31. Citylight

19K 1.3K 2
                                    

Selamat membaca🤗

____

Deru napas saling beradu tak serta merta memecah hening diantara kami. Aku bingung harus bersikap bagaimana. Marah dan kesal sudah pasti, bisa-bisanya Cakra mengikuti ide gila Kanaya. Malu juga, ketangkap basah mengakui rasa yang sedari dulu tegas kusangkal.

Sedikit kulirik arahnya, Cakra semata fokus membelah jalanan Jakarta yang sekelilingnya gemerlap dengan lampu kota dan gedung-gedung menjulang. Citylight Jakarta di malam hari selalu menakjubkan.

Belok menuju komplek, panoramanya sudah berbeda. Banyak berderet bangunan super megah dihias lampu terang benderang. Semuanya hampir berlantai lebih dari satu dan berpagar tinggi.

"Mau kemana?" Tanyanya mencegahku masuk rumah lebih dulu. "Bawa ini dulu."

Cakra seserius itu soal membelikan barang. Ada tujuh paperbag mentereng akan merk dagang di bagasi mobilnya. Siapapun orangnya pasti paham bahwa merk-merk tersebut bisa saja nilai tukarnya sebanding dengan UMR Jakarta atau lebih-lebih dapat buat DP motor atau mobil.

"Ngapain sih?" Todongku tak habis pikir melirik satu persatu paper bagnya.

Cakra enggan menjawab, ia lebih dulu meraih tas yang tersampir di bahuku, ia ambil peralatan di dalamnya. Hp, dompet, minyak angin, liptint, kaca, dan perintilan lainnya. Seenak jidat ia lempar tasku ke tong sampah.

Kebetulan hari ini aku mengenakan tas pemberian Jojo, kalau memang Cakra kurang suka bukan berarti ia berhak membuangnya juga! Bisa diuangkan jika berniat dijual.

"Mulai sekarang pake dariku aja. Jangan sembarangan terima barang dari cowok lain!" Titahnya serius.

"Dimana-mana nyari duit susah. Gak cuma di dunia nyata, di Bikini Bottom aja spongebob mau kerja di Krusty Krab buat dapet duit kok." Sambarku memungut ulang. "Lagian dibuang gini sama aja gak ngehargain pemberian orang."

"Terserah deh! Pokoknya jangan pake lagi tuh tas! Terlebih itu tas dari Jojo." Kesalnya menarik tanganku menuju bagasi mobil.

Perintilan barangku ia masukkan ke salah satu paperbag sebelum ia menenteng kantong belanjaannya. Sementara tangan kanannya tetap menggenggam tanganku, ia tarik menggiringku masuk ke dalam.

"Mending kamu jual lagi deh ini. Kebanyakan, buat apa juga?" Obrolku setelah ia menaruh tentengan di atas meja.

"Cuma kamu doang kayaknya yang gak girang dikasih banyak barang."

"Take and give. Aku gak punya apa-apa buat balasnya. Boro-boro ngasih, utang aja belum aku lunasin."

"Barang gak harus dibalas barang lagi, gak juga uang. Bisa balas jasa atau apapun." Simpelnya.

"Apapun?"

Cakra mengangguk. Matanya lalu turun menelusuri hidung, bibir, leher, dan berhenti di dada sekilas. "Termasuk tubuhmu juga boleh."

Kujauhkan kepala memukulnya refleks. "Dasar sinting!"

"Kenapa? Bukannya kamu kemarin nangis-nangis pas tahu aku ena-ena sama Anita? Gak rela tubuh aku dijamah wanita lain?"

"Enggak ya!"

"Terus kenapa nangis? Tadi aku gak salah denger kan di sambungan telpon Kanaya kalo malam kemarin kamu nangis."

"Di mimpi! Itupun nangisnya bukan gara-gara kamu tidur sama Anita!"

"Tapi karena?"

Aku berhasil mengerem mulutku. "Udah ah  aku mau ke kamar."

Jangan harap Cakra meloloskanku, ia menarik cepat tanganku sampai aku terjatuh menimpa pahanya. Seperti biasa ia selalu mengunci tubuhku jika sudah berada dalam posisi ini.

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang