16. Terlihat Mampu dan Mewah

28K 2.1K 3
                                    

Selamat membaca🤗

Vote yagesya🖤

____

Setahuku lumrahnya perusahaan baik perusahaan kecil atau besar, negeri atau swasta, PMA atau multinasional sekalipun, mereka selalu menginginkan karyawan spek robot. Mutitask, semua tugas disapu bersih oleh satu orang.

Atau kalau tidak serba bisa, setidaknya kompeten di bidang yang tengah dicarinya. Setelah aku kalah oleh freshgraduate jalur orang dalam, kali ini interviewku gagal terkalahkan oleh freshgraduate jalur ..., entahlah aku bingung menyebut klasifikasi jalurnya.

Jadi ceritanya seleksi kali ini mengusung sistem gugur. Psikotes, interview HR, dan interview user. Ada dua kandidat yang maju ke tahap interview akhir. Aku salah satu manusia tersebut.

Diteliti lebih detail, wajah si user interviewer ini familiar, tapi aku lupa siapa dan dimana pernah bertemu dengannya. Singkat cerita aku melibas habis pertanyaan user dengan lancar, dia bertanya soal neraca, cara penyajian laporan, dan tools-tools software Zahir, Myob, dan Accurate yang kukuasai.

Bukan mau over percaya diri, tapi lawanku terlalu ngangong-ngangong. Perusahaan meminta kandidat setidaknya menguasai software tersebut tapi dia tahupun tidak. Berbekal dari sana aku yakin akulah yang akan diterima.

"Kalian boleh pulang, terimakasih atas partisipasi dan kehadirannya. Untuk hasilnya kami kabari paling lambat esok hari ya." Begitu katanya.

Kebetulan aku tidak langsung pulang. Pinjam toilet dahulu karena sedari tadi menahan pipis dan mulas ingin buang hajat. Entah durasi aku nongkrong terlalu lama atau bagaimana tapi dari sini aku mencuri dengar suara khas si penginterview tadi. HR dan usernya.

"Iya, tadi saya ketemu di parkiran. Dia bawa mobil. Gak tanggung-tanggung Peugeot loh bukan Brio lagi. Kan lumayan harganya."

"Iya, pas tadi mau saya wawancara juga dia sempet angkat telpon dulu. Hpnya apple series terbaru, Bu." Komen si suara serak banjir yang kuyakini HRD. "Orang tajir kenapa pula ya nyari kerja remehan kayak kita."

"Makanya saya lebih milih satu kandidat lainnya. Meski dari segi skill masih kurang tapi dia jauh lebih membutuhkan dari orang kaya tersebut."

Terpukau aku mendengarnya. Hanya karena aku terlihat mewah dan mampu, mereka menyisihkanku. Lucu rasanya.

Aku terpaksa bawa mobil karena jadwal tesnya tak jauh dari jam antar Lio, maksudku sekalian saja. Kalau aku pergi antar mobil dulu ke rumah Cakra khawatir tidak akan keburu. Tahu sendiri lalu lintas Jakarta bagaimana. Toh aku sudah minta izin pemiliknya.

Dan soal merk ponsel, orang-orang dengan merk yang kupakai series terbaru itu menandakan sudah free soal finansial memangnya? Apakah merk hp sudah jadi tolak ukur status ekonomi manusia? Ah, aku kurang mengerti deh.

"Kenapa?"

Angkatku setelah ke tiga kalinya nomor tersebut menghubungi. Cakra. Memangnya siapa lagi?

"Gimana interviewnya? Lancar?" Tanyanya penasaran.

"Gak tahu ah, males!"

"Gagal lagi?" Tembak Cakra menyesal. Belum kujawab, ia sudah melanjutkannya. "Ya udah gak papa belum rezeki. Kamu jangan buru-buru cuma karena omongan Marissa. Aku gak bakal pecat kamu, santai aja."

"Iya." Sebatas itu yang kusampaikan.

"Yaudah kututup ya. Love you Inara."

Semenjak kiss in the car itu terjadi, tingkah Cakra makin menjadi. Sudah kuusahakan menghindar, tapi ia selalu bertindak yang membuatku mau tak mau harus meladeninya. Ia tak ragu mepet-mepet ke arahku, kecup kening, kecup pipi, telpon dan whatsapp melapor kegiatannya seperti perannya dulu saat jadi pacarku.

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang