo itu? Mumpung ada kesempatan, bro!"

"Eh, tapi Sere kira-kira pandang status gak ya? Lo kan udah duda, men!" Tawanya puas menggelegar.

Bohong kalau aku diam saja. Meski berpura-pura mengamati dekorasi, kupingku tajam mencuri dengar. Nama tersebut bukankah pernah hadir dalam pergibahanku tempo hari? Teman lama Cakra yang juga jadi sahabat Kanaya?

Cakra juga sempat menanyakan keadaannya pada Kanaya. Punya hubungan apa Cakra dan Sere? Temannya tadi bilang misi lapuk, apa maksudnya?

"Eh, ada orang." Teman Cakra baru menyadari kehadiranku. "Hallo! Raka."

"Dia calon bini gue. Cantik kan?"

Dari gelagatanya, Raka yang baru kutahu namanya itu merasa tak enak hati, terus meminta maaf. "Asli gak tahu deh Cakra udah taken."

Anehnya, matanya berbinar kala kupernalkan nama sebagaimana orang mengenaliku. Inara, satu nama pasaran. Ada banyak Inara di luaran sana, entah apa yang membuatnya terkesima atas nama tersebut.

"Oh, ini Ina toh. Pantes Cakra berhenti di kamu. Disodorin banyak cewek nolak mulu, cantik banget sih. Salam kenal, ya." Raka riang bercerita. "Dulu Cakra gila banget, putus dari kamu hampir minum baygon. Otak pintarnya mati seketika."

Spontan mataku menghujam Cakra yang tengah menggaruk tengkuknya malu. "Ya gimana, kamu ninggalin aku gitu aja, semua akses kamu blok. Mana mama desek mulu nikahin Marissa, katanya takut perutnya keburu besar."

"Makin kasian pas Nara berhasil move on, eh dianya makin edan ngejar-ngejar Nara." Tiba-tiba dua manusia ikut bergabung. Jojo nyengir bangga. "Lo mesti berterimakasih sama kalung rasorio yang gue pake. Gara-gara itu kami gak bisa bersatu."

Cakra kesal, Raka bingung, Jojo dan temannya yang kuyakini bernama Anggara kompak tertawa. Setelahnya Anggara menyodorkan tangan padaku. "Sering banget denger tentang kamu dari Cakra sayang baru bisa ketemu sekarang. Gara."

Sepuluh tahun menjalin hubungan dengan Cakra ternyata masih banyak hal yang belum kuketahui. Seperti misalnya tentang teman-teman Cakra ini. Dulu aku hapalnya pada teman-teman kuliah Cakra, itupun banyaknya hanya teman sekedar status. Tak sedikit yang kemudian meninggalkan Cakra ketika kecelakaan menimpanya.

Jojo, mantan gebetanku tahunya sudah mengenal Cakra sedari orok. Raka baru beres merantau dari negeri orang makanya kudetnya kental sekali mengenai kisah teman-teman sekitarnya. Gara, dia yang sering Kanaya beberkan keburukannya nyatanya seru dan humble.

"Oh, jadi Inara sama Jojo sempet saling naksir?" Raka tergelak sendiri. "Anjirlah nyesel banget gue ternak uang di negeri orang sampe melewatkan banyak momen seru kayak gini."

"Gue juga nyesel kuliah di luar. Kenapa gak satu univ aja sama Cakra, mungkin pertemuan gue sama Nara bisa lebih awal. Saat itupun gue masih tolerir hubungan beda agama, setidaknya gue bisa rebut Nara dari lo." Jojo terbahak, seru sendiri mengobrak-abrik emosi Cakra.

"Jangan! Bahaya. Cukup konflik Cakra dan Gara aja yang buat tongkrongan kita hampir bubar." Raka berceletuk serius. "Males banget gue, janji-janji tai kucing. Katanya gak bakal ribut cuma karna cewek, eh nyatanya keuji juga tuh."

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang