48. Empat puluh delapan

20K 988 20
                                    

Selamat membaca dan berakhir pekan, up date lagi hari Senin yaaa

____

Es krim strawberry yang diapit roti tawar kugigit berani. Lumayan ngilu-ngilu meski rasanya enak. Saat kubilang enggan mengunjungi mall, ujungnya kaki kami bermuara juga ke sana.

Sepanjang perjalanan mencari es krim roti tawar ini sampai hampir tiba di pelataran mall wajahnya menekuk. Insiden abang gofood datang di waktu kurang tepat pagi tadi penyebabnya.

Bagaimana tidak, gagal unboxing di waktu rambu hijau telah kunyalakan terang-terang untuk dia yang sedari dulu mendambakan tentu saja menyebalkan. Ditambah alih-alih kami melanjutkan, Rio datang kemudian membawa paperbag baju ganti untuknya.

"Ada aja halangannya!" Kesalnya tadi sembari manyun menggemaskan.

Senyumku spontan terbit mengingat ekspresinya, namun hukum tak ada yang abadi dalam hidup itu nyata adanya. Belum genap lima detik tarikan senyumku berubah dikepung tegang.

Panggilan dari Praja. Sepenting apapun itu, mana bisa mengangkatnya di depan Cakra. Ia masih fokus mencari parkiran kosong saat ponselku terus menampilkan nama Praja. Bersyukurnya setelan ponselku dalam mode hening.

"Jangan nonton horor Na. Capek jantung, kasian." Pintanya menuntunku memasuki mall.

"Kamu beli tiketnya sendiri gak papa? Aku toilet dulu ya. Kebelet pipis."

Bohong. Aku mau menghubungi Praja, barangkali ada hal urgent. Tapi untungnya bukan, sekedar kabar basi. Praja meminta maaf untuk kelakuan ibunya yang seenaknya bertindak. Praja lalu menanyakan ulang keyakinanku pada keputusan yang kubuat terakhir kali.

Apakah benar aku mau menerima pertunangan tersebut tanpa mencoba membantah? Barangkali katanya masih berat hati meninggalkan Cakra.

Ya, sejujurnya sampai kapan pun meninggalkan Cakra takkan terasa ringan. Sayangnya keinginanku di sini bukan prioritas. Aku memutuskan setelah mempertimbangkan banyak hal.

"Mungkin ini jalan terbaik buat kita semua, Mas."

"Orangtua kita nyuruh cari cincin sama kebaya besok, Na. Katanya acaranya Minggu, itu artinya waktunya tinggal sedikit lagi."

"Habis pulang ngantor kali bisanya."

"Gak tahu kenapa saya merasa banyak gak enaknya, Na. Maaf ya udah hadir jadi orang ketiga di hubungan kalian."

Bukan salah Praja. Berulang kali aku tegaskan padanya, tapi sepertinya Praja tipikal sesirkel denganku dan Bara, para manusia gak enakan. Takut sekali dirinya merepotkan dan merugikan orang lain.

Aku kembali saat Cakra sudah siap dengan dua tiket dan cemilan. Random saja genre yang ia pilih. Untungnya niatku menonton hari ini bukan untuk menikmati alur cerita filmnya, lebih ke ingin menikmati kebersamaan bersamanya.

"Action gak papa kan, Na?"

"Romance padahal bisa." Tunjukku pada salah satu judul yang posternya berderet tak jauh dari arah kami berdiri.

"Ngantuk ah. Kamu gak mau nonton kali ini aku tinggal tidur kan?"

Benar juga, jaman sekolah dulu tiap kubawa menonton genre romantis-romantis, Cakra selalu berujung ketiduran. Jadi ya sudah, karena aku merasa ini nonton bioskop terakhir bersamanya aku ikutin maunya.

Cakra menarikku sebentar sebelum menuju pintu masuk bioskop. Berdiri tepat di sampingku, ia berbisik sesuatu. "Tapi Na, film romance tadi adult gak? Label 18+ gak? Kali aja iya, gak papa deh kita nonton itu aja."

"Maksudmu apa?" Mataku membundar cepat seraya menyuap popcorn di tangan. Paham betul kemana otaknya bermuara.

"Ya kan lumayan buat referensi kita nanti malem kalo adegan begitu."

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang