Selamat membaca🤗
____
Statusnya sebagai kreditur mulai melantur. Tidak lagi mengurusi pinjam meminjam melainkan sudah merambah mengurusi yang lainnya, contohnya mengurusi ke mana resumeku harus berlayar.
Dia membukakan jalan, banyak merekomendasikan CV-ku ke koneksinya. Aku tidak meminta, dia melakukannya atas dasar kasihan setelah melihatku melunglai kepusingan gara-gara didesak ekonomi.
Satu alasan lagi kenapa aku menyebut Cakra lebih dari sebatas krediturku, dia membantu berkemas. Mana ada kreditur suka rela memakai jatah cutinya untuk membantu bebenah nasabahnya?
Ya, aku tahu Cakra tidak akan mempermasalahkan jatah cuti, bahkan ketika sisa cutinya nol dan dia kebetulan harus absen kerja, betapa mudahnya ia bolos. Anak yang punya perusahaan, ya bebas pastinya.
“Sebentar lagi bakal ada orang ke sini.” Infonya setelah melakban karton besar. “Mending sekarang kamu mandi aja deh. Gak usah khawatir hari ini gak bakal kelar kemasnya.”
Aku mengernyit menelaah maksud Cakra. “Orang?”
“Ada daily worker, aku pake jasa mereka. Pekerja di rumahku juga lagi dateng ke sini, aku suruh mereka bantuin.”
“Ngapin sih, gak us …,” potongku yang segera Cakra serobot lagi.
“Banyak yang bantu pasti cepet selesai kan? Katanya pengen cepet kelar.”
“Ya, gak harus ngerepotin banyak orang juga kali.” Timpalku terselip nada kesal.
“Ya terus kamu maunya kita berdua aja?” Alisnya mengangkat, senyumnya sedikit menggoda.
“Ish terserah deh!”
"Kamu mandi aja, Na. Biarin nanti mereka yang kerjain selagi kita pergi ke luar.”
Rencana macam apa itu? Aku menjeda aktivitas sejenak, mengingat-ingat percakapan malam kemarin, takutnya aku lupa pada rencana yang telah kami sepakati.
“Perasaan gak pernah ada rencana keluar sama orang deh apalagi sama Cakra.” Gumamku menyahuti isi hati.
“Memang gak ada, tapi kan kita harus cari kos kosan. Kamu belum dapet kan?” Tanggap Cakra, tangannya kemudian mengibas-ngibas. “Udah deh cepet mandi.”
Setengah berjalan meninggalkan Cakra aku mengulang kata-katanya tadi, dia bilang cari kosan kan? Aku tidak salah dengar? Padahal Cakra sedari malam menentang keras kembali pada habitat lamaku- mengekos.
Namun ya sudahlah, mungkin sudah berubah pikiran. Otak sedang mumet-mumetnya, tak perlu lagi ditambah memikirkan hal remeh.
Biasanya jika isi otak tengah kemelut, badan berasa pegal, tulang dan sendi nyeri, obat penawarnya cukup berendam di air hangat. Itu cukup merilekskan. Ah, jangan lupa teteskan aromaterapi. Menurutku, wangi-wangi tersebut kunci dari kerileksannya.
Sayangnya detik ini bukan waktu yang tepat. Aku menyelesaikan mandi dan bersiap diri sekitar sepuluh menitan. Ketika aku keluar, sekeliling rumah ramai. Tumpukan karton pindahan tampak bertambah dua karton.
“Sebenernya aku sempet nyari di aplikasi, ada beberapa yang oke, di daerah Tebet sama Cakung.”Obrolku diantara laju mobil Cakra yang mulai meninggalkan pelataran gedung apartemen.
“Hmm.” Hanya berdehem, matanya fokus ke depan.
Karena tahu Cakra keras kepala, tak mau dibantah, aku memutuskan tidak menolaknya saat ia mengajukan diri mengantarkan. Akan dapat capek saja, percuma menentang kemauannya. Tapi aneh, Cakra mengambil lajur yang bertolak belakang dari daerah yang kusebutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Berhenti di Kamu
Roman d'amourUang memang penguasa dunia. Dan dunia itu durjana. Bagaimana tidak, aku mengalami kesialan bertubi di waktu bersamaan terutama dalam perekonomian. Miskin dalam semalam. Kelaparan, kebingungan, luntang-lantung, sampai hampir jadi ani-ani. Penghujung...